Warga Galang Koin untuk PKL Tergugat Rp1,12 Miliar
A
A
A
YOGYAKARTA - Gugatan hukum Rp1,12 miliar yang dialami lima pedagang kaki lima (PKL) Gondomanan menarik simpati publik. Warga dan aktivis lembaga swadaya masyarakat menggalang aksi solidaritas pengumpulan koin di simpang empat Tugu Yogyakarta, Rabu (16/9/2015).
Mereka mengedarkan kotak bertuliskan 'Koin untuk PKL' ke pemakai jalan yang melintasi simpang empat Tugu. Koordinator Koin Solidaritas untuk PKL Baharuddin Kamba mengatakan, aksi tersebut merupakan aksi spontan bentuk kepedulian sosial dan keprihatinan atas kasus yang melanda pedagang kecil di Yogyakarta.
"Ini bentuk keprihatinan kita bersama. Karena bagi masyarakat kecil seperti para PKL, mencari uang Rp1 miliar itu adalah hal yang sulit," katanya.
Menurutnya, meski hasil proses hukum belum tentu menghukum kelima PKL ini untuk membayar tuntutan Rp1 miliar, tapi paling tidak mereka juga dituntut kewajiban membayar kerugian materiil Rp30 juta per tahun yang diajukan oleh penggugat seorang pengusaha bernama Eka Aryawan.
"Jika harus membayar Rp30 juta per tahun, maka sejak 2011 berarti mereka harus membayar Rp120 juta. Itu juga sangat berat," ujar Kamba.
Hasil pengumpulan koin ini akan langsung diserahkan kepada lima PKL tersebut, yaitu Agung Budi Santoso dan Budiyono, keduanya PKL duplikat kunci, serta Sugiyadi, Suwarni, dan Sutina, ketiganya pedagang makanan.
Aksi galang koin ini, kata Kamba, tak hanya digelar di simpang empat Tugu, tapi juga akan dilanjutkan ke beberapa perempatan jalan protokol di Yogyakarta, gedung DPRD DIY dan Kota Yogyakarta, serta ke Pengadilan Negeri setempat.
Tak hanya warga dan aktivis, aksi galang koin ini juga menarik simpati sejumlah PKL di Jalan Margo Utomo (Mangkubumi). Mereka ikut mengumpulkan koin Rp100 sebanyak 210 keping.
Suhatno, salah satu PKL Margo Utomo, mengaku turut prihatin dengan nasib PKL Gondomanan. "Begitu tahu ada gerakan mengumpulkan koin, kami spontan bergerak," katanya.
Aksi solidaritas sesama PKL, kata Suhatno, bukan tanpa alasan. Sebab, dia pernah mengalami nasib serupa. Pada awal 2014 dia nyaris terusir dari lahan yang ditempatinya karena akan dipakai untuk pembangunan hotel. Dia lantas mengadu ke wali kota dan ternyata diketahui bangunan hotel tersebut belum memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
"Saya dan beberapa PKL lainnya bisa kembali menempati areal tersebut sampai sekarang. Semoga masalah teman-teman PKL di Gondomanan juga segera teratasi," imbuhnya.
Untuk diketahui, lima PKL yang berjualan di Perempatan Gondomanan, Jalan Brigjend Katamso, Yogyakarta, digugat oleh Eka ke Pengadilan Negeri Yogyakarta. Gugatan itu dilayangkan berbekal surat kekancingan dari Keraton Yogyakarta dengan Nomor 203/HT/KPK/2011.
Eka diberi kuasa untuk mengelola lahan Sultan Ground seluas 73 meter persegi. Kelima PKL yang digugat berjualan di depan lahan kekancingan Eka yang telah berdiri sebuah ruko.
Namun, kelima PKL telah berjualan di lahan itu secara turun-temurun sejak 1963 dan hanya menempati lahan seluas 4x5 meter yang mereka pakai secara bergiliran. Sedangkan Eka baru menerima kekancingan tahun 2011.
Eka menuntut kelima PKL secara tanggung renteng membayar ganti rugi materiil Rp30 juta per tahun dihitung sejak 28 November 2011 dan kerugian immateriil Rp1,12 miliar.
Proses hukum gugatan ini sudah bergulir di Pengadilan Negeri Yogyakarta. Pada sidang perdana Senin lalu, proses mediasi perkara bernomor 86/PDT/G/2015/PN.Yyk menemui jalan buntu. Sebabnya, Eka ngotot agar kelima PKL angkat kaki dari lokasi mereka berjualan. Sedangkan lima PKL ngotot tetap berjualan di lokasi tersebut.
Kuasa hukum kelima PKL, Rizky Fatahilah mengatakan bahwa pihaknya siap mengikuti proses hukum di pengadilan. Pihaknya menunggu penggugat untuk bisa membuktikan gugatannya.
"Mereka yang mendalilkan, mereka yang harus buktikan di persidangan. Pada intinya klien kami lebih dulu menempati lahan itu secara turun-temurun sejak tahun 1963," kata kuasa hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta itu. (Baca juga: Keraton Serahkan Konflik Kekancingan ke Pengadilan).
PILIHAN:
MUI Kutuk Peredaran Hijab Motif Wanita Telanjang
Mereka mengedarkan kotak bertuliskan 'Koin untuk PKL' ke pemakai jalan yang melintasi simpang empat Tugu. Koordinator Koin Solidaritas untuk PKL Baharuddin Kamba mengatakan, aksi tersebut merupakan aksi spontan bentuk kepedulian sosial dan keprihatinan atas kasus yang melanda pedagang kecil di Yogyakarta.
"Ini bentuk keprihatinan kita bersama. Karena bagi masyarakat kecil seperti para PKL, mencari uang Rp1 miliar itu adalah hal yang sulit," katanya.
Menurutnya, meski hasil proses hukum belum tentu menghukum kelima PKL ini untuk membayar tuntutan Rp1 miliar, tapi paling tidak mereka juga dituntut kewajiban membayar kerugian materiil Rp30 juta per tahun yang diajukan oleh penggugat seorang pengusaha bernama Eka Aryawan.
"Jika harus membayar Rp30 juta per tahun, maka sejak 2011 berarti mereka harus membayar Rp120 juta. Itu juga sangat berat," ujar Kamba.
Hasil pengumpulan koin ini akan langsung diserahkan kepada lima PKL tersebut, yaitu Agung Budi Santoso dan Budiyono, keduanya PKL duplikat kunci, serta Sugiyadi, Suwarni, dan Sutina, ketiganya pedagang makanan.
Aksi galang koin ini, kata Kamba, tak hanya digelar di simpang empat Tugu, tapi juga akan dilanjutkan ke beberapa perempatan jalan protokol di Yogyakarta, gedung DPRD DIY dan Kota Yogyakarta, serta ke Pengadilan Negeri setempat.
Tak hanya warga dan aktivis, aksi galang koin ini juga menarik simpati sejumlah PKL di Jalan Margo Utomo (Mangkubumi). Mereka ikut mengumpulkan koin Rp100 sebanyak 210 keping.
Suhatno, salah satu PKL Margo Utomo, mengaku turut prihatin dengan nasib PKL Gondomanan. "Begitu tahu ada gerakan mengumpulkan koin, kami spontan bergerak," katanya.
Aksi solidaritas sesama PKL, kata Suhatno, bukan tanpa alasan. Sebab, dia pernah mengalami nasib serupa. Pada awal 2014 dia nyaris terusir dari lahan yang ditempatinya karena akan dipakai untuk pembangunan hotel. Dia lantas mengadu ke wali kota dan ternyata diketahui bangunan hotel tersebut belum memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
"Saya dan beberapa PKL lainnya bisa kembali menempati areal tersebut sampai sekarang. Semoga masalah teman-teman PKL di Gondomanan juga segera teratasi," imbuhnya.
Untuk diketahui, lima PKL yang berjualan di Perempatan Gondomanan, Jalan Brigjend Katamso, Yogyakarta, digugat oleh Eka ke Pengadilan Negeri Yogyakarta. Gugatan itu dilayangkan berbekal surat kekancingan dari Keraton Yogyakarta dengan Nomor 203/HT/KPK/2011.
Eka diberi kuasa untuk mengelola lahan Sultan Ground seluas 73 meter persegi. Kelima PKL yang digugat berjualan di depan lahan kekancingan Eka yang telah berdiri sebuah ruko.
Namun, kelima PKL telah berjualan di lahan itu secara turun-temurun sejak 1963 dan hanya menempati lahan seluas 4x5 meter yang mereka pakai secara bergiliran. Sedangkan Eka baru menerima kekancingan tahun 2011.
Eka menuntut kelima PKL secara tanggung renteng membayar ganti rugi materiil Rp30 juta per tahun dihitung sejak 28 November 2011 dan kerugian immateriil Rp1,12 miliar.
Proses hukum gugatan ini sudah bergulir di Pengadilan Negeri Yogyakarta. Pada sidang perdana Senin lalu, proses mediasi perkara bernomor 86/PDT/G/2015/PN.Yyk menemui jalan buntu. Sebabnya, Eka ngotot agar kelima PKL angkat kaki dari lokasi mereka berjualan. Sedangkan lima PKL ngotot tetap berjualan di lokasi tersebut.
Kuasa hukum kelima PKL, Rizky Fatahilah mengatakan bahwa pihaknya siap mengikuti proses hukum di pengadilan. Pihaknya menunggu penggugat untuk bisa membuktikan gugatannya.
"Mereka yang mendalilkan, mereka yang harus buktikan di persidangan. Pada intinya klien kami lebih dulu menempati lahan itu secara turun-temurun sejak tahun 1963," kata kuasa hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta itu. (Baca juga: Keraton Serahkan Konflik Kekancingan ke Pengadilan).
PILIHAN:
MUI Kutuk Peredaran Hijab Motif Wanita Telanjang
(zik)