Jauh Lebih Murah, Mesin Kopi dan Cokelat dari Jember Tak Kalah dengan Produk Eropa
loading...
A
A
A
JEMBER - Di balik posisi mentereng Indonesia sebagai salah satu negara penghasil dan pengekspor kopi terbesar di dunia, belum banyak orang tahu ada peran besar Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (Puslitkoka).
Hampir 90 persen varietas kopi arabika yang dibudidayakan di Indonesia tak lepas dari tangan dingin para periset Puslitkoka yang berlokasi di Kabupaten Jember, Jawa Timur.
Puslitkoka didirikan oleh Pemerintah Kolonial Belanda pada 1911 dengan nama Besoekisch Proefstation. Pada 1981, Puslitkoka resmi mendapat mandat dari Pemerintah RI untuk melakukan penelitian dan pengembangan komoditas kopi dan kakao secara nasional. Lebih dari seabad usianya, hingga kini Puslitkoka telah menghasilkan lebih dari 20 varietas kopi dan 20 varietas kakao di Indonesia.
Baca juga: Diskusi Ilmiah di Untag Surabaya, TGB: Indonesia Miliki Dokumen Berbangsa Paling Religius
Kiprah Puslitkoka membuat kakao Indonesia menjadi salah satu bahan utama cokelat terbaik di dunia. Puslitkoka berada di bawah PT Riset Perkebunan Nusantara (RPN) yang merupakan anak perusahaan BUMN PTPN XII. Karena itu, lembaga riset ini harus mandiri bahkan menghasilkan.
Puslitkoka telah mencetak banyak inovasi mulai bahan tanam unggul kopi dan kakao, berbagai teknologi pendukung budidaya kopi dan kakao, teknologi pengendalian hama, alat dan mesin skala UMKM, jasa pengujian analisis pra panen dan pascapanen terakreditasi, layanan pendamping daerah, dan jasa sertifikasi produk.
“Kami berbisnis riset, jasa dan barang. Kami menjadi konsultan dan membuat riset dan inovasi untuk banyak perusahaan pangan dan pemda-pemda. Puslitkoka membuatkan formulasi bagaimana supaya biji kopi dan kakao lebih enak juga memberi banyak pendampingan mulai dari pembelian bibit hingga pengembangan,” ungkap Kepala Bagian Usaha Puslitkoka Indonesia, Ucu Sumirat.
Salah satu keberhasilan pendampingan Puslitkoka adalah kopi kintamani. Pada 2004, tidak banyak yang tahu keistimewaan kopi dari Kintamani. Kopi arabika di sana dihargai sangat murah. Setelah ada pendampingan hingga dipertemukan dengan pembeli dari Perancis, kini pendapatan petani serta pengusaha kopi di Kintamani meningkat berlipat ganda.
Luas lahan Puslitkoka Indonesia di Jember mencapai 160 hektare. Ada sekitar 200 kepala keluarga (KK) yang tinggal dan mencari nafkah di sini mulai peneliti hingga pekerja perkebunan.
“Kami hidup dari hasil jasa dan menjual produk inovasi mulai bibit sampai mesin pengolahan skala kecil-menengah. Skala kelompok tani atau gabungan kelompok tani. Kami fokus ke sana karena 95 persen luas areal kopi dan kakao di Indonesia adalah perkebunan milik rakyat. Berbeda dengan lahan sawit yang sebagian besar dimiliki perusahaan,” terang Ucu.
Dibanding mesin pengolahan biji kakao dari Eropa, harga mesin produksi Puslitkoka jauh lebih murah namun sama manfaatnya dan lebih tepat guna. Harga mesin dari mancanegara di kisaran miliaran rupiah sementara mesin produksi Jember ini hanya puluhan hingga ratusan juta rupiah.
Puslitkoka juga menjadikan lahan perkebunan kakao dan kopinya sebagai area eduwisata bernama Coco Park dengan berbagai fasilitas. Pengunjung dapat berkeliling area ini dengan mengendarai kereta kayu mirip kendaraan di film kartun Flinstones.
Di sini, pengunjung bisa mendapatkan experience melihat proses cokelat dan kopi mulai petik di kebun hingga dapat dicicipi dalam bentuk produk olahan. Puslitkoka juga memproduksi aneka jenis olahan kopi dan cokelat dengan merek Vicco. Setelah selesai berkeliling, pengunjung dapat memilih produk olahan cokelat dan kopi terbaik sesuai seleranya di outlet yang tersedia.
Ada pula es krim cokelat dan kopi ala kafe. Harga kopi kekinian di sana sangat murah dibanding kopi yang sama di kafe-kafe. Secangkir espresso hanya dibanderol Rp15.000 dengan rasa yang sangat nikmat dan sudah pasti dari biji kopi terbaik.
Puslitkoka resmi menjadi destinasi wisata di Jember pada 2016 bersamaan dengan dikukuhkannya lembaga ini sebagai science techno park pertama di Indonesia oleh Pemerintah RI. Sebelum pandemi, jumlah pengunjung mencapai ribuan orang per hari. Namun angka tersebut surut saat COVID-19 mengamuk. Hingga kini, jumlah pengunjung belum membaik. “Mencapai 100 orang per hari saja sudah bagus,” sebut Ucu. Padahal Puslitkoka buka setiap hari termasuk tanggal merah.
Di tengah berbagai tantangan, Puslitkoka mencoba bertahan dan terus mengembangkan inovasi demi kemajuan kopi dan kakao Indonesia.
Hampir 90 persen varietas kopi arabika yang dibudidayakan di Indonesia tak lepas dari tangan dingin para periset Puslitkoka yang berlokasi di Kabupaten Jember, Jawa Timur.
Puslitkoka didirikan oleh Pemerintah Kolonial Belanda pada 1911 dengan nama Besoekisch Proefstation. Pada 1981, Puslitkoka resmi mendapat mandat dari Pemerintah RI untuk melakukan penelitian dan pengembangan komoditas kopi dan kakao secara nasional. Lebih dari seabad usianya, hingga kini Puslitkoka telah menghasilkan lebih dari 20 varietas kopi dan 20 varietas kakao di Indonesia.
Baca juga: Diskusi Ilmiah di Untag Surabaya, TGB: Indonesia Miliki Dokumen Berbangsa Paling Religius
Kiprah Puslitkoka membuat kakao Indonesia menjadi salah satu bahan utama cokelat terbaik di dunia. Puslitkoka berada di bawah PT Riset Perkebunan Nusantara (RPN) yang merupakan anak perusahaan BUMN PTPN XII. Karena itu, lembaga riset ini harus mandiri bahkan menghasilkan.
Puslitkoka telah mencetak banyak inovasi mulai bahan tanam unggul kopi dan kakao, berbagai teknologi pendukung budidaya kopi dan kakao, teknologi pengendalian hama, alat dan mesin skala UMKM, jasa pengujian analisis pra panen dan pascapanen terakreditasi, layanan pendamping daerah, dan jasa sertifikasi produk.
“Kami berbisnis riset, jasa dan barang. Kami menjadi konsultan dan membuat riset dan inovasi untuk banyak perusahaan pangan dan pemda-pemda. Puslitkoka membuatkan formulasi bagaimana supaya biji kopi dan kakao lebih enak juga memberi banyak pendampingan mulai dari pembelian bibit hingga pengembangan,” ungkap Kepala Bagian Usaha Puslitkoka Indonesia, Ucu Sumirat.
Salah satu keberhasilan pendampingan Puslitkoka adalah kopi kintamani. Pada 2004, tidak banyak yang tahu keistimewaan kopi dari Kintamani. Kopi arabika di sana dihargai sangat murah. Setelah ada pendampingan hingga dipertemukan dengan pembeli dari Perancis, kini pendapatan petani serta pengusaha kopi di Kintamani meningkat berlipat ganda.
Luas lahan Puslitkoka Indonesia di Jember mencapai 160 hektare. Ada sekitar 200 kepala keluarga (KK) yang tinggal dan mencari nafkah di sini mulai peneliti hingga pekerja perkebunan.
“Kami hidup dari hasil jasa dan menjual produk inovasi mulai bibit sampai mesin pengolahan skala kecil-menengah. Skala kelompok tani atau gabungan kelompok tani. Kami fokus ke sana karena 95 persen luas areal kopi dan kakao di Indonesia adalah perkebunan milik rakyat. Berbeda dengan lahan sawit yang sebagian besar dimiliki perusahaan,” terang Ucu.
Dibanding mesin pengolahan biji kakao dari Eropa, harga mesin produksi Puslitkoka jauh lebih murah namun sama manfaatnya dan lebih tepat guna. Harga mesin dari mancanegara di kisaran miliaran rupiah sementara mesin produksi Jember ini hanya puluhan hingga ratusan juta rupiah.
Puslitkoka juga menjadikan lahan perkebunan kakao dan kopinya sebagai area eduwisata bernama Coco Park dengan berbagai fasilitas. Pengunjung dapat berkeliling area ini dengan mengendarai kereta kayu mirip kendaraan di film kartun Flinstones.
Di sini, pengunjung bisa mendapatkan experience melihat proses cokelat dan kopi mulai petik di kebun hingga dapat dicicipi dalam bentuk produk olahan. Puslitkoka juga memproduksi aneka jenis olahan kopi dan cokelat dengan merek Vicco. Setelah selesai berkeliling, pengunjung dapat memilih produk olahan cokelat dan kopi terbaik sesuai seleranya di outlet yang tersedia.
Ada pula es krim cokelat dan kopi ala kafe. Harga kopi kekinian di sana sangat murah dibanding kopi yang sama di kafe-kafe. Secangkir espresso hanya dibanderol Rp15.000 dengan rasa yang sangat nikmat dan sudah pasti dari biji kopi terbaik.
Puslitkoka resmi menjadi destinasi wisata di Jember pada 2016 bersamaan dengan dikukuhkannya lembaga ini sebagai science techno park pertama di Indonesia oleh Pemerintah RI. Sebelum pandemi, jumlah pengunjung mencapai ribuan orang per hari. Namun angka tersebut surut saat COVID-19 mengamuk. Hingga kini, jumlah pengunjung belum membaik. “Mencapai 100 orang per hari saja sudah bagus,” sebut Ucu. Padahal Puslitkoka buka setiap hari termasuk tanggal merah.
Di tengah berbagai tantangan, Puslitkoka mencoba bertahan dan terus mengembangkan inovasi demi kemajuan kopi dan kakao Indonesia.
(msd)