Bagas Jadi Tumpuan Harapan Keluarga

Jum'at, 19 Juni 2015 - 08:47 WIB
Bagas Jadi Tumpuan Harapan...
Bagas Jadi Tumpuan Harapan Keluarga
A A A
YOGYAKARTA - Terlahir dari keluarga kurang berada tak menyurutkan keinginan Bagas Wahyu Setiyaningsih untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.

Semangat belajar gadis yang biasa disapa Bagas ini bahkan patut diacungi jempol. "Sekolah saya di SMAN 2 Magetan, jaraknya cukup jauh. Tapi saya tahu akan keadaan orang tua saya. Saya tidak mungkin kos seperti temanteman yang lain, karena akan menambah pengeluaran keluarga kami," ujar calon mahasiswa UGM yang lolos beasiswa Bidikmisi ini.

Tidak adanya biaya hidup lebih untuk kos di dekat sekolahnya membuat Bagas harus menempuh jarak 16 km setiap pagi dari rumahnya di Pucanganom, Kendal, Ngawi agar bisa sampai ke sekolah. Jarak tersebut dilaluinya menggunakan sebuah sepeda motor orang tuanya. Meskipun harus menempuh jarak yang cukup jauh dan berliku dari kaki Gunung Lawu, prestasi Bagas di sekolah cukup bagus.

"Alhamdulillah, saya selalu bisa masuk lima besar di kelas. Saya selalu berusaha belajar dengan baik karena tidak ingin mengecewakan kedua orang tua saya," katanya. Semangat dan disiplin dalam belajar ini akhirnya tidak sia-sia. Bagas diterima masuk di Jurusan Ilmu Keperawatan UGM melalui jalur Bidikmisi. Berhasil meraih “jalan” agar keinginannya menjadi perawat tercapai, merupakan kebahagiaan tersendiri dalam hidupnya.

"Alhamdulillah, senang rasanya bisa diterima di UGM. Saya sendiri sejak awal memang tertarik dengan dunia keperawatan. Semoga saya bisa menyelesaikan studi dengan baik di UGM," papar gadis kelahiran 14 Agustus 1997 itu.

Anak pasangan Rahmanto dan Suprapti ini adalah anak kedua dari dua bersaudara. Memilih Jurusan Ilmu Keperawatan bukanlah tanpa alasan. Selama ini Bagas memang cukup aktif dalam kegiatan Pramuka dan PMR di sekolahnya. Bahkan, sebelum ada kepastian dari UGM, dirinya telah diterima pula di sebuah politeknik kesehatan. Meskipun berasal dari keluarga pas-pasan, Bagas pun tidak merasa minder.

Ayahnya, Rahman to, adalah penjual mi ayam di pasar. Sedangkan ibunya adalah ibu rumah tangga. Penghasilan keluarganya per bulan sekitar Rp1 juta. Menurut Suprapti, ayah Bagas sebenarnya sudah sering sakit-sakitan dan pernah masuk rumah sakit karena maag kronis. "Bapak sebenarnya sakit maag bahkan pernah sampai keluar darah. Kalau sudah kumat, terpaksa tidak bisa jualan. Akhirnya, ya nggak dapat pemasukan," tutur Suprapti.

Kini, setelah diterima di UGM, keluarga berharap nantinya Bagas bisa mendapatkan pekerjaan yang layak dan bisa meringankan beban orang tua.

Ratih Keswara
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5942 seconds (0.1#10.140)