Penulis Cilik Mulai Merajalela
A
A
A
Para penulis cilik kini mulai bermunculan di berbagai sekolah. Mereka kini mampu mengubah persepsi kalau masa kecil tidak hanya bermain, tetapi juga bisa diisi dengan kegiatan yang produktif untuk bekal mereka di masa depan.
Maritza, 8, siswi SD Muhammadiyah 4 Pucang, Surabaya, terus saja memegang buku kecil putih dengan pita pinkberlogo Hello Kitty. Ia duduk di bangku sekolah yang sengaja diletakkan di depan kelas untuk bersantai. Matanya sesekali memandang jalan raya untuk memastikan ibunya datang menjemput pulang sekolah. Tas ransel bermotif kotak-kotak kini diletakkan di sampingnya, bersandar pada dinding kelas.
Buku yang tadinya dipegang erat kini mulai dibuka. Empat paragraf tulisan sudah diselesaikannya sejak tadi pagi. Kini dia mengambil pena yang ada di saku untuk melanjutkan cerita pendek yang direncanakan untuk menjadi buku. Suara kendaraan yang lalu lalang dengan bunyi klakson kencang tak membuatnya terganggu. Dia hanya fokus pada cerita yang terus dikembangkan, ditulis indah dalam kertas sebelum nantinya disalin di komputer.
Sesekali dia menebar senyum kecil ketika menggoreskan tintanya di permukaan buku. Beberapa temannya mencoba membuyarkan konsentrasinya dengan mengajaknya bermain di halaman sekolah yang ada di Jalan Pucang Anom itu. Namun, dia tak terganggu dengan ajakan itu. Ia tetap fokus menyelesaikan buku tentang cerita pendek yang kini sudah masuk ke halaman 40. “Ini masih coba-coba, tapi asyik kok,” katanya.
Menulis baginya memang dunia yang menyenangkan. Ia baru menemukan kesukaan itu sejak duduk di bangku kelas II. Di sela-sela hari libur, dia selalu menghabiskan waktunya untuk menulis. Setiap bepergian pun, bukunya selalu dibawa, menjadi teman setia yang selalu ada ketika ide untuk menulis tiba-tiba muncul.
Cerita yang dipilih pun sederhana. Ia mencoba membingkai cerita persahabatan yang dijalin antarteman. “Ini kisahnya kami berpisah. Pindah sekolah ketika sahabatku harus ikut orang tuanya ke Bandung,” jelasnya. Awalnya memang iseng ketika memulai pertama menulis. Ia ingin menghilangkan kerinduan dengan sahabatnya yang bernama Putri.
Dari tulisan itu, rasa rindu menjadi terobati. Gayung pun bersambut. Beberapa temannya sekelas juga mulai banyak yang menekuni dunia menulis. Beberapa dari mereka sudah ada yang membuat buku dan dicetak penerbit. “Jadi kami makin rajin untuk terus menulis,” katanya.
Setyawan, salah satu orang tua, mengatakan, bagi anakanak, menulis memang menjadi dunia baru yang kini digemari. Di rumahnya, anak pertamanya mulai giat menulis. Sebagai orang tua, dia hanya bisa memberikan dorongan untuk maju.
Waktu itu dia sempat kebingungan karya anaknya yang menulis berbagai macam tema mau dibuat apa. Apalagi bagi anakanak, mereka kini sudah berani menuangkan imajinasinya ke dalam tulisan. “Sempat kepikiran untuk dikirim ke media massa biar nanti bisa diterbitkan. Kananak-anak senang kalau tulisannya dimuat,” ucapnya.
Namun, keinginan itu akhirnya pupus karena dia tak tahu harus mengirim ke media apa tulisan yang dibuat anaknya. Sebab, saat ini media massa yang berbasis anak-anak memang terbatas. Untungnya, kata Setyawan, anaknya tak putus asa. Ia tetap menulis setiap hari. Meskipun masih duduk di bangku SD, anaknya tetap menulis seperti orang dewasa. Sehari bisa satu tulisan yang utuh. Ia pun memberikan asupan buku bagi anaknya.
Cara itu dilakukan supaya ada referensi yang bisa dijadikan pedoman bagi buah hatinya untuk terus berkarya. Upaya itu ternyata berhasil. Tulisan anaknya lebih beragam dan utuh kalau dibaca. “Saya akhirnya dapat penerbit yang mau membukukan karyanya. Rasanya senang sekali punya anak yang masih belia dan sudah punya buku,” katanya.
Ia mengaku lebih bahagia anaknya memiliki hobi menulis. Sebab, dia tak perlu khawatir anaknya main di jalan raya yang bisa membahayakan dirinya. Istrinya juga bisa mengawasi setiap saat ketika anaknya berada di rumah dengan dunia menulis yang begitu luas untuk digali.
h, pembina menulis di SD Muhammadiyah 4 Pucang, Surabaya, mengatakan, minat anak sekolah untuk menulis memang terus digemari. Mereka rata-rata sudah memahami tentang karya yang bisa diciptakan dalam usia belia. Pihak sekolah sendiri memberikan wadah yang luas bagi para siswa untuk mengembangkan kemampuan menulis.
Mereka bisa menelurkan imajinasinya dalam tindakan positif yang lebih produktif. “Kami mencoba memberikan sarana bagi mereka untuk tetap menulis. Sejak kecil pun mereka sudah ada yang dapat honor dari menulis,” katanya.
Aan haryono
Maritza, 8, siswi SD Muhammadiyah 4 Pucang, Surabaya, terus saja memegang buku kecil putih dengan pita pinkberlogo Hello Kitty. Ia duduk di bangku sekolah yang sengaja diletakkan di depan kelas untuk bersantai. Matanya sesekali memandang jalan raya untuk memastikan ibunya datang menjemput pulang sekolah. Tas ransel bermotif kotak-kotak kini diletakkan di sampingnya, bersandar pada dinding kelas.
Buku yang tadinya dipegang erat kini mulai dibuka. Empat paragraf tulisan sudah diselesaikannya sejak tadi pagi. Kini dia mengambil pena yang ada di saku untuk melanjutkan cerita pendek yang direncanakan untuk menjadi buku. Suara kendaraan yang lalu lalang dengan bunyi klakson kencang tak membuatnya terganggu. Dia hanya fokus pada cerita yang terus dikembangkan, ditulis indah dalam kertas sebelum nantinya disalin di komputer.
Sesekali dia menebar senyum kecil ketika menggoreskan tintanya di permukaan buku. Beberapa temannya mencoba membuyarkan konsentrasinya dengan mengajaknya bermain di halaman sekolah yang ada di Jalan Pucang Anom itu. Namun, dia tak terganggu dengan ajakan itu. Ia tetap fokus menyelesaikan buku tentang cerita pendek yang kini sudah masuk ke halaman 40. “Ini masih coba-coba, tapi asyik kok,” katanya.
Menulis baginya memang dunia yang menyenangkan. Ia baru menemukan kesukaan itu sejak duduk di bangku kelas II. Di sela-sela hari libur, dia selalu menghabiskan waktunya untuk menulis. Setiap bepergian pun, bukunya selalu dibawa, menjadi teman setia yang selalu ada ketika ide untuk menulis tiba-tiba muncul.
Cerita yang dipilih pun sederhana. Ia mencoba membingkai cerita persahabatan yang dijalin antarteman. “Ini kisahnya kami berpisah. Pindah sekolah ketika sahabatku harus ikut orang tuanya ke Bandung,” jelasnya. Awalnya memang iseng ketika memulai pertama menulis. Ia ingin menghilangkan kerinduan dengan sahabatnya yang bernama Putri.
Dari tulisan itu, rasa rindu menjadi terobati. Gayung pun bersambut. Beberapa temannya sekelas juga mulai banyak yang menekuni dunia menulis. Beberapa dari mereka sudah ada yang membuat buku dan dicetak penerbit. “Jadi kami makin rajin untuk terus menulis,” katanya.
Setyawan, salah satu orang tua, mengatakan, bagi anakanak, menulis memang menjadi dunia baru yang kini digemari. Di rumahnya, anak pertamanya mulai giat menulis. Sebagai orang tua, dia hanya bisa memberikan dorongan untuk maju.
Waktu itu dia sempat kebingungan karya anaknya yang menulis berbagai macam tema mau dibuat apa. Apalagi bagi anakanak, mereka kini sudah berani menuangkan imajinasinya ke dalam tulisan. “Sempat kepikiran untuk dikirim ke media massa biar nanti bisa diterbitkan. Kananak-anak senang kalau tulisannya dimuat,” ucapnya.
Namun, keinginan itu akhirnya pupus karena dia tak tahu harus mengirim ke media apa tulisan yang dibuat anaknya. Sebab, saat ini media massa yang berbasis anak-anak memang terbatas. Untungnya, kata Setyawan, anaknya tak putus asa. Ia tetap menulis setiap hari. Meskipun masih duduk di bangku SD, anaknya tetap menulis seperti orang dewasa. Sehari bisa satu tulisan yang utuh. Ia pun memberikan asupan buku bagi anaknya.
Cara itu dilakukan supaya ada referensi yang bisa dijadikan pedoman bagi buah hatinya untuk terus berkarya. Upaya itu ternyata berhasil. Tulisan anaknya lebih beragam dan utuh kalau dibaca. “Saya akhirnya dapat penerbit yang mau membukukan karyanya. Rasanya senang sekali punya anak yang masih belia dan sudah punya buku,” katanya.
Ia mengaku lebih bahagia anaknya memiliki hobi menulis. Sebab, dia tak perlu khawatir anaknya main di jalan raya yang bisa membahayakan dirinya. Istrinya juga bisa mengawasi setiap saat ketika anaknya berada di rumah dengan dunia menulis yang begitu luas untuk digali.
h, pembina menulis di SD Muhammadiyah 4 Pucang, Surabaya, mengatakan, minat anak sekolah untuk menulis memang terus digemari. Mereka rata-rata sudah memahami tentang karya yang bisa diciptakan dalam usia belia. Pihak sekolah sendiri memberikan wadah yang luas bagi para siswa untuk mengembangkan kemampuan menulis.
Mereka bisa menelurkan imajinasinya dalam tindakan positif yang lebih produktif. “Kami mencoba memberikan sarana bagi mereka untuk tetap menulis. Sejak kecil pun mereka sudah ada yang dapat honor dari menulis,” katanya.
Aan haryono
(ftr)