Limbah Misterius Cemari Kali Brangkal
A
A
A
MOJOKERTO - Warga di sepanjang aliran Kali Brangkal mengeluhkan pencemaran air sungai. Tidak hanya berbau busuk, limbah misterius itu juga mengakibatkan ikan-ikan mati.
Pencemaran sungai ini berdampak bagi warga di sepanjang aliran sungai yang merupakan pecahan dari Kali Pikatan itu. Mulai Desa Brangkal, Daleman, Japan, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto, hingga di beberapa kelurahan di wilayah Kecamatan Prajuritkulon, Kota Mojokerto. Beberapa wilayah kelurahan yang terdampak di antaranya Kelurahan Surodinawan, Sinoman, Miji, Pulorejo.
Ismaul Huda, warga Kelurahan Sinoman, mengatakan, sudah empat hari ini air sungai yang berada tepat di belakang rumahnya itu tercemar. Selain berwarna kehitaman, kondisi air juga berbusa, terutama di daerah bawah dam. Busa tebal terlihat di sepanjang sungai hingga Sungai Brantas. ”Baunya juga sangat menyengat. Selama saya tinggal di sini, kondisi air sungai tidak pernah seperti ini,” ungkap Huda kemarin.
Dia memperkirakan, limbah yang mencemari sungai ini berasal dari pabrik. Namun, di wilayah Kota Mojokerto tidak ada pabrik yang mengeluarkan limbah cair seperti ini. Dia yakin limbah itu merupakan kiriman dari arah hulu sungai. ”Yang jelas ini kiriman, bukan dari sekitar kelurahan ini. Sejak tercemar, banyak ikan yang mati. Warga tidak berani mengonsumsi ikan yang mati di sepanjang sungai karena dagingnya gembur. Biasanya warga sering memancing ikan di sungai ini,” katanya.
Warga menduga, limbah cair itu berasal dari buangan mobil truk tangki di Jalan Raya Brangkal. Sebab, di sepanjang arah hulu Sungai Brangkal, yakni Sungai Pikatan, juga tidak ada pabrik yang menghasilkan limbah cair. Selama ini sungai yang melintas dari Kecamatan Pacet, Gondang, dan Puri itu terbilang bersih. ”Mungkin saja limbahnya dibuang melalui mobil tangki,” ujarnya.
Selain terganggu dengan bau menyengat, warga juga tidak bisa memanfaatkan air sungai ini untuk kebutuhan sehari- hari. Menurutnya, ada banyak warga yang menggunakan air sungai untuk mencuci pakaian. Sebab, sebelum tercemar limbah, air sungai ini dianggap layak untuk mencuci pakaian. ”Kalau kondisinya seperti ini, tentu saja airnya tak lagi bisa dipakai untuk mencuci pakaian,” tukasnya.
Dia berharap pemerintah daerah segera mencari sumber limbah yang mencemari sungai ini. Jika dibiarkan, seluruh biota air di sungai tersebut akan mati. Selain itu, sungai yang berakhir di Kali Brantas itu juga tak akan bisa dimanfaatkan warga untuk mencuci dan irigasi. ”Harusnya pemerintah daerah segera turun tangan agar ini tak berlarut-larut,” tandasnya.
Sementara itu, warga di Desa Daleman, Kecamatan Sooko, juga merasakan akibat pencemaran ini. Mahmud, salah satu warga, mengungkapkan, biasanya air sungai ini dimanfaatkan warga untuk mencuci dan irigasi. Sejak tercemar, warga bahkan tidak berani menggunakan air ini untuk pengairan di lahan pertanian. ”Iya, sudah beberapa hari ini warnanya berubah dan baunya menyengat. Itu karena limbah,” ujar Mahmud.
Kepala Kantor Lingkungan Hidup (KLH) Kota Mojokerto Nur Hariadi mengaku belum mengetahui adanya pencemaran sungai di wilayahnya itu. Setelah ini pihaknya akan menerjunkan petugas untuk mengecek kondisi sungai. ”Secepatnya akan kami terjunkan untuk mengecek sejauh mana pencemarannya dan tindakan lanjutan,” kata Nur Hariadi.
Dia menduga, sumber pencemaran bukan berasal dari wilayahnya. Karena memang di wilayah Kota Mojokerto, terutama di sepanjang Sungai Brangkal, tidak ada pabrik. ”Itu (limbah) pasti kiriman. Setelah mengecek kondisinya, kami akan koordinasi juga dengan Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Mojokerto. Kami nanti bersama-sama mengatasinya,” tandasnya.
Tritus julan
Pencemaran sungai ini berdampak bagi warga di sepanjang aliran sungai yang merupakan pecahan dari Kali Pikatan itu. Mulai Desa Brangkal, Daleman, Japan, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto, hingga di beberapa kelurahan di wilayah Kecamatan Prajuritkulon, Kota Mojokerto. Beberapa wilayah kelurahan yang terdampak di antaranya Kelurahan Surodinawan, Sinoman, Miji, Pulorejo.
Ismaul Huda, warga Kelurahan Sinoman, mengatakan, sudah empat hari ini air sungai yang berada tepat di belakang rumahnya itu tercemar. Selain berwarna kehitaman, kondisi air juga berbusa, terutama di daerah bawah dam. Busa tebal terlihat di sepanjang sungai hingga Sungai Brantas. ”Baunya juga sangat menyengat. Selama saya tinggal di sini, kondisi air sungai tidak pernah seperti ini,” ungkap Huda kemarin.
Dia memperkirakan, limbah yang mencemari sungai ini berasal dari pabrik. Namun, di wilayah Kota Mojokerto tidak ada pabrik yang mengeluarkan limbah cair seperti ini. Dia yakin limbah itu merupakan kiriman dari arah hulu sungai. ”Yang jelas ini kiriman, bukan dari sekitar kelurahan ini. Sejak tercemar, banyak ikan yang mati. Warga tidak berani mengonsumsi ikan yang mati di sepanjang sungai karena dagingnya gembur. Biasanya warga sering memancing ikan di sungai ini,” katanya.
Warga menduga, limbah cair itu berasal dari buangan mobil truk tangki di Jalan Raya Brangkal. Sebab, di sepanjang arah hulu Sungai Brangkal, yakni Sungai Pikatan, juga tidak ada pabrik yang menghasilkan limbah cair. Selama ini sungai yang melintas dari Kecamatan Pacet, Gondang, dan Puri itu terbilang bersih. ”Mungkin saja limbahnya dibuang melalui mobil tangki,” ujarnya.
Selain terganggu dengan bau menyengat, warga juga tidak bisa memanfaatkan air sungai ini untuk kebutuhan sehari- hari. Menurutnya, ada banyak warga yang menggunakan air sungai untuk mencuci pakaian. Sebab, sebelum tercemar limbah, air sungai ini dianggap layak untuk mencuci pakaian. ”Kalau kondisinya seperti ini, tentu saja airnya tak lagi bisa dipakai untuk mencuci pakaian,” tukasnya.
Dia berharap pemerintah daerah segera mencari sumber limbah yang mencemari sungai ini. Jika dibiarkan, seluruh biota air di sungai tersebut akan mati. Selain itu, sungai yang berakhir di Kali Brantas itu juga tak akan bisa dimanfaatkan warga untuk mencuci dan irigasi. ”Harusnya pemerintah daerah segera turun tangan agar ini tak berlarut-larut,” tandasnya.
Sementara itu, warga di Desa Daleman, Kecamatan Sooko, juga merasakan akibat pencemaran ini. Mahmud, salah satu warga, mengungkapkan, biasanya air sungai ini dimanfaatkan warga untuk mencuci dan irigasi. Sejak tercemar, warga bahkan tidak berani menggunakan air ini untuk pengairan di lahan pertanian. ”Iya, sudah beberapa hari ini warnanya berubah dan baunya menyengat. Itu karena limbah,” ujar Mahmud.
Kepala Kantor Lingkungan Hidup (KLH) Kota Mojokerto Nur Hariadi mengaku belum mengetahui adanya pencemaran sungai di wilayahnya itu. Setelah ini pihaknya akan menerjunkan petugas untuk mengecek kondisi sungai. ”Secepatnya akan kami terjunkan untuk mengecek sejauh mana pencemarannya dan tindakan lanjutan,” kata Nur Hariadi.
Dia menduga, sumber pencemaran bukan berasal dari wilayahnya. Karena memang di wilayah Kota Mojokerto, terutama di sepanjang Sungai Brangkal, tidak ada pabrik. ”Itu (limbah) pasti kiriman. Setelah mengecek kondisinya, kami akan koordinasi juga dengan Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Mojokerto. Kami nanti bersama-sama mengatasinya,” tandasnya.
Tritus julan
(ftr)