Muhammadiyah Tolak Politik Prosedural
A
A
A
SURABAYA - Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengajak masyarakat untuk menolak lima hal yang menjurus pada politik prosedural, yakni politik uang, kampanye hitam, kekerasan, provokasi, dan golput.
Dengan begitu, dia yakin akan lahir proses demokrasi yang cerdas dan hasil berkualitas dengan cara memilih yang tahu rekam jejak kandidat. Dengan begitu, akan lahir pemimpin berjiwa kenegarawanan yang mementingkan kepentingan negara di atas segalanya.
”Tentu Muhammadiyah juga berharap hal yang sama pada Pilkada Serentak 2015. Muhammadiyah ingin lahir pemimpin yang berintegritas, jujur, adil, dan peduli kepada rakyat,” ujarnya saat berkunjung ke Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya kemarin.
Pada kesempatan itu, Haedar turut membubuhkan cap lima jari pada kain putih yang ditempelkan di tembok. Sebelumnya tanpa canggung, pria berkacamata ini mencelupkan telapak tangan kanannya pada bak berisi cat tembok merah. Cap lima jari memiliki makna bahwa Muhammadiyah menolak lima hal terkait pilkada.
”Muhammadiyah yang ikut mendirikan Republik dalam perjalanan sejarah telah berbuat dengan karya nyata, mencerdaskan bangsa. Muhammadiyah memiliki komitmen kuat mewujudkan Indonesia berkemajuan dan berkemakmuran di segala bidang kehidupan, adil, berdaulat, dan bermartabat,” ungkapnya.
Warga Muhammadiyah, kata Haedar, menilai bahwa Indonesia merupakan tempat bersepakat membangun tanpa terkecuali. Berjuang, berkiprah mewujudkan Indonesia berkemajuan. ”Jika inginkan Indonesia maju, berdaulat, harus ada rekonstruksi politik, budaya dan lainnya,” tukasnya.
Lima makna yang ditandai cap lima jari diharapkan mampu memantapkan Indonesia sebagai negara demokrasi. Indonesia, kata dia, merupakan tiga negara terbesar dalam demokrasi setelah Amerika Serikat dan India. Namun perkembangannya, demokrasi Indonesia masih prosedural untuk tata cara dan lainnya.
Demokrasi kehilangan substansi, moralnya. Demokrasi selama ini tanpa filosofi dasar, yakni Pancasila. “Harusnya demokrasi di Indonesia mengedepankan demokrasi berketuhanan, berkemanusiaan, mengedepankan persatuan, kerakyatan, serta berkeadilan,” urainya.
Haedar menegaskan, banyak suguhan menggambarkan tontonan politik hitam, kekerasan, politik uang. Masyarakat sudah banyak disuguhi contoh politik hitam, kekerasan, politik uang. Mencegah jauh lebih bagus dibanding harus menindak. ”Pesan untuk Surabaya, masyarakat sudah bergairah untuk pilkada cukup positif,” nilainya.
Muhammadiyah, kata Haedar, adalah nonpartisan pada pilkada. Warga Muhammadiyah juga dimintanya menjadi pemilih cerdas. Rektor UM Surabaya Sukardiono menambahkan, pelaksanaan Muktamar Muhammadiyah merupakan contoh demokrasi santun, tenggang rasa, dan tepo saliro. ”Kita ingin dari demokrasi hasilkan pemimpin yang berintegritas,” kata Suko, sapaannya.
Dinamisasi-revitalisasi pendidikan menjadi orang nomor satu di PP Muhammadiyah, Haedar Nashir langsung memerhatikan banyaknya lembaga pendidikan Muhammadiyah. ”Program dinamisasi dan revitalisasi pendidikan kami lakukan,” sebut Haedar.
Besarnya jumlah sekolah maupun perguruan tinggi, menurut Haedar, harus didorong untuk mengerek aspek kualitas. Saat di Surabaya, Haedar juga mengumpulkan pihak sekolah Muhammadiyah, mulai MI, SD, SMP, hingga SMA se-Surabaya. Perwakilan sekolahan itu memenuhi Arif Rahman Hakim Convention Hall. ”Guru dan karyawan jangan hanya kerja profesional saja. Kerja juga harus dilandasi niat ibadah. Jadi dapat dunia dan akhirat,” ujarnya.
Dari sekian banyak pihak lembaga pendidikan Muhammadiyah di Surabaya yang hadir, ada Heru Tjahjono, pembina SD Kreatif Muhammadiyah 16 Surabaya. ”SD Kreatif Muhammadiyah 16 Surabaya baru saja menuntaskan pembangunan gedung baru.
Gedung ini dilengkapi tangga yang saat diinjak memunculkan suara seperti piano. Tiap anak tangga yang diinjak mengeluarkan nada dasar. Sistemnya menggunakan sensor,” sebut Heru.
Soeprayitno
Dengan begitu, dia yakin akan lahir proses demokrasi yang cerdas dan hasil berkualitas dengan cara memilih yang tahu rekam jejak kandidat. Dengan begitu, akan lahir pemimpin berjiwa kenegarawanan yang mementingkan kepentingan negara di atas segalanya.
”Tentu Muhammadiyah juga berharap hal yang sama pada Pilkada Serentak 2015. Muhammadiyah ingin lahir pemimpin yang berintegritas, jujur, adil, dan peduli kepada rakyat,” ujarnya saat berkunjung ke Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya kemarin.
Pada kesempatan itu, Haedar turut membubuhkan cap lima jari pada kain putih yang ditempelkan di tembok. Sebelumnya tanpa canggung, pria berkacamata ini mencelupkan telapak tangan kanannya pada bak berisi cat tembok merah. Cap lima jari memiliki makna bahwa Muhammadiyah menolak lima hal terkait pilkada.
”Muhammadiyah yang ikut mendirikan Republik dalam perjalanan sejarah telah berbuat dengan karya nyata, mencerdaskan bangsa. Muhammadiyah memiliki komitmen kuat mewujudkan Indonesia berkemajuan dan berkemakmuran di segala bidang kehidupan, adil, berdaulat, dan bermartabat,” ungkapnya.
Warga Muhammadiyah, kata Haedar, menilai bahwa Indonesia merupakan tempat bersepakat membangun tanpa terkecuali. Berjuang, berkiprah mewujudkan Indonesia berkemajuan. ”Jika inginkan Indonesia maju, berdaulat, harus ada rekonstruksi politik, budaya dan lainnya,” tukasnya.
Lima makna yang ditandai cap lima jari diharapkan mampu memantapkan Indonesia sebagai negara demokrasi. Indonesia, kata dia, merupakan tiga negara terbesar dalam demokrasi setelah Amerika Serikat dan India. Namun perkembangannya, demokrasi Indonesia masih prosedural untuk tata cara dan lainnya.
Demokrasi kehilangan substansi, moralnya. Demokrasi selama ini tanpa filosofi dasar, yakni Pancasila. “Harusnya demokrasi di Indonesia mengedepankan demokrasi berketuhanan, berkemanusiaan, mengedepankan persatuan, kerakyatan, serta berkeadilan,” urainya.
Haedar menegaskan, banyak suguhan menggambarkan tontonan politik hitam, kekerasan, politik uang. Masyarakat sudah banyak disuguhi contoh politik hitam, kekerasan, politik uang. Mencegah jauh lebih bagus dibanding harus menindak. ”Pesan untuk Surabaya, masyarakat sudah bergairah untuk pilkada cukup positif,” nilainya.
Muhammadiyah, kata Haedar, adalah nonpartisan pada pilkada. Warga Muhammadiyah juga dimintanya menjadi pemilih cerdas. Rektor UM Surabaya Sukardiono menambahkan, pelaksanaan Muktamar Muhammadiyah merupakan contoh demokrasi santun, tenggang rasa, dan tepo saliro. ”Kita ingin dari demokrasi hasilkan pemimpin yang berintegritas,” kata Suko, sapaannya.
Dinamisasi-revitalisasi pendidikan menjadi orang nomor satu di PP Muhammadiyah, Haedar Nashir langsung memerhatikan banyaknya lembaga pendidikan Muhammadiyah. ”Program dinamisasi dan revitalisasi pendidikan kami lakukan,” sebut Haedar.
Besarnya jumlah sekolah maupun perguruan tinggi, menurut Haedar, harus didorong untuk mengerek aspek kualitas. Saat di Surabaya, Haedar juga mengumpulkan pihak sekolah Muhammadiyah, mulai MI, SD, SMP, hingga SMA se-Surabaya. Perwakilan sekolahan itu memenuhi Arif Rahman Hakim Convention Hall. ”Guru dan karyawan jangan hanya kerja profesional saja. Kerja juga harus dilandasi niat ibadah. Jadi dapat dunia dan akhirat,” ujarnya.
Dari sekian banyak pihak lembaga pendidikan Muhammadiyah di Surabaya yang hadir, ada Heru Tjahjono, pembina SD Kreatif Muhammadiyah 16 Surabaya. ”SD Kreatif Muhammadiyah 16 Surabaya baru saja menuntaskan pembangunan gedung baru.
Gedung ini dilengkapi tangga yang saat diinjak memunculkan suara seperti piano. Tiap anak tangga yang diinjak mengeluarkan nada dasar. Sistemnya menggunakan sensor,” sebut Heru.
Soeprayitno
(bbg)