Musik dan Pembangunan Karakter Anak

Sabtu, 16 Mei 2015 - 09:54 WIB
Musik dan Pembangunan Karakter Anak
Musik dan Pembangunan Karakter Anak
A A A
Keahlian dalam memainkan alat musik masih menjadi minat orang tua kepada anaknya. Ruang les privat musik pun penuh. Anak-anak sejak dini sudah dikenalkan dengan melodi dan kemampuan khusus memainkan berbagai alat musik, yang sedikit bisa mengalihkan perhatiannya dalam melewati fase emas anak.

Maulana Reinaldi, 6, lincah memainkan tangannya untuk menaklukkan lagu The Lazy Song milik Bruno Mars. Wajahnya tak kelihatan dari depan. Simbal dan bas drum yang berukuran besar telah menenggelamkan wajahnya. Meskipun masih kecil, dia piawai menghentakkan kaki dan memainkan tangan. Matanya sesekali melirik penonton yang berjejer rapi dalam sebuah acara battle drum Surabaya.

Senyum manis baru terlihat di pertengahan lagu, dia merasa sudah menguasai lagu secara penuh. Keringat sebesar biji jagung pun mulai berlarian di keningnya. Di sudut panggung, Johan Reinaldi, ayahnya terlihat cemas. Rasa senang bercampur ketegangan menjadi satu. Dia khawatir anak sulungnya itu kehilangan kontrol dalam lagu yang dibawakan. Pandangannya tetap fokus ke arah panggung. Beberapa kali teriakan keluar dari mulutnya untuk memberikan semangat.

“Ini lomba pertama yang diikuti. Rasanya aneh dan tegang juga melihatnya duduk di sana dengan drum yang besar-besar,” kata Johan. Selesai bertanding, murid TK Aisyiyah Bustanul Athfal (ABA) 02 Surabaya itu langsung menuju ke arah ayahnya. Senyumnya semakin lebar. Kaos putih dengan kombinasi garis merah yang dikenakan Maulana langsung basah oleh keringat.

Saat anaknya berhasil menyelesaikan lagu sampai akhir, Johan langsung bersyukur. “Baru ikut les drum selama empat bulan. Ikut kompetisi drum hanya untuk melatih keberanian saja,” katanya. Selama ini, katanya, Maulana termasuk anak tertutup. Setiap hari dia memilih bermain di rumah. Tablet android menjadi teman satu-satunya yang selalu dibawa kemana pun. Kondisi itu membuat dirinya cemas.

Dia tak ingin anaknya hanya tergantung pada permainan online, sementara sosialisasi dengan pihak luar jarang dilakukan. Saat melihat minat anaknya, dia memilih untuk les privat drum. Pilihan drum berasal dari anaknya. Saat disuruh memilih berbagai alat musik, Maulana langsung menunjuk drum. Rasa ingin tahu yang tinggi dari anaknya membuat dirinya yakin untuk mengasah skill yang nanti bisa bermanfaat bagi buah hatinya.

Untuk sekolah privat drum itu, dia mengaku harus mengeluarkan kocek sebesar Rp500 ribu setiap bulan. Latihannya sepekan sekali. “Kini Maulana mau untuk berkumpul dengan orang banyak. Rasanya senang sekali ada perubahan seperti itu,” katanya. Bagi Johan, dia dan istrinya tak punya darah seni, baik itu bermusik ataupun yang lainnya. Namun, perkembangan musik yang menyenangkan bagi anak membuat dirinya nyaman-nyaman saja ketika anaknya memulai belajar musik.

“Kalau efek positifnya mendukung kenapa tidak dilakukan,” katanya. Kondisi sama juga dialami pasangan Herman Wijaya dan Adelia. Putrinya yang kini masih duduk di bangku TK B sudah piawai bermain piano. Ada kegiatan bermusik itu membuat anaknya semakin bersemangat dalam bersekolah. Dulu ketika belum mengikuti les piano, Dre Sisilia malas ke sekolah.

Herman bahkan sempat berpikir kalau lingkungan di sekolah lamanya yang tak nyaman, sehingga dia memutuskan memindah sekolah anaknya itu. Setelah pindah, kebiasaan Dre yang tak suka datang ke sekolah masih terjadi. Saran dari seorang teman membuat Herman mengambil keputusan mengikuti les privat piano untuk anaknya. “Ternyata dia nyaman dan suka. Efek baiknya tak lagi malas kalau disuruh sekolah,” katanya.

Di Surabaya saat ini mulai berhamburan tempat privat musik. Berbagai sekolah gitar, piano, biola, dan drum, membanjiri berbagai kawasan di Kota Pahlawan. Mereka pun menawarkan berbagai pilihan serta keuntungan yang diperoleh ketika menempuh pendidikan musik di sana. Beberapa sekolah musik pun memberikan garansi untuk mahir memainkan alat musik dalam hitungan bulan. Mereka juga selalu menyertakan siswanya ikut kompetisi maupun festival musik di beberapa kota.

Bahkan, beberapa kelas di sekolah musik harus dipesan setahun sebelumnya untuk mendapatkan jatah. Tingginya minat warga Surabaya mengirim anaknya sekolah musik membuat lembaga privat tak bisa menampung semuanya. “Kalau mau hasilnya maksimal, satu guru hanya memegang satu siswa. Kalau sampai semua diterima nanti hasilnya tak bagus,” ujar Ricky, salah satu guru les gitar di Wonocolo.

Meskipun hanya les privat, pihaknya juga memiliki pakem kurikulum untuk diberikan kepada siswanya. Rata-rata dari semua siswa yang pernah mengikuti les privat mereka bisa menguasai alat musik ketika menyelesaikan kurikulum yang dibuat. Selain membuka les privat sendiri, dia juga kerap dipanggil beberapa sekolah formal yang ingin siswanya diberikan pendidikan musik.

Namun, pesanan itu sifatnya tak pasti. Terkadang dalam satu tahun ada 2-3 kali pesanan. “Kadang juga setahun sekali baru ada order,” katanya. Ia menambahkan, pihak sekolah kadang memanggil guru privat itu biasanya dipakai untuk persiapan acara tahunan di sekolah yang menampilkan kreativitas siswa. “Jadi kadang kami kebut untuk mengejar waktu pelaksanaan,” katanya.

Aan haryono
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0329 seconds (0.1#10.140)