Keunikan Pesantren La-Royba Bali, Hampir Separuh Guru Beragama Hindu
loading...
A
A
A
TABANAN - PESANTREN La-Royba di Tabanan, Bali ini menerapkan konsep Rahmatan Lil Alaminkepada umat beragama yang berada di sekitar pesantren. Konsep ini diterapkan di antaranya dengan melibatkan warga sekitar yang beragama Hindu untuk menjadi tenaga pengajar (guru) dan karyawan sekolah.
Para guru beragama Hindu ini direkrut untuk mengajar mata pelajaran umum.
"Alhamdulillah hingga saat ini guru yang beragama Hindu kurang lebih ada 18 orang, dari total 52 guru yang ada. Itu belum termasuk pegawai yang juga banyak direkrut dari masyarakat sekitar," ungkap Direktur La-Royba Bali Bina Insani Tolerance Boarding School, I BM Andhika Supriatman saat ditemui pada Selasa (29/11/2022).
Pelibatan masyarakat sekitar pun dilakukan saat mendirikan Mts, yakni kepala sekolah pertama yang direkrut beragama Hindu. Demikian juga saat mendirikan MA. Hal itu karena pengelola pesantren La-Royba menyadari tidak memiliki kemampuan dan pengalaman dalam mengelola sekolah.
Dalam memupuk sikap toleransi, sekolah menerapkan sejumlah kebijakan. Di antaranya tidak memakai pengeras suara dalam adzan maupun kegiatan lainnnya, meskipun masyarakat sekitar sudah mengizinkan.
Hal itu didasari alasan bahwa adzan itu panggilan untuk umat muslim beribadah. Sementara di lingkungan sekitar pesantren tidak ada umat muslim. Sehingga tidak perlu memakai pengeras suara.
Selain itu, setiap ada kegiatan gotong royong di Desa Meliling, pesantren La-Royba selalu berkontribusi baik tenaga dan dana. Pun demikian halnya dengan guru beragama Hindu, pengelola pesantren mendorong agar mereka bisa melaksanakan ibadah.
Para guru beragama Hindu ini direkrut untuk mengajar mata pelajaran umum.
"Alhamdulillah hingga saat ini guru yang beragama Hindu kurang lebih ada 18 orang, dari total 52 guru yang ada. Itu belum termasuk pegawai yang juga banyak direkrut dari masyarakat sekitar," ungkap Direktur La-Royba Bali Bina Insani Tolerance Boarding School, I BM Andhika Supriatman saat ditemui pada Selasa (29/11/2022).
Pelibatan masyarakat sekitar pun dilakukan saat mendirikan Mts, yakni kepala sekolah pertama yang direkrut beragama Hindu. Demikian juga saat mendirikan MA. Hal itu karena pengelola pesantren La-Royba menyadari tidak memiliki kemampuan dan pengalaman dalam mengelola sekolah.
Dalam memupuk sikap toleransi, sekolah menerapkan sejumlah kebijakan. Di antaranya tidak memakai pengeras suara dalam adzan maupun kegiatan lainnnya, meskipun masyarakat sekitar sudah mengizinkan.
Hal itu didasari alasan bahwa adzan itu panggilan untuk umat muslim beribadah. Sementara di lingkungan sekitar pesantren tidak ada umat muslim. Sehingga tidak perlu memakai pengeras suara.
Selain itu, setiap ada kegiatan gotong royong di Desa Meliling, pesantren La-Royba selalu berkontribusi baik tenaga dan dana. Pun demikian halnya dengan guru beragama Hindu, pengelola pesantren mendorong agar mereka bisa melaksanakan ibadah.