Berdamai dengan Kemarau
A
A
A
Ia telah membawa sabun cuci dan sabun mandi yang ditaruhnya di bak kecil. Beberapa warga lainnya telah mengantre mandi atau mencuci di bilik atau jobin kecil itu sehingga Raju mencuci dan mandi agak tergesa-gesa.
Tidak perlu terlalu bersih yang penting bisa menyiram sekujur tubuh agar segar saat menjalani bulan puasa ini. Wiji, 56, warga Dusun Gledekan lainnya, sudah mengantre untuk mengambil air di sumur sumber mata air satusatunya di kampung itu. Ia membawa dua buah jeriken yang dipasang di belakang sepeda pancalnya. Wiji bisa bolak-balik empat hingga lima kali mengambil air di sumur itu.
Setelah memenuhi jeriken itu, ia mengayuh sepeda pancalnya dengan pelan melewati jalan setapak dan pematang sawah yang berkelok sampai ke rumahnya. Raju selesai mandi. Ia kemudian menggendong gentong dari tanah dengan sebuah jarit. Gentong itu berisi air penuh. Sementara tangan kanannya membawa timba berisi pakaian yang telah dicuci, sabun cuci, dan sabun mandi. Ia berjalan pelan melewati jalan setapak dan jalanan kampung.
Panas terik musim kemarau tak dihiraukannya. Raju berjalan sekitar satu kilometer dari lokasi sumber mata air di sumur dekat Kali Gandong itu sampai di rumahnya. Setelah sampai rumah, Raju menuangkan air dalam gentong ke sebuah wadah air di samping rumahnya. Air simpanan itu yang dipakai untuk keperluan air minum, air untuk memasak, dan air minum ternak. Hampir setiap tahun, Dusun Gledekan, Desa Mojodelik, selalu dilanda kesulitan air bersih saat memasuki musim kemarau.
Desa ini dikenal sebagai desa yang kaya akan minyak karena di perut buminya menyimpan cadangan minyak mentah mencapai 450 juta barel yang kini dibor. Namun, warga yang tinggal di kampung ini selalu kesulitan air bahkan untuk air minum sekali pun. Raju menuturkan, dulu pernah ada suatu cerita ada seorang wali yang mampir ke kampung ini. Ia bertamu pada salah seorang rumah warga dan meminta minum. Tetapi, si tuan rumah mengatakan kalau tidak ada air minum.
Kemudian wali itu berucap, “Seterusnya anak keturunanmu yang tinggal di kampung ini akan kesulitan minum.” Rupanya legenda itu dipercaya oleh Raju dan penduduk kampung itu hingga kini. Sebenarnya di Desa Mojodelik itu ada Himpunan Penduduk Pemakai Air Minum (Hippam) yang mengelola air minum bagi warga sekitar.
Pengurus Hippam menyedot air dari salah satu sumber mata air di desa lalu menyalurkan pada warga. Mereka yang berlangganan air itu pun ditarik biaya sesuai pemakaian air. Namun, air dari Hippam itu juga tidak mengalir lancar. Biasanya air hanya keluar pada saat pagi atau sore hari. Itu pun jumlah airnya sedikit dan bergiliran. Beruntung masih ada sumber mata air di sumur dekat Kali Gandong yang berada di ujung barat kampung itu. Sumber mata air itu selalu ada meskipun terjadi kemarau panjang.
Kekeringan dan kesulitan air bersih juga mulai dirasakan warga Dusun Kaliglonggong, Desa/Kecamatan Gayam, Kabupaten Bojonegoro. Warga yang tinggal di dekat lokasi proyek minyak dan gas bumi (migas) Banyu Urip Blok Cepu ini selalu mengalami kesulitan air minum saat memasuki musim kemarau. Menurut Sugiono, 45, warga Dusun Kaliglonggong, kekeringan parah sering dialami warga di kampung ini.
Warga sebenarnya sudah berusaha mengebor sumur untuk mendapatkan air bersih. Namun, air yang berada di kawasan Dusun Kaliglonggong itu rasanya asin dan tidak layak diminum. “Rasanya air di sini asin. Mungkin terlalu banyak mengandung garam,” ujarnya. Untuk mendapatkan air minum, Sugiono dan warga lainnya kini hanya mengandalkan pasokan air dari Hippam yang disalurkan lewat pipa-pipa ke rumah-rumah warga. Namun, suplai air dari Hippam itu terkadang juga tidak lancar.
Setiap bulan Sugiono mengaku membayar untuk pemakaian air itu sebesar Rp30.000 sampai Rp50.000. Biasanya, kata Sugiono, kesulitan air minum baru dirasakan saat memasuki bulan Juli hingga Agustus, tetapi saat musim kemarau tahun ini baru memasuki bulan Mei-Juni sudah kesulitan air minum.
“Sepertinya musim kemarau tahun ini datang lebih awal. Akhirnya banyak juga tanaman padi di sawah yang mati karena tidak ada lagi air,” ujarnya. Ia dan warga lainnya sudah menyampaikan mulai sulit mendapatkan air minum itu pada pihak desa. Ia berharap pihak desa melaporkan ke kecamatan dan kabupaten agar ditindaklanjuti dengan mengirim bantuan air bersih untuk warga di Dusun Kaliglonggong dan sekitarnya. Kekeringan yang melanda wilayah Kabupaten Bojonegoro tahun ini diperkirakan parah.
Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Jawa Timur menyebutkan, musim kemarau tahun ini dimulai pada Mei lalu dan diperkirakan berlangsung hingga akhir tahun 2015. Wilayah Bojonegoro diperkirakan terjadi elnino lemah yang menyebabkan terjadi kekeringan dan potensi kebakaran. Menurut Kasi Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bojonegoro, Budi Mulyono, kondisi kekeringan yang terjadi pada tahun ini diperkirakan akan lebih parah jika dibandingkan dengan kekeringan tahun 2014.
“Tahun ini kemaraunya lebih panjang dan terjadinya kekeringan diperkirakan lebih parah,” ujarnya. Ia memperkirakan dampak kekeringan tahun ini akan melanda 58 desa di 19 kecamatan di Bojonegoro. Kekeringan dan kesulitan air bersih itu merata mulai di daerah selatan, timur, barat, dan tengah Bojonegoro. Daerah yang rawan terjadi kekeringan dan krisis air bersih di antaranya di Kecamatan Kedungadem, Sugihwaras, Sumberejo, Tambakrejo, Ngraho, Kasiman, Ngambon, Purwosari, dan Ngasem.
Daerah ini berada di dekat kawasan hutan yang telah rusak. Sementara daerah yang terdampak kekeringan di Bojonegoro pada tahun 2013 ada 43 desa di 16 kecamatan. Kemudian daerah yang terdampak kekeringan di Bojonegoro tahun 2014 sebanyak 74 desa di 21 kecamatan. Untuk mengantisipasi terjadi kekeringan dan krisis air bersih saat musim kemarau tahun ini, kata dia, pihak BPBD telah melakukan berbagai upaya dengan mengebor sumur di kawasan desa yang selalu kesulitan air bersih di antaranya di Desa Bobol dan Bareng, Kecamatan Sekar. Kemudian mengebor sumur di Desa Bakalan, Kecamatan Tambakrejo.
“Nanti pengeboran sumur itu dilakukan di 30 desa di 17 kecamatan di Bojonegoro,” ujar Budi Mulyono. Pengeboran sumur itu untuk mendapatkan air yang bisa dimanfaatkan warga sekitar. Air itu didistribusikan pada warga desa yang membutuhkan. Lokasi sumber air yang dibor itu juga diupayakan dekat dengan permukiman warga. Dengan begitu warga bisa mudah mengambil air tersebut. Selain itu, BPBD juga siap memberikan bantuan air bersih bagi warga yang membutuhkan.
Namun, kata dia, bantuan air bersih itu terlebih dahulu harus ada permintaan dari desa yang diteruskan ke kecamatan dan kabupaten. Untuk distribusi bantuan air bersih ini, pihak BPBD Bojonegoro siap mengoperasionalkan tujuh truk tangki air minum yang masing-masing mempunyai kapasitas empat ribu liter.
Selain itu, pihak BPBD juga meminta bantuan sejumlah perusahaan di Bojonegoro agar berpartisipasi memberikan bantuan air bersih tersebut. “Air bersih yang diberikan ini layak minum dan sesuai standar PDAM,” ujarnya.
Muhammad Roqib
Bojonegoro
Tidak perlu terlalu bersih yang penting bisa menyiram sekujur tubuh agar segar saat menjalani bulan puasa ini. Wiji, 56, warga Dusun Gledekan lainnya, sudah mengantre untuk mengambil air di sumur sumber mata air satusatunya di kampung itu. Ia membawa dua buah jeriken yang dipasang di belakang sepeda pancalnya. Wiji bisa bolak-balik empat hingga lima kali mengambil air di sumur itu.
Setelah memenuhi jeriken itu, ia mengayuh sepeda pancalnya dengan pelan melewati jalan setapak dan pematang sawah yang berkelok sampai ke rumahnya. Raju selesai mandi. Ia kemudian menggendong gentong dari tanah dengan sebuah jarit. Gentong itu berisi air penuh. Sementara tangan kanannya membawa timba berisi pakaian yang telah dicuci, sabun cuci, dan sabun mandi. Ia berjalan pelan melewati jalan setapak dan jalanan kampung.
Panas terik musim kemarau tak dihiraukannya. Raju berjalan sekitar satu kilometer dari lokasi sumber mata air di sumur dekat Kali Gandong itu sampai di rumahnya. Setelah sampai rumah, Raju menuangkan air dalam gentong ke sebuah wadah air di samping rumahnya. Air simpanan itu yang dipakai untuk keperluan air minum, air untuk memasak, dan air minum ternak. Hampir setiap tahun, Dusun Gledekan, Desa Mojodelik, selalu dilanda kesulitan air bersih saat memasuki musim kemarau.
Desa ini dikenal sebagai desa yang kaya akan minyak karena di perut buminya menyimpan cadangan minyak mentah mencapai 450 juta barel yang kini dibor. Namun, warga yang tinggal di kampung ini selalu kesulitan air bahkan untuk air minum sekali pun. Raju menuturkan, dulu pernah ada suatu cerita ada seorang wali yang mampir ke kampung ini. Ia bertamu pada salah seorang rumah warga dan meminta minum. Tetapi, si tuan rumah mengatakan kalau tidak ada air minum.
Kemudian wali itu berucap, “Seterusnya anak keturunanmu yang tinggal di kampung ini akan kesulitan minum.” Rupanya legenda itu dipercaya oleh Raju dan penduduk kampung itu hingga kini. Sebenarnya di Desa Mojodelik itu ada Himpunan Penduduk Pemakai Air Minum (Hippam) yang mengelola air minum bagi warga sekitar.
Pengurus Hippam menyedot air dari salah satu sumber mata air di desa lalu menyalurkan pada warga. Mereka yang berlangganan air itu pun ditarik biaya sesuai pemakaian air. Namun, air dari Hippam itu juga tidak mengalir lancar. Biasanya air hanya keluar pada saat pagi atau sore hari. Itu pun jumlah airnya sedikit dan bergiliran. Beruntung masih ada sumber mata air di sumur dekat Kali Gandong yang berada di ujung barat kampung itu. Sumber mata air itu selalu ada meskipun terjadi kemarau panjang.
Kekeringan dan kesulitan air bersih juga mulai dirasakan warga Dusun Kaliglonggong, Desa/Kecamatan Gayam, Kabupaten Bojonegoro. Warga yang tinggal di dekat lokasi proyek minyak dan gas bumi (migas) Banyu Urip Blok Cepu ini selalu mengalami kesulitan air minum saat memasuki musim kemarau. Menurut Sugiono, 45, warga Dusun Kaliglonggong, kekeringan parah sering dialami warga di kampung ini.
Warga sebenarnya sudah berusaha mengebor sumur untuk mendapatkan air bersih. Namun, air yang berada di kawasan Dusun Kaliglonggong itu rasanya asin dan tidak layak diminum. “Rasanya air di sini asin. Mungkin terlalu banyak mengandung garam,” ujarnya. Untuk mendapatkan air minum, Sugiono dan warga lainnya kini hanya mengandalkan pasokan air dari Hippam yang disalurkan lewat pipa-pipa ke rumah-rumah warga. Namun, suplai air dari Hippam itu terkadang juga tidak lancar.
Setiap bulan Sugiono mengaku membayar untuk pemakaian air itu sebesar Rp30.000 sampai Rp50.000. Biasanya, kata Sugiono, kesulitan air minum baru dirasakan saat memasuki bulan Juli hingga Agustus, tetapi saat musim kemarau tahun ini baru memasuki bulan Mei-Juni sudah kesulitan air minum.
“Sepertinya musim kemarau tahun ini datang lebih awal. Akhirnya banyak juga tanaman padi di sawah yang mati karena tidak ada lagi air,” ujarnya. Ia dan warga lainnya sudah menyampaikan mulai sulit mendapatkan air minum itu pada pihak desa. Ia berharap pihak desa melaporkan ke kecamatan dan kabupaten agar ditindaklanjuti dengan mengirim bantuan air bersih untuk warga di Dusun Kaliglonggong dan sekitarnya. Kekeringan yang melanda wilayah Kabupaten Bojonegoro tahun ini diperkirakan parah.
Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Jawa Timur menyebutkan, musim kemarau tahun ini dimulai pada Mei lalu dan diperkirakan berlangsung hingga akhir tahun 2015. Wilayah Bojonegoro diperkirakan terjadi elnino lemah yang menyebabkan terjadi kekeringan dan potensi kebakaran. Menurut Kasi Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bojonegoro, Budi Mulyono, kondisi kekeringan yang terjadi pada tahun ini diperkirakan akan lebih parah jika dibandingkan dengan kekeringan tahun 2014.
“Tahun ini kemaraunya lebih panjang dan terjadinya kekeringan diperkirakan lebih parah,” ujarnya. Ia memperkirakan dampak kekeringan tahun ini akan melanda 58 desa di 19 kecamatan di Bojonegoro. Kekeringan dan kesulitan air bersih itu merata mulai di daerah selatan, timur, barat, dan tengah Bojonegoro. Daerah yang rawan terjadi kekeringan dan krisis air bersih di antaranya di Kecamatan Kedungadem, Sugihwaras, Sumberejo, Tambakrejo, Ngraho, Kasiman, Ngambon, Purwosari, dan Ngasem.
Daerah ini berada di dekat kawasan hutan yang telah rusak. Sementara daerah yang terdampak kekeringan di Bojonegoro pada tahun 2013 ada 43 desa di 16 kecamatan. Kemudian daerah yang terdampak kekeringan di Bojonegoro tahun 2014 sebanyak 74 desa di 21 kecamatan. Untuk mengantisipasi terjadi kekeringan dan krisis air bersih saat musim kemarau tahun ini, kata dia, pihak BPBD telah melakukan berbagai upaya dengan mengebor sumur di kawasan desa yang selalu kesulitan air bersih di antaranya di Desa Bobol dan Bareng, Kecamatan Sekar. Kemudian mengebor sumur di Desa Bakalan, Kecamatan Tambakrejo.
“Nanti pengeboran sumur itu dilakukan di 30 desa di 17 kecamatan di Bojonegoro,” ujar Budi Mulyono. Pengeboran sumur itu untuk mendapatkan air yang bisa dimanfaatkan warga sekitar. Air itu didistribusikan pada warga desa yang membutuhkan. Lokasi sumber air yang dibor itu juga diupayakan dekat dengan permukiman warga. Dengan begitu warga bisa mudah mengambil air tersebut. Selain itu, BPBD juga siap memberikan bantuan air bersih bagi warga yang membutuhkan.
Namun, kata dia, bantuan air bersih itu terlebih dahulu harus ada permintaan dari desa yang diteruskan ke kecamatan dan kabupaten. Untuk distribusi bantuan air bersih ini, pihak BPBD Bojonegoro siap mengoperasionalkan tujuh truk tangki air minum yang masing-masing mempunyai kapasitas empat ribu liter.
Selain itu, pihak BPBD juga meminta bantuan sejumlah perusahaan di Bojonegoro agar berpartisipasi memberikan bantuan air bersih tersebut. “Air bersih yang diberikan ini layak minum dan sesuai standar PDAM,” ujarnya.
Muhammad Roqib
Bojonegoro
(ars)