Tak Lelah Tuntut Ganti Rugi

Jum'at, 29 Mei 2015 - 10:12 WIB
Tak Lelah Tuntut Ganti...
Tak Lelah Tuntut Ganti Rugi
A A A
SIDOARJO - Pada 29 Mei 2006, tepat sembilan tahun lalu, gas bercampur lumpur panas menyembur dari dalam perut bumi Porong, Sidoarjo. Semburan dari sumur pengeboran minyak Banjarpanji 1 milik PT Lapindo Brantas Inc di Dusun Balongnongo, Desa Renokenongo, yang awalnya kecil dengan cepat membesar menjadi malapetaka tak diketahui kapan berhentinya.

Tidak hanya merendam ribuan rumah di empat kecamatan, semburan lumpur yang hingga kini belum berhenti itu juga ”merendam” seluruh kehidupan sosial ekonomi warga di kawasan itu. Ribuan warga terusir dari kampung halaman, tempat mereka dilahirkan dan tumbuh. Banyak orang kehilangan mata pencarian dan anak-anak terpaksa sekolah di tempat-tempat penampungan.

Sembilan tahun berlalu, kehidupan mereka memang berangsur mulai pulih. Satu hal yang mengganjal, janji pelunasan ganti rugi yang bertahun-tahun itu belum juga mereka dapatkan. Namun mereka tak lelah terus menuntut apa yang menjadi hak mereka. Setelah Lapindo Brantas ”menyerah” pelunasan ganti rugi diambil alih pemerintah melalui skema dana pinjaman atau talangan pada Lapindo.

Dana itu telah dianggarkan melalui APBN Perubahan 2015 sebesar Rp827 miliar. Sayangnya hingga kini dana tersebut belum bisa dicairkan. Menurut Ketua Pansus Lumpur DPRD Sidoarjo Mahmud, di luar aset-aset milik pengusaha, dari 13.317 berkas aset korban lumpur masih ada 3.337 berkas yang belum dibayar nilainya sekitar Rp781 miliar. Sisanya sudah dibayar PT Minarak Lapindo Jaya (anak usaha Lapindo Brantas Inc) dengan mekanisme pemba-yaran 20% dan 80% serta ganti tanah dan rumah (resetlement ).

Humas Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) Dwinanto Hesti Prasetyo mengakui, keputusan presiden untuk pencairan dana ganti rugi telah terbit. Tim percepatan yang dibentuk berdasarkan Keppres Nomor 11/2015 pun telah membuat tim teknis untuk proses pencarian.

Menurut dia, hingga kini tim masih menegosiasi dengan Lapindo mengenai syarat-syarat teknis pencairan ganti rugi. Seperti diketahui, beberapa syarat pencairan dana pinjaman itu pengembalian dana oleh Lapindo dalam jangka empat tahun dan ada jaminan serta bunganya. Syarat ini yang masih dibahas dan belum ada titik temu sehingga membuat proses pencairan ganti rugi untuk korban belum terlaksana hingga hari ini.

Direktur Utama PT Minarak Lapindo Jaya, Andi Darussalam Tabussala menjelaskan, Lapindo melalui Minarak dan pemerintah tinggal menyepakati masalah bunga tersebut. Minarak meminta pengembalian dana pinjaman tersebut tidak disertai bunga sebesar 4% seperti diminta pemerintah dengan dalih tak ingin kena pajak.

”Jadi bukan kami yang menundanunda proses pembayaran. Saya menyayangkan pihak-pihak yang mengompor-ngompori warga sehingga menjadi resah. Time schedule sudah ada, jadi pasti dibayar,” kata Andi.

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono yang menjadi bagian tim pencairan ganti rugi optimistis pencairan bisa terealisasi sebelum Lebaran. Menurut dia dana talangan ganti rugi itu sudah tersedia di Kementerian Keuangan dan peraturan presiden yang menjadi payung hukum pencairan anggaran sudah ada. ”Perpresnya sudah turun. Jadi setelah tim melaporkan pasti langsung dibayarkan,” ujar dia.

Pengusaha Menuntut Sama

Selain warga, Lapindo masih punya kewajiban membayar ganti rugi 30 perusahaan yang nilainya Rp724 miliar. Berbeda dengan warga, ganti rugi pengusaha dilakukan dengan sistem busines to busines . Artinya, setiap perusahaan boleh jadi memperoleh ganti rugi yang tak sama sesuai dengan kesepakatan dengan PT Minarak sebagai juru bayar Lapindo.

Minarak memang telah membayar sebagian kecil ganti rugi untuk pengusaha tersebut bervariasi antara 10-30%. Sesuai perjanjian antara Minarak dengan pengusaha bila selama dua tahun Lapindo tidak bisa melunasi pembayaran, pengusaha bisa mengambil kembali surat-surat aset mereka. Pengusaha meminta diperlakukan sama seperti warga korbanlumpur.

Ketua Gabungan Pengusaha Korban Lumpur Lapindo (GPKLL) Ritonga berharap agar ganti rugi pengusaha korban lumpur juga dibayar pemerintah seperti yang dilakukan kepada warga korban lumpur.

Dalam hal ini pemerintah bisa segera memasukkan anggaran untuk dana talangan pengusaha korban lumpur dalam APBN. Pengusaha merasa selalu ditinggal dalam penyelesaian ganti rugi. Ketika pemerintah menyatakan kesiapan memberi dana talangan, pengusaha pun merasa mendapat angin segar.

Pengusaha yang tergabung dalam GPKLL langsung meninggalkan komitmen dengan MLJ karena dianggap wanprestasi. Namun, mereka kecewa lantaran tidak dimasukkan sebagai bagian korban yang berhak menerima dana pinjaman dari APBN.

Abdul rouf
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.2649 seconds (0.1#10.140)