Renovasi Rumah Lebah di Teluk Lamong

Sabtu, 22 Agustus 2015 - 10:16 WIB
Renovasi Rumah Lebah di Teluk Lamong
Renovasi Rumah Lebah di Teluk Lamong
A A A
Selama ratusan tahun, pelabuhan selalu menjadi jantung perekonomian di Indonesia timur. Tumpuan besar dibebankan pada Tanjung Perak yang menjadi pintu pembuka sekaligus operator utama.

Kehadiran Terminal Teluk Lamong dijadikan rumah ”lebah” baru yang bisa terus menghasilkan madu.Rasa panik banyak dialami para pelaku usaha sejak awal 2015. Mereka gelisah. Nilai tukar rupiah terhadap dolarAmerika terus bergejolak sampai pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Pertumbuhan ekonomi pun banyak diprediksi mengalami penurunan.

”Terkadang barang yang kami pesan lama datangnya. Padahal, posisinya sudah masuk ke Indonesia,” ujar Yazid, pedagang Kain di Pegirian. Lelaki paruh baya yang meneruskan bisnis keluarganya di bidang kain, karpet, dan benang itu tidak ingin kehilangan momentum untuk berjualan. Barang dagangan akan bernilai tinggi ketika ketepatan waktu dan hilangnya biaya tambahan akibat terlalu lama mandek di pelabuhan.

”Rantai pengiriman barang harusnya lebih cepat. Kalau terus mandek, kami yang rugi. Pasokan ke berbagai daerah juga ikut terhenti. Perputaran bisnis harus terus jalan. Pelabuhan dengan layanan cepat dan prima harus diwujudkan. Jangan lagi ada kesan pelabuhan jadi sarangnya mafia,” tuturnya.

Kepala Humas Pelindo III Edi Priyanto menuturkan, sebenarnya sejak 2014, Tanjung Perak sudah kelebihan kuota. Beruntung Pelindo III sudah selesai dan mengoperasikan Terminal Teluk Lamong. ”Makanya over - kargo bisa kami atasi,” katanya. Jika tidak segera melakukan pembenahan dan perluasan, pada 2018, Tanjung Perak tetap saja mengalami kelebihan kuota.

Tanjung Perak sendiri saat ini memiliki kapasitas sekitar 2,1 juta TEUs, ditambah Terminal Teluk Lamong sebesar 1,6 juta TEUs, sehingga total kapasitas di Tanjung Perak sebesar 3,7 juta TEUs. Padahal pada 2014, arus peti kemas telah mencapai 3,2 juta TEUs. ”Terminal Teluk Lamong kini jadi ujung tombak kami. Terminal ini sudah kami operasikan dengan fungsi pelayanan peti kemas dan curah kering,” ungkapnya.

Teluk Lamong, lanjutnya, dibangun dengan dana Rp4,1 triliun yang diambilkan dari kas internal perusahaan dan pinjaman perbankan. Terminal modern dan ramah lingkungan pertama di Indonesia tersebut akan terkoneksi dengan jalur distribusi logistik, seperti kawasan industri dan melalui jalan, baik tol maupun non-tol. Ditambah, jalur kereta api dan jalur monorel peti kemas untuk kegiatan haulage di sekitar Pelabuhan Tanjung Perak.

Selain itu, Teluk Lamong didesain sebagai terminal yang modern dan ramah lingkungan. Alat bongkar muat, misalnya terminal, sudah dilengkapi ship to shore crane (STS), automated stacking crane (ASC), combined terminal tractor (CTT), dan straddle carriers (SC). Alat-alat itu digerakkan secara elektrik menggunakan tenaga listrik, kecuali CTT dan SC yang masih menggunakan mesin diesel, tetapi dengan standar emisi EURO 4 yang ramah lingkungan.

Direktur Komersial dan Pengembangan Usaha PT Pelindo III Husein Latief menambahkan, konsep ramah lingkungan memang menjadi titik berat dalam pengembangan Teluk Lamong. Untuk mobilitas transportasi darat, Terminal Teluk Lamong juga dilengkapi monorel pengangkut peti kemas dan kereta api.

”ACT akan dibangun Pelindo III bersamasama dengan PT Adhi Karya (Persero), sementara kereta api akan memanfaatkan double track yang dikembangkan PT Kereta Api Indonesia (KAI),” katanya. Sementara, moda transportasi jenis truk masih dipertahankan. Saat ini sudah ada kesepahaman antara Pelindo III dan DPC Organda Khusus Tanjung Perak tentang penggunaan truk dengan bahan bakar gas (BBG) atau mesin diesel dengan standar emisi EURO 4 di Terminal Teluk Lamong.

Adanya larangan truk tanpa BBG memang sesuai semangat kawasan pelabuhan yang ramah lingkungan. Makanya, truk tanpa BBG hanya akan masuk area yang disediakan Terminal Teluk Lamong. Selanjutnya, truk khusus akan membawa peti kemas masuk ke area pengumpulan peti kemas. Beberapa pelabuhan di Eropa memang sudah memulai konsep tersebut.

Mereka menerapkan konsep ramah lingkungan. Salah satunya penggunaan BBG untuk seluruh aktivitas di dalam terminal pelabuhan. Dalam beberapa bulan ke depan, pihaknya masih memberlakukan masa sosialisasi terkait dengan penggunaan BBG untuk seluruh jenis truk yang beroperasi di Terminal Teluk Lamong.

Pembangunan Terminal Teluk Lamong ditujukan untuk meningkatkan perekonomian Indonesia yang berujung pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Terminal Teluk Lamong diyakini juga bisa menjadi pengungkit dalam percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi, baik bagi Jawa Timur maupun bagi kawasan Indonesia timur.

Pemkot Surabaya sendiri memberikan dukungan penuh dalam akses kemudahan ke Teluk Lamong. Wujudnya berupa jalan lingkar luar barat (JLLB). Rencana alignment JLLB telah dituangkan dalam Peraturan Wali Kota (Perwali) Surabaya No 2/2014. Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menjelaskan, pembangunan JLLB sepanjang sekitar 26,1 km dengan lebar 55 meter (termasuk ruang milik jalan) dibangun untuk mengurangi kemacetan di koridor utara selatan Kota Surabaya membentang melewati Romokalisari, Pakal, Sememi, dan Lakarsantri.

”LLB mendukung akses menuju Pelabuhan Teluk Lamong,” kata mantan Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya itu. Direktur Utama PT Pelindo III Djarwo Surjanto menjelaskan, pihaknya juga memperlebar dan mendalamkan alur pelayaran barat Surabaya (APBS).

Pengerukan dan pelebaran APBS dikerjakan dalam waktu sekitar setahun, berupa pelebaran alur dari 100 meter menjadi 150 meter dan pendalaman alur hingga minus 13 meter low water spring (mLWS/di bawah permukaan laut). ”Dengan alur yang diperdalam, kini kapal-kapal berukuran besar dengan muatan lebih banyak bisa dengan mudah masuk ke Tanjung Perak,” tandasnya.

APBS yang dulunya hanya bisa dilalui satu lajur arah lalu lintas laut kini sudah bisa dobel arah lalu lintas laut. Selain itu, kapal peti kemas yang dulunya maksimal berbobot 20.000 DWT, saat ini kapal peti kemas super besar berbobot 50.000 DWT juga sudah bisa masuk ke Tanjung Perak. Bahkan, kapal berisi elpiji maupun LNG yang dulunya hanya berbobot maksimal 12.000 DWT, kini meningkat menjadi kapal berbobot 60.000 DWT yang bisa masuk ke Tanjung Perak.

Begitu juga untuk kapal tanker yang awalnya hanya maksimal berbobot 40.000 DWT, saat ini kapal tanker berbobot 65 DWT juga bisa masuk. Bahkan untuk kapal curah kering, yang awalnya hanya berbobot 40 DWT, saat ini kapal curah kering berbobot 90.000 DWT bisa masuk. Bahkan, seluruh terminal di Tanjung Perak juga ditata dan mulai diklasterisasi.

Terminal Berlian, misalnya, saat ini fokus untuk peti kemas domestik. Sedangkan, terminal peti kemas (TPS) fokus untuk peti kemas domestik dan internasional. Sedangkan, Terminal Jamrud Utara khusus untuk kegiatan bongkar muat curah kering dan general kargo internasional, Terminal Jamrud Barat difungsikan untuk curah kering internasional, Jamrud Selatan untuk general kargo dan curah kering domestik.

Sedangkan, Terminal Mirah untuk kegiatan general kargo domestik, roro terminal, dan project cargo . Terminal Nilam digunakan untuk peti kemas domestik, curah cair, dan general cargo . ”Kami juga sedang membangun Java Integrated Industrial and Ports Estate (JIIPE) JIIPE yang terintegrasi di Manyar,” ujar Djarwo.

Dia menjelaskan, revitalisasi APBS, klasterisasi terminal, mulai beroperasinya Terminal Teluk Lamong, serta rencana pengoperasian Dermaga Manyar bagian dari program tol laut. Konsep tol laut adalah bagaimana bisa meningkatkan konektivitas antarkepulauan di Indonesia dengan mengoptimalkan peran pelabuhan.

Aan haryono
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 4.0966 seconds (0.1#10.140)