Wisatawan Tak Terpengaruh Isu Buaya Lepas
A
A
A
BATU - Sejak akhir pekan kemarin, masyarakat di Kota Batu, Kota Malang, dan Kabupaten Malang, serta calon wisatawan dari Kota Surabaya, dihebohkan dengan informasi lepasnya dua ekor buaya dari sangkarnya di objek wisata Predator Fun Park (PFP) Kota Batu.
Informasi tentang lepasnya dua ekor buaya itu menyebar luas di media sosial. Sampai-sampai Kepolisian Resort Batu dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Jatim turun tangan memastikan kebenarannya tersebut. Humas PFP Kota Batu Rendy Antok Sapto Prutanto menjelaskan, sejak awal buaya yang dipelihara di tempatnya berjumlah 111 ekor. Kemudian saat ini bertambah dua ekor lagi, yaitu hasil sumbangan dari masyarakat Kota Batu.
“Kemarin ada teman-teman LSM dari Kota Batu menyerahkan dua ekor buaya pada kami. Saat ini masih kami karantina. Mungkin masyarakat mengira dua ekor buaya itu milik PFP yang lepas. Padahal sejak Sabtu (25/7) siang jumlahnya tetap 111 ekor,” ujarnya. Dua ekor buaya sumbangan masyarakat panjangnya kirakira 40-50 cm. Saat diserahkan mulutnya terikat dengan isolasi. “Mulai Sabtu pagi, sekuriti, keeper kolam, polisi, dan tim BKSDA, mengecek jumlah buaya dalam sangkarnya. Jumlahnya tetap utuh 111 ekor. Dua ekor buaya sumbangan masyarakat diserahkan Sabtu (26/7) pukul 14.30 WIB,” kata dia.
Jenis buaya yang dipelihara di PFP antara lain buaya muara, buaya moncong, buaya nova, buaya albino, buaya caement, serta buaya putih. “Mereka kami pelihara di dalam 15 kolam. Jadi tidak mungkin lepas dari sangkarnya, karena pagar sangkar rangkap tiga dan tingginya 80 cm,” ujarnya. Ditambahkannya, walaupun dikabarkan ada buaya lepas dari sangkar, tidak menyurutkan animo masyarakat berlibur ke PFP. Saat libur Lebaran kemarin, wisatawan yang berkunjung di atas 2000 orang per hari.
Kepala Desa Tlekung, Kecamatan Junrejo, Bambang Sumarto menambahkan, d iwilayahnya tidak terdapat aliran sungai besar seperti Sungai Brantas, apalagi muara sungai. Karena itu dipastikan dua buaya yang diberikan masyarakat kepada manajemen PFP bukan berasal dari Desa Tlekung.
“Di belakang PFP hanya ada satu aliran sungai kecil dari sumber mata air Kali Ampu. Biasanya yang ada di sungai bukan buaya, tapi bulus atau biawak. Kami tidak tahu dari mana asalnya dua ekor buaya yang diberikan pada manajemen PFP itu,” ucapnya.
Maman adi saputro
Informasi tentang lepasnya dua ekor buaya itu menyebar luas di media sosial. Sampai-sampai Kepolisian Resort Batu dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Jatim turun tangan memastikan kebenarannya tersebut. Humas PFP Kota Batu Rendy Antok Sapto Prutanto menjelaskan, sejak awal buaya yang dipelihara di tempatnya berjumlah 111 ekor. Kemudian saat ini bertambah dua ekor lagi, yaitu hasil sumbangan dari masyarakat Kota Batu.
“Kemarin ada teman-teman LSM dari Kota Batu menyerahkan dua ekor buaya pada kami. Saat ini masih kami karantina. Mungkin masyarakat mengira dua ekor buaya itu milik PFP yang lepas. Padahal sejak Sabtu (25/7) siang jumlahnya tetap 111 ekor,” ujarnya. Dua ekor buaya sumbangan masyarakat panjangnya kirakira 40-50 cm. Saat diserahkan mulutnya terikat dengan isolasi. “Mulai Sabtu pagi, sekuriti, keeper kolam, polisi, dan tim BKSDA, mengecek jumlah buaya dalam sangkarnya. Jumlahnya tetap utuh 111 ekor. Dua ekor buaya sumbangan masyarakat diserahkan Sabtu (26/7) pukul 14.30 WIB,” kata dia.
Jenis buaya yang dipelihara di PFP antara lain buaya muara, buaya moncong, buaya nova, buaya albino, buaya caement, serta buaya putih. “Mereka kami pelihara di dalam 15 kolam. Jadi tidak mungkin lepas dari sangkarnya, karena pagar sangkar rangkap tiga dan tingginya 80 cm,” ujarnya. Ditambahkannya, walaupun dikabarkan ada buaya lepas dari sangkar, tidak menyurutkan animo masyarakat berlibur ke PFP. Saat libur Lebaran kemarin, wisatawan yang berkunjung di atas 2000 orang per hari.
Kepala Desa Tlekung, Kecamatan Junrejo, Bambang Sumarto menambahkan, d iwilayahnya tidak terdapat aliran sungai besar seperti Sungai Brantas, apalagi muara sungai. Karena itu dipastikan dua buaya yang diberikan masyarakat kepada manajemen PFP bukan berasal dari Desa Tlekung.
“Di belakang PFP hanya ada satu aliran sungai kecil dari sumber mata air Kali Ampu. Biasanya yang ada di sungai bukan buaya, tapi bulus atau biawak. Kami tidak tahu dari mana asalnya dua ekor buaya yang diberikan pada manajemen PFP itu,” ucapnya.
Maman adi saputro
(ftr)