WANI Ingin Ubah Praktik Upeti Politik
A
A
A
SIDOARJO - Pasangan Warih Andono-Imam Sugiri (WANI) mengkritik praktik upeti politik selama kepemimpinan Bupati Sidoarjo Saiful Ilah-HMG Hadi Sutjipto. Praktik ini dipercaya dilakukan pejabat Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
Calon Bupati Warih Andono mengungkapkan jika sudah menjadi rahasia umum para kepala SKPD “setor” kepada bupati atau wakil bupati jika ingin program kerja mereka aman. Besaran setoran ini tergantung seberapa besar anggaran yang dikelola oleh SKPD bersangkutan. ”Kalau tidak menerima ”upeti”, biasanya bupati dan wakil bupati intervensi terhadap kebijakan di SKPD,” ujarnya.
Untuk itulah, lanjut cabup yang berpasangan dengan cawabup Imam Sugiri ini, pihaknya jika nanti terpilih menjadi bupati akan menghapus kebiasaan itu. Karena jika praktek itu masih berlanjut, akan berdampak pada proyek atau program di SKPD. Kadang kepala SKPD itu sendiri yang memberi ”upeti” walaupun bupati dan wakil bupati tidak minta.
”Harusnya hal tersebut ditolak oleh bupati dan wakil bupati,” tandas Warih. Pasangan calon (paslon) cabup dengan sebutan WANI (Warih Andono-Imam Sugiri) menambahkan, bukan saja ”upeti” kepada bupati dan wakil bupati. Namun kroni-kroni kepala daerah biasanya memanfaatkan kepala SKPD untuk kepentingan proyek.
Karena itulah, kepala SKPD tidak mempunyai keleluasaan dalam menjalankan program kerja. ”Jangan salahkan bila kualitas proyek asal-asalan jika ada praktek ”upeti” semacam itu,” tandas Warih. Untuk itulah, jika dia terpilih menjadi bupati akan memberikan keleluasaan kepada kepala SKPD untuk berkreasi. Namun, bukan berarti lepas kendali dari bupati.
Cawabup Imam Sugiri menambahkan, pemerintahan yang sehat bagaimana bisa menggerakkan masing-masing SKPD sesuai tugas dan fungsinya. Kepala SKPD harus mempunyai inovasi, bukan hanya sekedar copy paste program sebelumnya. ”Memilih kepala SKPD harus berdasarkan kemampuan dan bidang ilmunya. Jangan hanya faktor kedekatan saja,” ujar politisi asal PAN tersebut.
Abdul Rouf
Calon Bupati Warih Andono mengungkapkan jika sudah menjadi rahasia umum para kepala SKPD “setor” kepada bupati atau wakil bupati jika ingin program kerja mereka aman. Besaran setoran ini tergantung seberapa besar anggaran yang dikelola oleh SKPD bersangkutan. ”Kalau tidak menerima ”upeti”, biasanya bupati dan wakil bupati intervensi terhadap kebijakan di SKPD,” ujarnya.
Untuk itulah, lanjut cabup yang berpasangan dengan cawabup Imam Sugiri ini, pihaknya jika nanti terpilih menjadi bupati akan menghapus kebiasaan itu. Karena jika praktek itu masih berlanjut, akan berdampak pada proyek atau program di SKPD. Kadang kepala SKPD itu sendiri yang memberi ”upeti” walaupun bupati dan wakil bupati tidak minta.
”Harusnya hal tersebut ditolak oleh bupati dan wakil bupati,” tandas Warih. Pasangan calon (paslon) cabup dengan sebutan WANI (Warih Andono-Imam Sugiri) menambahkan, bukan saja ”upeti” kepada bupati dan wakil bupati. Namun kroni-kroni kepala daerah biasanya memanfaatkan kepala SKPD untuk kepentingan proyek.
Karena itulah, kepala SKPD tidak mempunyai keleluasaan dalam menjalankan program kerja. ”Jangan salahkan bila kualitas proyek asal-asalan jika ada praktek ”upeti” semacam itu,” tandas Warih. Untuk itulah, jika dia terpilih menjadi bupati akan memberikan keleluasaan kepada kepala SKPD untuk berkreasi. Namun, bukan berarti lepas kendali dari bupati.
Cawabup Imam Sugiri menambahkan, pemerintahan yang sehat bagaimana bisa menggerakkan masing-masing SKPD sesuai tugas dan fungsinya. Kepala SKPD harus mempunyai inovasi, bukan hanya sekedar copy paste program sebelumnya. ”Memilih kepala SKPD harus berdasarkan kemampuan dan bidang ilmunya. Jangan hanya faktor kedekatan saja,” ujar politisi asal PAN tersebut.
Abdul Rouf
(ftr)