Balai Nikah KUA Nyaris Mubazir

Sabtu, 22 Agustus 2015 - 10:27 WIB
Balai Nikah KUA Nyaris Mubazir
Balai Nikah KUA Nyaris Mubazir
A A A
PALEMBANG - Walaupun tidak dipungut biaya, banyak pasangan pengantin di Palembang enggan memanfaatkan balai nikah di Kantor Urusan Agama (KUA). Dari rata-rata 1.000 pasangan yang menikah setiap bulan, hanya 24-28 pasangan yang memilih menikah di balai ini.

Selain bangunan balai nikah yang dinilai tidak representatif, menikah di KUA tidak diminati karena adanya budaya masyarakat yang menganggap jika menikah di balai sebagai “ke celakaan”. Dikatakan Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kota Palembang, Alfajri Zabidi prog ram nikah gratis memang telah dikenalkan lebih dari satu ta hun.

Program yang membebaskan biaya pernikahan jika di selenggarakan di balai nikah, sebagai upaya menjawab kesulitan pasangan akan biaya pernikahan. Karena itu, saat pernikahannnya di selenggarakan di balai nikah, maka proses pencatatan yang dilakukan oleh Kementrian Agama digratiskan. “Sehingga banyak yang menyebut kegiatan itu sebagai nikah gratis.

Saat ini, tidak banyak masyarakat Palembang, terutama pasangan muda yang memiliki nikah dibalai nikah dan bebas biaya pencatatan,” ungkapnya. Ia mengatakan, program nikah gratis di balai nikah cenderung tidak menjadi pilihan, karena sebagaian besar masyarakat menilai jika pernikahan merupakan suatu yang dilakukan sekali seumur hidup.

Karena itu, harus digelar dengan upacara yang meriah, mengundang banyak orang dan membutuhkan tempat yang luas. “Sementara persepsi mereka (warga), nikah gratis di balai nikah itu cenderung salah. Nikah gratis di balai nikah dinilai sesuatu yang dipaksakan, atau terjadi karena penyebab tertentu. Padahal, tidak semua yang menikah karena demikian,”terang Alumnus Unsri ini. Nikah gratis di balai nikah, kata dia, lebih dihindari.

Masyarakat Palembang masih memiliki budaya jika menikah, harus diselenggarakan di kediaman atau minimal di rumah masing-masing. Padahal saat proses pernikahan diselenggarakan di rumah atau di luar kantor pencatatan nikah, pasangan pengantin akan dikenakan biaya oleh negara.

Apalagi, jika pernikahan diselenggarakan pada hari Sabtu dan Minggu yang bukan merupakan hari kerja, para pencatat nikah dan penghulu. “Tapi begitulah, masyarakat tidak banyak juga antusias terhadap nikah gratis ini,”sambung ia. Penyebab lain program nikah gratis tidak minati, kata Alfajri, banyak bangunan balai nikah yang tidak representatif.

Balai nikah yang ada diPalembang cenderung berupa bangunan kecil yang tidak mampu menampung banyak orang dan tidak pula memiliki fasilitas lain yang mendukung layanan. “Sehingga akan sangat sulit menggelar pernikahan dengan banyak orang dibalai,”ucapnya. Terpisah, Pengamat Sosial Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah Palembang, Abdullah Iddi mengatakan persepsi pernikahan menurut agama sebenarnya sah jika memenuhi syarat-syaratnya.

Mengenai lokasi dan pembiayaan pernikahan hal tersebut merupakan pilihan dari pasangan pengantin. Pernikahan yang merupakan peris tiwa sakral dil aksanakan dengan memenuhi syarat sah, diantaranya terdapat wali nikah, petugas yang menikahkan, saksi, dan mas kawin. “Menikah itu harus cukup syarat. Meski menikah di balai nikah hendaknya juga harus memenuhi syarat nikah,” ujarnya.

Tasmalinda
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4187 seconds (0.1#10.140)