Waspadalah Bahaya Skincare dan Kosmetik Ilegal bagi Konsumen dan Penjual
loading...
A
A
A
BANDAR LAMPUNG - Produk skincare dan kosmetik lokal maupun impor begitu mudah didapat saat ini. Namun masyarakat harus berhati-hati, tidak semua produk yang beredar di pasaran aman digunakan.
Salah satu yang harus diperhatikan masyarakat sebelum membeli produk skincare dan kosmetik adalah label BPOM yang menandakan status produk tersebut sudah dijamin aman oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Dengan adanya sertifikat BPOM pada produk, konsumen dan calon konsumen merasa lebih aman dan percaya untuk menggunakannya.
Menurut dr. Rosmerry Simanjuntak. A.Md. RO., M.Biomed dari MM Aesthetic Clinic. penggunaan kosmetik/skincare tanpa izin BPOM tidak disarankan karena mutu dan kualitas bahan yang digunakan, serta kebersihan dalam proses produksi belum terjamin.
"Dianjurkan lebih baik menggunakan skincare yang memiliki izin BPOM sehingga dalam membeli harus lebih hati-hati dan lebih dahulu berkonsultasi kepada dokter yang ahlinya," tandas Rosmerry.
Baca juga: 5 Banjir Besar Melanda Indonesia Sepanjang 2022, Nomor 4 Berlangsung Hampir Sebulan
Lalu apa bahaya dan risikonya jika menggunakan produk skincare tanpa label BPOM? Menurut Plt Kepala BBPOM di Bandar Lampung Zamroni, produk yang beredar di pasaran tanpa disertai label BPOM berarti produk tersebut beredar secara ilegal dan tidak sesuai ketentuan yang berlaku di Indonesia.
“Selain itu keamanan dan mutu produk belum tentu terjamin karena bisa saja mengandung bahan berbahaya seperti merkuri, hidrokinon, asam retinoat, deksametason, klindamisin, serta bahan pewarna merah K3 dan merah K10,” ujarnya, Selasa (27/12/2022).
Zamroni memaparkan, jika konsumen menggunakan produk yang mengandung bahan berbahaya seperti merkuri, maka dapat menimbulkan berbagai hal, mulai dari perubahan warna kulit yang akhirnya dapat menyebabkan bintik-bintik hitam pada kulit, alergi, iritasi kulit, kerusakan permanen pada susunan saraf otak, ginjal dan gangguan perkembangan janin (teratogenik). Paparan jangka pendek dalam dosis tinggi menyebabkan diare, muntah-muntah dan kerusakan ginjal. Merkuri juga merupakan zat karsinogenik (menyebabkan kanker).
Penggunaan hidrokinon dalam jangka panjang dan dosis tinggi dapat menyebabkan hiperpigmentasi terutama pada derah kulit yang terkena sinar matahari langsung dan dapat menimbulkan ochronosis (kulit berwarna kehitaman). Hal ini akan terlihat setelah penggunaan selama 6 (enam) bulan dan kemungkinan bersifat irreversible (tidak dapat pulih kembali).
Asam Retinoat/Tretinoin/Retionic Acid banyak disalahgunakan pada obat peeling (pengelupasan kulit), obat jerawat dan pemutih dengan mekanisme kerja pengelupasan kulit. Zat ini dapat menyebabkan kulit kering, rasa terbakar dan teratogenik.
Bahan Pewarna Merah K.3 (CI 15585), Merah K.10 (Rhodamin B) dan Jingga K.1 (CI 12075) sering disalahgunakan pada produk lipstik atau sediaan dekoratif lain (pemulas kelopak mata dan perona pipi) karena warnanya yang cerah. Bahan pewarna sintetis ini umumnya digunakan sebagai zat warna kertas, tekstil atau tinta. Zat warna ini merupakan zat karsinogenik. Rodhamin B dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan hati.
Tidak hanya bagi konsumen, bagi yang memproduksi dan mengedarkan produk tanpa label BPOM dan terbukti terdapat kandungan berbahaya dapat dikenakan sanksi pidana dan denda yang tidak sedikit.
Sebab perbuatan itu melanggar ketentuan Pasal 197 UU No. 39 Tahun 2009 yang berbunyi “Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah)”.
Selain itu, mengedarkan produk yang tidak memenuhi keamanan dan mutu, seperti mengandung bahan berbahaya yang dilarang dalam kosmetik, melanggar ketentuan pasal 196 UU No 39 Tahun 2009, yakni “Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Salah satu yang harus diperhatikan masyarakat sebelum membeli produk skincare dan kosmetik adalah label BPOM yang menandakan status produk tersebut sudah dijamin aman oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Dengan adanya sertifikat BPOM pada produk, konsumen dan calon konsumen merasa lebih aman dan percaya untuk menggunakannya.
Menurut dr. Rosmerry Simanjuntak. A.Md. RO., M.Biomed dari MM Aesthetic Clinic. penggunaan kosmetik/skincare tanpa izin BPOM tidak disarankan karena mutu dan kualitas bahan yang digunakan, serta kebersihan dalam proses produksi belum terjamin.
"Dianjurkan lebih baik menggunakan skincare yang memiliki izin BPOM sehingga dalam membeli harus lebih hati-hati dan lebih dahulu berkonsultasi kepada dokter yang ahlinya," tandas Rosmerry.
Baca juga: 5 Banjir Besar Melanda Indonesia Sepanjang 2022, Nomor 4 Berlangsung Hampir Sebulan
Lalu apa bahaya dan risikonya jika menggunakan produk skincare tanpa label BPOM? Menurut Plt Kepala BBPOM di Bandar Lampung Zamroni, produk yang beredar di pasaran tanpa disertai label BPOM berarti produk tersebut beredar secara ilegal dan tidak sesuai ketentuan yang berlaku di Indonesia.
“Selain itu keamanan dan mutu produk belum tentu terjamin karena bisa saja mengandung bahan berbahaya seperti merkuri, hidrokinon, asam retinoat, deksametason, klindamisin, serta bahan pewarna merah K3 dan merah K10,” ujarnya, Selasa (27/12/2022).
Zamroni memaparkan, jika konsumen menggunakan produk yang mengandung bahan berbahaya seperti merkuri, maka dapat menimbulkan berbagai hal, mulai dari perubahan warna kulit yang akhirnya dapat menyebabkan bintik-bintik hitam pada kulit, alergi, iritasi kulit, kerusakan permanen pada susunan saraf otak, ginjal dan gangguan perkembangan janin (teratogenik). Paparan jangka pendek dalam dosis tinggi menyebabkan diare, muntah-muntah dan kerusakan ginjal. Merkuri juga merupakan zat karsinogenik (menyebabkan kanker).
Penggunaan hidrokinon dalam jangka panjang dan dosis tinggi dapat menyebabkan hiperpigmentasi terutama pada derah kulit yang terkena sinar matahari langsung dan dapat menimbulkan ochronosis (kulit berwarna kehitaman). Hal ini akan terlihat setelah penggunaan selama 6 (enam) bulan dan kemungkinan bersifat irreversible (tidak dapat pulih kembali).
Asam Retinoat/Tretinoin/Retionic Acid banyak disalahgunakan pada obat peeling (pengelupasan kulit), obat jerawat dan pemutih dengan mekanisme kerja pengelupasan kulit. Zat ini dapat menyebabkan kulit kering, rasa terbakar dan teratogenik.
Bahan Pewarna Merah K.3 (CI 15585), Merah K.10 (Rhodamin B) dan Jingga K.1 (CI 12075) sering disalahgunakan pada produk lipstik atau sediaan dekoratif lain (pemulas kelopak mata dan perona pipi) karena warnanya yang cerah. Bahan pewarna sintetis ini umumnya digunakan sebagai zat warna kertas, tekstil atau tinta. Zat warna ini merupakan zat karsinogenik. Rodhamin B dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan hati.
Tidak hanya bagi konsumen, bagi yang memproduksi dan mengedarkan produk tanpa label BPOM dan terbukti terdapat kandungan berbahaya dapat dikenakan sanksi pidana dan denda yang tidak sedikit.
Sebab perbuatan itu melanggar ketentuan Pasal 197 UU No. 39 Tahun 2009 yang berbunyi “Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah)”.
Selain itu, mengedarkan produk yang tidak memenuhi keamanan dan mutu, seperti mengandung bahan berbahaya yang dilarang dalam kosmetik, melanggar ketentuan pasal 196 UU No 39 Tahun 2009, yakni “Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(msd)