Di Semarang, Mahasiswa Demo Tolak Pengesahan RKUHP dan RUU-PKS
A
A
A
SEMARANG - Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Semarang menggelar unjuk rasa di depan gerbang Kantor DPRD Jateng, Semarang, Jawa Tengah, Senin (25/9/2019).
Dalam aksinya, mereka membentangkan beragam poster bernada penolakan terhadap pengesahan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) dan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU-PKS).
Pengunjuk rasa juga mendesak para pimpinan DPRD Jateng untuk untuk berkomitmen menandatangani dukungan satu suara atas penolakan rencana undang-undang tersebut.
"RKUHP sangat mengancam demokrasi di Indonesia. Setidaknya ada 13 pasal yang kontroversi pada RKUHP salah satunya yaitu pembatasan media mengkritik Presiden," ungkap Kepala Departemen Kebijakan Publik KAMMI Semarang, Budiman Prasetyo .
Dia menilai, pasal tersebut sebagai upaya melemahkan kritik yang akan disampaikan warga negara terhadap kebijakan pemerintah. "Termasuk bisa membungkam kebebasan dunia jurnalistik, berpotensi kembali terjadinya pembredelan media massa," ungkapnya.
Terkait RUU P-KS, pihaknya menyebut ada pasal yang ambigu. Menurutnya, RUU P-KS yang saat ini bias memberi celah untuk melegalkan zina, prostitusi dan melegalkan LGBT.
Oleh karena itu, pihaknya berharap kepada DPR RI untuk mengurungkan pengesahan dan lebih pada pematangan pasal-pasal di dalamnya, utamanya perlindungan komprehensif kepada korban kejahatan dan kekerasan seksual.
Sementara Wakil Pimpinan DPRD Jateng, Quatly Abdul Kadir yang menemui massa KAMMI, menyatakan sepakat adanya penundaan dan pematangan pasal-pasal dua Rancangan Undang-Undang tersebut.
"Kami akan sampaikan ke DPR pusat, kita juga ingin RKUHP dan RUU-PKS untuk tidak disahkan menjadi undang-undang dulu,” tegasnya.
Dalam aksinya, mereka membentangkan beragam poster bernada penolakan terhadap pengesahan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) dan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU-PKS).
Pengunjuk rasa juga mendesak para pimpinan DPRD Jateng untuk untuk berkomitmen menandatangani dukungan satu suara atas penolakan rencana undang-undang tersebut.
"RKUHP sangat mengancam demokrasi di Indonesia. Setidaknya ada 13 pasal yang kontroversi pada RKUHP salah satunya yaitu pembatasan media mengkritik Presiden," ungkap Kepala Departemen Kebijakan Publik KAMMI Semarang, Budiman Prasetyo .
Dia menilai, pasal tersebut sebagai upaya melemahkan kritik yang akan disampaikan warga negara terhadap kebijakan pemerintah. "Termasuk bisa membungkam kebebasan dunia jurnalistik, berpotensi kembali terjadinya pembredelan media massa," ungkapnya.
Terkait RUU P-KS, pihaknya menyebut ada pasal yang ambigu. Menurutnya, RUU P-KS yang saat ini bias memberi celah untuk melegalkan zina, prostitusi dan melegalkan LGBT.
Oleh karena itu, pihaknya berharap kepada DPR RI untuk mengurungkan pengesahan dan lebih pada pematangan pasal-pasal di dalamnya, utamanya perlindungan komprehensif kepada korban kejahatan dan kekerasan seksual.
Sementara Wakil Pimpinan DPRD Jateng, Quatly Abdul Kadir yang menemui massa KAMMI, menyatakan sepakat adanya penundaan dan pematangan pasal-pasal dua Rancangan Undang-Undang tersebut.
"Kami akan sampaikan ke DPR pusat, kita juga ingin RKUHP dan RUU-PKS untuk tidak disahkan menjadi undang-undang dulu,” tegasnya.
(nun)