Dagelan Politik Sandera Rakyat Surabaya

Rabu, 02 September 2015 - 08:04 WIB
Dagelan Politik Sandera Rakyat Surabaya
Dagelan Politik Sandera Rakyat Surabaya
A A A
SURABAYA - Sepak terjang politikus Kota Surabaya dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) mirip dagelan. Dua kali Dhimam Abror Djuraid maju pencalonan, dua kali pula mantan wartawan itu gagal lolos. Impian rakyat Surabaya memiliki pemimpin ideal pada 9 Desember terancam kandas.

Ahli komunikasi politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Brawijaya (UB) Malang Anang Sujoko dan Pengamat Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) Universitas Jember Joko Susilo menilai, ada permainan kotor dan saling menyandera di Pilkada Surabaya.

Menurut Anang Sujoko, persoalan tidak lolosnya Rasiyo-Dhimam Abror akibat persoalan administrasi dinilai kecelakaan demokrasi yang mencederai hak rakyat. Ada dua indikasi permainan politik kotor yang terjadi dibalik ancaman kegagalan Pilkada Kota Surabaya.

”Indikasi permainan politik kotor ini, bisa saja muncul dari internal PDI Perjuangan sebagai pengusung pasangan Tri Rismaharini-Wisnu Sakti Buana. Dan juga dari gabungan partai politik pengusung Rasiyo-Dhimam Abror, yakni Partai Demokrat dan Partai Amanat Nasional (PAN),” ungkap Anang Sujoko dihubungi KORAN SINDO JATIM , kemarin. Indikasi dari internal PDIP dapat terlihat dari hubungan kurang harmonis antara Tri Rismaharini dengan wakilnya, Wisnu Sakti Buana.

Hubungan kurang harmonis ini juga sempat merembet di internal partai berlambang banteng moncong itu. Untungnya hal ini diredam oleh Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. ”Sosok Megawati masih sangat mengakar di dalam partai. Kondisi ini ditambah dengan tingginya kepercayaan publik sehingga internal PDI Perjuangan, pada akhirnya tetap memberikan dukungan kepada Risma,” ujarnya.

Sementara indikasi permainan politik kotor di pihak lawan politik PDI Perjuangan juga sangat kuat aromanya. Hal ini dibuktikan dengan kegagalan pencalonan Rasiyo-Dhimam yang hanya dipicu persoalan administrasi. ”Seharusnya, apabila ada niat yang tulus ikhlas mengajukan pemimpin baru bagi Kota Surabaya. Tentu persoalan administrasi ini sudah tuntas sejak awal sebelum mendaftarkan diri,” ujarnya.

Anang menilai, pembatalan pasangan Rasiyo-Dhimam Abror menunjukkan ada yang ingin mengulur waktu Pilkada Surabaya. Setelah pilkada tertunda hingga 2017, para lawan politik PDI Perjuangan memiliki cukup waktu untuk membangun tokoh yang bisa menandingi Risma. Jangka waktu dua tahun sangat cukup mendongkrak popularitas seorang tokoh agar bisa menandingi Risma.

”Kota Surabaya merupakan kota metropolis, yang tentu masyarakatnya memiliki kemampuan menentukan sikap memilih pemimpin bukan sekadar pencitraan. Karena itu, tokoh yang akan dimunculkan harus mampu membuat kerja nyata dan bisa dirasakan rakyat dalam jangka dua tahun ke depan,” ungkapnya.

”Dagelan” politik dimulai ketika Dhimam Abror Djuraid-Haries Purwoko mendaftar ke KPU Surabaya, 3 Agustus lalu. Dhimam mendapat rekomendasi dari PAN. Adapun Haries didukung penuh Partai Demokrat. Ketika menuju ke KPU, keduanya percaya diri maju sebagai bakal calon wali kota dan wakil wali kota. Tapi apa yang terjadi membuat perut geli. Haries tiba-tiba menghilang saat Dhimam Abror mendaftar. Alhasil, KPU menganulir pendaftaran Dhimam Abror.

Saat ditelepon wartawan, Haries mengaku dilarang pihak keluarga mendaftar. Harapan rakyat Surabaya untuk mencoblos kembali terbuka setelah muncul duet Rasiyo- Dhimam Abror, 11 Agustus lalu. Rasiyo yang mantan Sekdaprov Jatim didukung Ketua PD Jatim Soekarwo. Adapun Dhimam Abror tetap didukung PAN. Apa yang terjadi kemudian membuat semua orang ternganga.

Rasiyo-Dhimam tidak memenuhi syarat maju Pilkada Surabaya. KPU beralasan Dhimam tidak bisa menunjukkan keabsahan surat rekomendasi dari PAN. Surat rekomendasi PAN yang diserahkan pada 11 Agustus dan 19 Agustus tidak identik. Penulisan nomor surat pada berkas itu tidak identik dengan nomor surat pada berkas yang diserahkan pada 11 Agustus .

Satu persyaratan yang juga tidak dipenuhi Abror adalah ketentuan dalam penyerahan foto kopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP) Pajak, dan surat tanda bukti tidak punya tunggakan pajak dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Wonocolo. KPU memverifikasi faktual ke KPP Wonocolo pada 27 Agustus. Hasilnya, Abror tidak pernah membuat dan menyerahkan dokumen tanda bukti tidak punya tunggakan pajak atas nama Dhimam Abror.

Sementara untuk kelengkapan berkas persyaratan Rasiyo tidak ada persoalan. Pilkada Surabaya akhirnya tersandera sepak terjang politikus demi kepentingan golongannya. ”Fenomena politik itu kami nilai, ya ini namanya politik saling menyandera, kalau sudah begitu bisa jadi Pilkada Surabaya diundur tahun 2017,” kata pengamat politik Fisipol Universitas Jember, Joko Susilo.

Menurut dia, memang diakui publik Surabaya bahwa Risma-Wisnu merupakan calon ideal yang belum tertandingi. Selain elektabilitas, kiprah Risma juga mendapat pengakuan dunia internasional. ”Penyelenggara pilkada, seperti KPU Pusat maupun Mahkamah Konstitusi harus segera mengambil kebijakan cepat dalam situasi di Surabaya saat ini. Tidak bisa dibiarkan berlarut- larut, apalagi warga Surabaya juga menunggu,” katanya.

Dia menilai akar persoalan ini adalah pada pasal Undang- Undang Pilkada yang mengatur pasangan tunggal. ”Yang merumuskan Undang-Undang Pilkada itu kan juga DPR RI yang merupakan perwakilan orang dari partai politik. Ke depan Undang-Undang Pilkada mereka rumuskan tersebut harus bisa membaca situasi seperti yang sedang terjadi di Surabaya, jadi ketika pilkada berlangsung maupun akan berlangsung sudah tidak ada lagi namanya gugatan atau saling menggugat,” kata Joko.

Dia berharap agar kasus serupa di Surabaya tidak merembet ke pilkada lainnya. Selain itu, pada pilpres dan pemilu gubernur yang sebentar lagi akan digelar juga tidak mengaca pada kasus Pilkada Surabaya.

Rasiyo Tetap Bisa Maju


Dari Jakarta, KPU kembali membuka peluang kepada Rasiyo untuk maju di Pilkada Surabaya. KPU menyatakan Rasiyo memenuhi syarat yang ditetapkan KPU Surabaya. Sebelumnya, ada pernyataan dari KPU Surabaya bahwa pasangan Rasiyo-Dhimam Abror sudah tidak bisa lagi mencalonkan diri setelah dinyatakan tidak memenuhi syarat saat penetapan pada Minggu (30/8). Namun, penegasan KPU Pusat ini memberi kejelasan akan nasib mantan Sekdaprov Jatim itu.

”Untuk yang memenuhi syarat (Rasiyo) masih bisa mendaftar kembali, tentu dengan format yang diatur oleh partainya kembali,” ujar ko-misioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah di Jakarta, kemarin. Dengan begitu, Ferry menilai hanya Abror selaku calon yang dinilai tidak memenuhi syarat tidak bisa lagi mencalonkan diri. Yang tidak memenuhi syarat ya tidak memenuhi syarat,” kata dia.

Sementara KPU menolak desakan dari PAN serta Demokrat yang meminta agar pasangan Rasiyo-Dhimam Abror diikutkan kembali padadi pilkada dengan memperbaiki persyaratan yang kurang. Kemarin, Sekjen DPP PAN Eddy Soeparno bersama Sekjen Partai Demokrat Hinca Panjaitan mendatangi Kantor KPU mempertanyakan keputusan KPU Surabaya yang menggugurkan calon mereka.

Pada pertemuan itu, KPU mempersilakan kedua partai pengusung mengikuti mekanisme sengketa yang diatur dalam undangundang (UU). ”Pada prinsipnya, kami sudah beri solusi sesuai mekanisme yang ada. Ketika mereka gagal (tidak memenuhi syarat) maka KPU membuka lagi pendaftaran tiga hari,” ujar Ferry. Dengan keputusan ini, nasib pasangan Rasiyo-Dhimam Abror tinggal menunggu hasil putusan sengketa yang akan dilaksanakan Panwaslu dalam waktu dekat.

”Dikembalikan ke partainya apakah akan mengajukan sengketa ataukah tidak,” ujarnya. Hinca Panjaitan menegaskan, komitmen Partai Demokrat serta PAN menyukseskan Pilkada Surabaya dengan tetap mengupayakan mengusung calon untuk bertanding melawan petahana Tri Rismaharini- Wisnu Sakti Buana. ”Intinya bahwa penyelenggara pemilu beserta parpol memiliki semangat yang sama untuk tetap memastikan proses pilkada di Surabaya terlaksana,” katanya.

Pengamat politik Universitas Airlangga, Ramlan Surbakti menilai, langkah yang diambil KPU Surabaya sudah tepat dengan memberikan status tidak memenuhi syarat bagi Rasiyo- Abror. “KPU Surabaya sebagai penyelenggara pemilu telah bersikap mandiri dan independen, dalam arti sama sekali tidak di bawah tekanan atau pengaruh pihak luar,” kata Guru Besar Ilmu Politik FISIP Universitas Airlangga tersebut saat berkunjung ke KPU Surabaya, kemarin.

“KPU harus memperlakukan semua pasangan calon dengan sama. Tidak bisa pada pasangan calon dikenakan persyaratan yang berbeda,” ujar Ramlan.

Yuswantoro/ p juliatmoko/dian ramdhani/ant
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6268 seconds (0.1#10.140)