Rekanan Exxon Diduga Cemari Lingkungan

Kamis, 14 Mei 2015 - 09:25 WIB
Rekanan Exxon Diduga...
Rekanan Exxon Diduga Cemari Lingkungan
A A A
BOJONEGORO - Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Bojonegoro melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke PT Dwi Jaya Banyu Urip (PT DJBU) di Desa Sudu, Kecamatan Gayam. Sidak didasari laporan warga yang menduga ada pencemaran limbah industri dan mengalir ke pekarangan.

PT Dwi Jaya Banyu Urip merupakan salah satu perusahaan rekanan Exxon Mobil Cepu Limited (EMCL) selaku pengelola lapangan minyak dan gas bumi Banyu Urip Blok Cepu. Perusahaan ini mengelola jasa transit limbah industri EMCL ke PT Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI). Perusahaan lokal ini milik Kepala Desa Mojodelik Yuntik Rahayu. Desa Mojodelik merupakan desa penghasil migas lapangan Banyu Urip Blok Cepu.

Menurut Sekretaris BLH Kabupaten Bojonegoro Agus Haryana, berdasarkan peninjauan lokasi diduga ada pencemaran lingkungan. Apalagi, saat sidak ditemukan cairan mirip solar bercampur limbah. “Tapi, untuk memastikan hal itu, kami harus mengambil sampel dulu untuk diuji ke laboratorium terakreditasi,” ujarnya. Biasanya, lanjut dia, hasil pengujian baru bisa diketahui selama sekitar satu bulan.

Menurut Agus, pencemaran tersebut sangat membahayakan lingkungan sehingga diperlukan penanganan serius, misalnya membersihkan sisa limbah drainase yang mengalir ke pekarangan warga. “Seharusnya perusahaan mempunyai instalasi pembuangan air limbah (IPAL) agar sisa limbah industri aman dan tidak mencemari lingkungan sekitar. Karena dampak tersebut bisa menimbulkan efek gatal- gatal pada kulit,” katanya.

BLH Bojonegoro juga menyebut PT Dwi Jaya Banyu Urip belum memiliki izin upaya pengelolaan lingkungan hidup (UKL) dan upaya pemantauan lingkungan hidup (UPL) dalam menjalankan aktivitasnya. “Setelah diperiksa izin-izinnya, perusahaan ini hanya memiliki izin usaha saja,” ujar Agus Haryana.

Menurut Agus, PT Dwi Jaya Banyuurip telah melanggar Peraturan Pemerintah (PP) No 32/ 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Apalagi, sudah menjalankan aktivitas, tetapi belum memiliki izin prinsip. Konsekuensinya, kegiatan di lapangan terancam diberhentikan sebelum izin UKL dan UPL terbit. “Ini bisa masuk ke ranah hukum. Ancamannya dua tahun kurungan dan denda Rp2 miliar,” ungkap dia.

Sementara itu, warga Desa Sudu, Rudi Susilo, mengatakan, pencemaran tersebut sudah berlangsung sejak perusahaan berdiri. Dia mengaku seringkali menegur perusahaan dan melaporkannya kepada pemerintah desa namun tak digubris. “Padahal, kegiatan ini jelas-jelas mencemari lingkungan,” ujarnya.

Rudi menyebutkan, ada sekitar delapan pekarangan warga tercemari. Selain itu, banyak warga mengeluh dengan suara bising dari aktivitas proyek PT Dwi Jaya Banyuurip. “Selain itu, muncul bau tidak sedap mirip telur busuk sehingga mengakibatkan pusing dan mual-mual,” ujarnya.

Menanggapi perihal tersebut, Direktur PT Dwi Jaya Banyuurip Yuntik Rahayu mengaku sudah mengajukan semua perizinan, tetapi baru ke Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda). “Masih dalam proses, belum sampai ke BLH,” papar wanita yang juga menjabat sebagai Kepala Desa (Kades) Mojodelik tersebut.

Muhammad roqib
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0777 seconds (0.1#10.140)