Dara Puspita Membangun Kejayaan Musik Tanpa Sekat
A
A
A
Suara emas dua bersaudara Titiek Adji Rachman dan adiknya, Lies Soetisnowati Adji Rachman, didukung pemain drum Susy Nander, masih terdengar melengking merdu penuh semangat.
Kulit senja ketiga mantan musisi beraliran rock Indonesia yang menjadi idola di era 1960- an tersebut, memang mulai menunjukkan tanda-tanda keriput. Tetapi gairah, semangat, lengkingan suara, dan gerak badannya yang lincah, seolah menghapus usia mereka yang rata-rata mendekati 70 tahun.
Lagu Mari-mari ciptaan Titik Puspa, single andalan grup band perempuan Indo nesia, dalam album Dara Puspita Jang Pertama tahun 1966 tersebut, mampu dibawakan ketiganya dengan penuh keceria an dan semangat. Ketiganya bernyanyi dengan penuh semangat bersama para penggemarnya di halaman Museum Musik Galeri Malang Bernyanyi di Jalan Soekarno- Hatta, Kota Malang.
“Ayo rek kene nyanyi bareng (Ayo sini nyanyi bersama),” ujar Titiek Adji Rachman. Titiek merupakan anggota grup band yang paling senior. Sejak awal tahun ini usianya sudah 70 tahun. Sudah puluhan ta hun, nenek lima cucu ini tinggal di Belanda. Tetapi, saat bertemu para penggemarnya, bahasa Jawa khas Surabaya masih kental. “Meski di Belanda, masih banyak orang yang meng gu nakan bahasa Jawa untuk berkomunikasi. Maka tidak hilang bahasa aslinya,” ujarnya sambil terkekeh.
Saat ini wanita yang dahulu berposisi sebagai pemain gitar melodi dan vokal di grup band Dara Puspita itu, masih aktif bekerja di lembaga sosial di Belanda. Sesekali dia masih bermain band di Belanda untuk mengisi acara pesta dan pernikahan. Sejak Dara Puspita dinyatakan vakum pada 1973, dia masih aktif bermusik dengan grup band barunya asal Australia.
Mereka bermain di Benua Eropa. Tiga personel Dara Puspita sengaja hadir di Galeri Malang Bernyanyi untuk bertemu peng gemarnya dan meny erahkan sejumlah benda bersejarah bagi band tersebut diserahkan sebagai benda museum. Kehadiran ketiganya tanpa dihadiri salah satu anggota band, yakni Titik Hamzah. Personel band yang bergabung paling akhir ini memang dikabarkan pernah mengalami konflik di dalam band sehingga mengundurkan diri dan band bubar pada 1973.
Selama berkarier, grup band yang banyak membawa aliran The Beatles dan Elvis Presley tersebut telah menelurkan enam album. Album perdana, yakni Jang Pertama tahun 1966, Spesial Editon Dara Pus pita tahun 1966, Green Green Grass tahun 1967, A Go Go ta hun 1968, album kelima tahun 1972, dan terakhir album Pop Melayu tahun 1973.
Selama berkarier, mereka banyak menggelar konser di luar negeri. Seperti ke Thailand tahun 1965; Malaysia, Singapura, Iran, Turki, Jerman tahun 1969; Hongaria tahun 1969; Inggris, Irlandia, Spanyol tahun 1970; Belgia ta hun 1968; Prancis 1970; dan Be landa 1971. Ketenaran dan nama besar Dara Puspita tidak pernah membuat mereka membangun jarak dengan para penggemarnya.
Mereka tetap sederhana dan menyatu dengan para pecinta musik. Bagi Lies, penggemar itulah yang membuat Dara Puspita ada sehingga tidak perlu lagi membangun jarak dengan penggemar. “Kami semua sama dengan para penggemar. Tanpa mereka, kita tidak pernah ada,” ujar wanita yang juga bermukim di Belanda ini.
Sementara penabuh drum, Susy Nander, mengaku banyak tantangan membangun musik rock dan pop pada masa itu. Apalagi mereka adalah kaum hawa. “Kami bahkan selalu diminta wajib lapor kejaksaan. Utamanya, setelah penangkapan Koe Plus,” ungkapnya.
Dia menuturkan, tepat pada 1 Oktober 1965 pagi atau bertepatan dengan G- 30S/PKI, mereka tetap berangkat ke Thailand untuk menggelar konser perdana. Pada saat itu kondisi negara sedang mencekam karena G- 30S/PKI, tetapi mereka tetap bersemangat membangun musik Indonesia berkancah di dunia.
YUSWANTORO
Kulit senja ketiga mantan musisi beraliran rock Indonesia yang menjadi idola di era 1960- an tersebut, memang mulai menunjukkan tanda-tanda keriput. Tetapi gairah, semangat, lengkingan suara, dan gerak badannya yang lincah, seolah menghapus usia mereka yang rata-rata mendekati 70 tahun.
Lagu Mari-mari ciptaan Titik Puspa, single andalan grup band perempuan Indo nesia, dalam album Dara Puspita Jang Pertama tahun 1966 tersebut, mampu dibawakan ketiganya dengan penuh keceria an dan semangat. Ketiganya bernyanyi dengan penuh semangat bersama para penggemarnya di halaman Museum Musik Galeri Malang Bernyanyi di Jalan Soekarno- Hatta, Kota Malang.
“Ayo rek kene nyanyi bareng (Ayo sini nyanyi bersama),” ujar Titiek Adji Rachman. Titiek merupakan anggota grup band yang paling senior. Sejak awal tahun ini usianya sudah 70 tahun. Sudah puluhan ta hun, nenek lima cucu ini tinggal di Belanda. Tetapi, saat bertemu para penggemarnya, bahasa Jawa khas Surabaya masih kental. “Meski di Belanda, masih banyak orang yang meng gu nakan bahasa Jawa untuk berkomunikasi. Maka tidak hilang bahasa aslinya,” ujarnya sambil terkekeh.
Saat ini wanita yang dahulu berposisi sebagai pemain gitar melodi dan vokal di grup band Dara Puspita itu, masih aktif bekerja di lembaga sosial di Belanda. Sesekali dia masih bermain band di Belanda untuk mengisi acara pesta dan pernikahan. Sejak Dara Puspita dinyatakan vakum pada 1973, dia masih aktif bermusik dengan grup band barunya asal Australia.
Mereka bermain di Benua Eropa. Tiga personel Dara Puspita sengaja hadir di Galeri Malang Bernyanyi untuk bertemu peng gemarnya dan meny erahkan sejumlah benda bersejarah bagi band tersebut diserahkan sebagai benda museum. Kehadiran ketiganya tanpa dihadiri salah satu anggota band, yakni Titik Hamzah. Personel band yang bergabung paling akhir ini memang dikabarkan pernah mengalami konflik di dalam band sehingga mengundurkan diri dan band bubar pada 1973.
Selama berkarier, grup band yang banyak membawa aliran The Beatles dan Elvis Presley tersebut telah menelurkan enam album. Album perdana, yakni Jang Pertama tahun 1966, Spesial Editon Dara Pus pita tahun 1966, Green Green Grass tahun 1967, A Go Go ta hun 1968, album kelima tahun 1972, dan terakhir album Pop Melayu tahun 1973.
Selama berkarier, mereka banyak menggelar konser di luar negeri. Seperti ke Thailand tahun 1965; Malaysia, Singapura, Iran, Turki, Jerman tahun 1969; Hongaria tahun 1969; Inggris, Irlandia, Spanyol tahun 1970; Belgia ta hun 1968; Prancis 1970; dan Be landa 1971. Ketenaran dan nama besar Dara Puspita tidak pernah membuat mereka membangun jarak dengan para penggemarnya.
Mereka tetap sederhana dan menyatu dengan para pecinta musik. Bagi Lies, penggemar itulah yang membuat Dara Puspita ada sehingga tidak perlu lagi membangun jarak dengan penggemar. “Kami semua sama dengan para penggemar. Tanpa mereka, kita tidak pernah ada,” ujar wanita yang juga bermukim di Belanda ini.
Sementara penabuh drum, Susy Nander, mengaku banyak tantangan membangun musik rock dan pop pada masa itu. Apalagi mereka adalah kaum hawa. “Kami bahkan selalu diminta wajib lapor kejaksaan. Utamanya, setelah penangkapan Koe Plus,” ungkapnya.
Dia menuturkan, tepat pada 1 Oktober 1965 pagi atau bertepatan dengan G- 30S/PKI, mereka tetap berangkat ke Thailand untuk menggelar konser perdana. Pada saat itu kondisi negara sedang mencekam karena G- 30S/PKI, tetapi mereka tetap bersemangat membangun musik Indonesia berkancah di dunia.
YUSWANTORO
(ftr)