Pengadaan Logistik Rentan Masalah
A
A
A
MEDAN - Komisi Pemilihan Umum (KPU) kabupaten/kota yang akan menggelar pilkada serentak, harus lebih hati-hati dalam pengadaan logistik. Sebab, prosesnya berpotensi bermasalah ketika disparitas harga jauh berbeda antara daerah meskipun barang dan jasa yang ditenderkan sama.
“Misalnya pengadaan kotak dan bilik suara di Medan, bisa saja berbeda (anggaran satuannya) dengan yang ada di Binjai meskipun spesifikasinya sama,” kata Koordinator Divisi Logistik dan SDM KPU Sumut, Nazir Salim Manik, di Medan, Selasa (12/5). Perbedaan harga logistik bisa terjadi karena sistem penggunaan anggarannya adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Sementara skenario awal dari pilkada serentak dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) agar kebutuhan logistiknya bisa dihemat. Dengan demikian, pengadaannya mengacu Permendagri No 44/ 2015 tentang Pengelolaan Dana Kegiatan Pilkada, sehingga harga satuan barang sangat bergantung pada keputusan bupati dan wali kota masing-masing.
“Hal ini pernah kami diskusikan ke KPU pusat. Ini bagian dari implikasi jika dibiayai APBD. Mungkin jika pilkada serentak berikutnya dibiayai APBN, akan lain ceritanya,” ungkap Nazir. Meskipun akan terjadi disparitas harga berbeda-beda, Nazir mengingatkan bahwa spesifikasinya harus sama di tiap kabupaten/kota, karena itu sudah ditetapkan melalui Peraturan KPU.
Biayanya sangat bergantung jarak dan lokasi daerah masing-masing. KPU Sumut sendiri tidak bisa ikut terlalu jauh mencampuri pengadaan logistik pilkada karena kewenangan berada di daerah masing-masing. KPU hanya bisa memonitoring dan melakukan supervisi. Setidaknya menjamin agar pengadaan logistik sesuai spesifikasi dan tidak terkendala dalam distribusi.
Sementara Pengamat Transparansi Anggaran, Elfenda Ananda, menyayangkan jika KPU Sumut melepaskan begitu saja pengadaan barang dan jasa kepada daerah karena berpotensi menyebabkan pemborosan. Jika hal itu dibiarkan, tujuan pelaksanaan pilkada serentak untuk memangkas anggaran cukup besar, tidak akan tercapai.
Justru, akan membuka ruang bagi pihak yang ingin merusak tatanan berdemokrasi yang sudah dibangun sedemikian rupa agar bisa dilakukan pemilihan secara langsung. “Ini akan jadi potensi masalah dan rentan temuan korupsi jika perbedaan anggarannya cukup mencolok, sementara barangnya sama,” kata Elfenda.
KPU Sumut harus tetap melakukan pengawasan dan supervisi ke bawah terkait pengadaan logistik. Bila perlu, berinisiatif mengajak KPU kabupaten/ kota agar bekerja sama dalam pengadaannya, sehingga bisa menghemat anggaran.
M rinaldi khair
“Misalnya pengadaan kotak dan bilik suara di Medan, bisa saja berbeda (anggaran satuannya) dengan yang ada di Binjai meskipun spesifikasinya sama,” kata Koordinator Divisi Logistik dan SDM KPU Sumut, Nazir Salim Manik, di Medan, Selasa (12/5). Perbedaan harga logistik bisa terjadi karena sistem penggunaan anggarannya adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Sementara skenario awal dari pilkada serentak dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) agar kebutuhan logistiknya bisa dihemat. Dengan demikian, pengadaannya mengacu Permendagri No 44/ 2015 tentang Pengelolaan Dana Kegiatan Pilkada, sehingga harga satuan barang sangat bergantung pada keputusan bupati dan wali kota masing-masing.
“Hal ini pernah kami diskusikan ke KPU pusat. Ini bagian dari implikasi jika dibiayai APBD. Mungkin jika pilkada serentak berikutnya dibiayai APBN, akan lain ceritanya,” ungkap Nazir. Meskipun akan terjadi disparitas harga berbeda-beda, Nazir mengingatkan bahwa spesifikasinya harus sama di tiap kabupaten/kota, karena itu sudah ditetapkan melalui Peraturan KPU.
Biayanya sangat bergantung jarak dan lokasi daerah masing-masing. KPU Sumut sendiri tidak bisa ikut terlalu jauh mencampuri pengadaan logistik pilkada karena kewenangan berada di daerah masing-masing. KPU hanya bisa memonitoring dan melakukan supervisi. Setidaknya menjamin agar pengadaan logistik sesuai spesifikasi dan tidak terkendala dalam distribusi.
Sementara Pengamat Transparansi Anggaran, Elfenda Ananda, menyayangkan jika KPU Sumut melepaskan begitu saja pengadaan barang dan jasa kepada daerah karena berpotensi menyebabkan pemborosan. Jika hal itu dibiarkan, tujuan pelaksanaan pilkada serentak untuk memangkas anggaran cukup besar, tidak akan tercapai.
Justru, akan membuka ruang bagi pihak yang ingin merusak tatanan berdemokrasi yang sudah dibangun sedemikian rupa agar bisa dilakukan pemilihan secara langsung. “Ini akan jadi potensi masalah dan rentan temuan korupsi jika perbedaan anggarannya cukup mencolok, sementara barangnya sama,” kata Elfenda.
KPU Sumut harus tetap melakukan pengawasan dan supervisi ke bawah terkait pengadaan logistik. Bila perlu, berinisiatif mengajak KPU kabupaten/ kota agar bekerja sama dalam pengadaannya, sehingga bisa menghemat anggaran.
M rinaldi khair
(bbg)