Balai Besar TNGL Tangkap Pemburu Paruh Burung Rangkong
A
A
A
MEDAN - Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) menangkap dua orang yang terlibat dalam perdagangan paruh burung Rangkong yakni, Ja (37) dan Al (28). Kedua warga Desa Namutongan di Desa Namutongan, Kecamatan Kutambaru, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, itu ditangkap Minggu (14/6/2015) siang.
Dalam paparannya, Kepala Balai Besar TNGL Andi Basrul mengungkapkan, penangkapan kedua pelaku berawal dari penyamaran yang dilakukan oleh anggotanya dengan berpura-pura sebagai pembeli.
"Sebenarnya, sudah lama kita incar. Tapi, baru hari ini ketangkap tangannya. Awalnya, ada anggota kita yang melakukan penyamaran berpura-pura sebagai pembeli paruh burung Rangkong ini. Begitu mau transaksi kita tangkap. Ada dua pelaku. Sekarang kita amankan di kantor," kata Andi Basrul kepada wartawan di kantornya, Minggu (14/6/2015).
Andi Basrul menambahkan, selain kedua warga yang terlibat dalam perdagangan paruh burung Rangkong itu, petugas Balai Besar TNGL juga menyita barang bukti berupa 12 paruh burung Rangkong, dua senapan angin yang sudah dimodifikasi, dan dua unit handphone.
Semua barang bukti tersebut sedang dalam proses pemeriksaan, termasuk kedua warga yang terlibat dalam perdagangan paruh burung Rangkong tersebut.
"Sekarang sedang kita periksa dan selidiki, apakah ada kemungkinan keterlibatan oknum tertentu. Bagaimana jaringannya sebenarnya, kita belum dapat memastikan. Besok (hari ini, red), kita kembangkan ke mana arahnya," ujarnya.
Andi menyebutkan, menurut informasi yang diperoleh, paruh burung Rangkong ini akan diekspor ke luar negeri seperti China, Vietnam, Hongkong, dan Singapura. Paruh burung Rangkong yang dipercaya sangat berkhasiat untuk menyembuhkan penyakit ini dihargai sekitar Rp9 juta per satu paruhnya.
Menurutnya, meskipun saat ini jumlah populasi burung Rangkong masih terbilang banyak, namun perburuan dan perdagangan paruh burung Rangkong ini dilarang. Sebab, menurut PP 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis dan Satwa, burung Rangkong merupakan salah satu satwa yang dilindungi.
"Karena merupakan satwa yang dilindungi, bagi siapa yang melakukan perburuan akan dikenakan hukuman 5 tahun penjara dengan denda Rp100 juta sesuai dengan UU No 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya," ucapnya.
Dalam paparannya, Kepala Balai Besar TNGL Andi Basrul mengungkapkan, penangkapan kedua pelaku berawal dari penyamaran yang dilakukan oleh anggotanya dengan berpura-pura sebagai pembeli.
"Sebenarnya, sudah lama kita incar. Tapi, baru hari ini ketangkap tangannya. Awalnya, ada anggota kita yang melakukan penyamaran berpura-pura sebagai pembeli paruh burung Rangkong ini. Begitu mau transaksi kita tangkap. Ada dua pelaku. Sekarang kita amankan di kantor," kata Andi Basrul kepada wartawan di kantornya, Minggu (14/6/2015).
Andi Basrul menambahkan, selain kedua warga yang terlibat dalam perdagangan paruh burung Rangkong itu, petugas Balai Besar TNGL juga menyita barang bukti berupa 12 paruh burung Rangkong, dua senapan angin yang sudah dimodifikasi, dan dua unit handphone.
Semua barang bukti tersebut sedang dalam proses pemeriksaan, termasuk kedua warga yang terlibat dalam perdagangan paruh burung Rangkong tersebut.
"Sekarang sedang kita periksa dan selidiki, apakah ada kemungkinan keterlibatan oknum tertentu. Bagaimana jaringannya sebenarnya, kita belum dapat memastikan. Besok (hari ini, red), kita kembangkan ke mana arahnya," ujarnya.
Andi menyebutkan, menurut informasi yang diperoleh, paruh burung Rangkong ini akan diekspor ke luar negeri seperti China, Vietnam, Hongkong, dan Singapura. Paruh burung Rangkong yang dipercaya sangat berkhasiat untuk menyembuhkan penyakit ini dihargai sekitar Rp9 juta per satu paruhnya.
Menurutnya, meskipun saat ini jumlah populasi burung Rangkong masih terbilang banyak, namun perburuan dan perdagangan paruh burung Rangkong ini dilarang. Sebab, menurut PP 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis dan Satwa, burung Rangkong merupakan salah satu satwa yang dilindungi.
"Karena merupakan satwa yang dilindungi, bagi siapa yang melakukan perburuan akan dikenakan hukuman 5 tahun penjara dengan denda Rp100 juta sesuai dengan UU No 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya," ucapnya.
(zik)