4 Kerajaan Nusantara Berhubungan dengan Dinasti Kesultanan Islam, No 2 dari Tanah Jawa
loading...
A
A
A
JAKARTA - Terdapat empat kerajaan nusantara yang memiliki hubungan dengan Dinasti Kesultanan Islam. Hal ini mungkin jarang diketahui namun hal tersebut berpengaruh besar dalam masuknya Islam di Indonesia.
Dari teori yang dikemukakan Buya Hamka, kedatangan para pendakwah Islam dari Semenanjung Arabia sekitar abad ke 7 M, memiliki hubungan yang kuat dengan kemunculan Ulama besar Tanah Air.
Berdasar catatan historis dari para bahariawan Cina semasa Dinasti Tang, suku Ta'Shih (sebutan China untuk orang Arab) mulai mengarungi samudera untuk berniaga, sekaligus berdakwah ke negeri timur jauh bermula sejak Rasulullah saw.
Karena itulah terdapat beberapa kerajaan nusantara yang punya hubungan terhadap beberapa Khalifah. Sedikitnya terdapat empat kerajaan yang memiliki hubungan tersebut.
Berikut 4 Kerajaan Nusantara yang Memiliki Hubungan dengan Dinasti Kesultanan Islam:
1. Sriwijaya
Dikutip dari jurnal "Hubungan Sriwijaya dengan Dinasti Umayah Terhadap masuknya Islam di Palembang", Menurut para arkeolog, Islam mulai masuk ke Palembang pada abad ke 7 M yang dibawa oleh para pedagang dengan kerajaan Sriwijaya.
Hubungan kerja sama yang baik antara kerajaan Sriwijaya di Palembang dengan dinasti Umayah yang kala itu dipimpin oleh Umar bin Abdul Aziz terus berlanjut sebagai upaya hubungan bilateral yang saling menguntungkan antara satu sama lain.
Keberadaan para pedagang muslim yang datang di Palembang tentu membawa dampak yang positif bagi
masuknya Islam di Palembang meskipun keberadaan orang-orang Islam tersebut jauh lebih sedikit dibandingkan masyarakat Sriwijaya sendiri.
2. Demak
Sri Sultan Hamengkubuwono X dalam pembukaan kongres umat Islam Indonesia di Yogyakarta pada 8-11 Februari 2015 mengungkapkan bahwa Sultan Turki telah mengukuhkan Raden Patah sebagai perwakilan Kekhalifahan Islam Turki untuk Tanah Jawa.
Meskipun bukti dari ucapan tersebut masih kurang kuat namun ada pendapat lain lewat tulisan Sejarawan Belanda, H.J.de Graaf dan filolog Belanda, Th.G. Th. Pigeaud dalam kerajaan kerajaan Islam di jawa mengungkapkan bahwa Kerajaan Demak termasuk yang mengenal Turki Utsmani.
Baca: Mahasiswi Kedokteran Jambi Diduga Dilecehkan Oknum Perawat di Ruang Operasi.
Peralihan dari Majapahit ke Mataram, menyebut bahwa Sultan Trenggana mengetahui kesultanan Turki Utsmani dari Sunan Gunung Jati. Sementara Sunan Gunung Jati berasal dari Samudera Pasai dan sempat pergi menunaikan ibadah Haji ke Makkah.
3. Samudra Pasai
Mulai berkembangnya agama Islam di Sumatera ditambah dengan kemerosotan kerajaan Sriwijaya memunculkan kerajaan baru dengan ajaran baru yakni Samudera Pasai.
Saat berbicara tentang Kerajaan Samudera Pasai (atau Pase) di dalam Summa Oriental, Tome Pires (1944: 142) menulis:
“… karena Melaka telah dihukum dan Pedir dalam keadaan berperang, Kerajaan Pase menjadi makmur, kaya, dengan banyak pedagang dari berbagai bangsa Moor dan Keling, yang melakukan banyak perdagangan, di antaranya yang terpenting adalah orang-orang Bengali. Ada (pula) orang-orang Rume, Turki, Arab, Persia, Gujarat, Keling, Melayu, Jawa, dan Siam.”
Terlepas dari itu, gelar yang digunakan oleh Jamal al-Din serta raja-raja Samudera Pasai, seperti Malik al-Zahir dan yang semisalnya, menunjukkan kesesuaian dengan penggunaan gelar kepemimpinan di pusat dunia Islam ketika itu, seperti yang digunakan oleh para sultan Mamluk di Mesir yang banyak memiliki asal-usul Turki.
4. Kesultanan Aceh
Hubungan antara Aceh dan Turki Usmani Pada abad ke-16 tidaklah sebatas hubungan perdagangan. Bersamaan dengan jatuhnya Kerajaan Melaka serta hadirnya ancaman Portugis di Selat Melaka, Kesultanan Aceh tumbuh besar sebagai kekuatan politik dan perdagangan, melanjutkan kedudukan Pasai serta menggantikan posisi strategis Melaka.
Baca: Jual Paksa Air Mineral ke Pengemudi Truk, Preman Kampung Ditangkap Polisi.
Pada tahun 1539 dilaporkan bahwa sekitar 300 tentara Turki telah berada di Aceh dan membantu kerajaan itu dalam konfliknya dengan kerajaan Batak (Pinto, 1897: 31-32).
Selain itu kerjasama dengan Turki Utsmani ini juga merupakan kerjasama politik dan militer kala Kesultanan Aceh tengah dalam konflik dengan Portugis.
Pada tahun 1562 utusan dikirim dari Aceh ke Turki, dan Istanbul menjawab permintaan bantuan militer oleh Aceh dengan mengirimkan beberapa ahli pembuat meriam ke negeri bawah angin itu pada tahun 1565. Meskipun bantuan ini tidak sampai berhasil mengusir Portugis dari Selat Malaka, namun dapat membantu memperkuat militer Aceh dalam sisi pertahanannya.
Dari teori yang dikemukakan Buya Hamka, kedatangan para pendakwah Islam dari Semenanjung Arabia sekitar abad ke 7 M, memiliki hubungan yang kuat dengan kemunculan Ulama besar Tanah Air.
Berdasar catatan historis dari para bahariawan Cina semasa Dinasti Tang, suku Ta'Shih (sebutan China untuk orang Arab) mulai mengarungi samudera untuk berniaga, sekaligus berdakwah ke negeri timur jauh bermula sejak Rasulullah saw.
Karena itulah terdapat beberapa kerajaan nusantara yang punya hubungan terhadap beberapa Khalifah. Sedikitnya terdapat empat kerajaan yang memiliki hubungan tersebut.
Berikut 4 Kerajaan Nusantara yang Memiliki Hubungan dengan Dinasti Kesultanan Islam:
1. Sriwijaya
Dikutip dari jurnal "Hubungan Sriwijaya dengan Dinasti Umayah Terhadap masuknya Islam di Palembang", Menurut para arkeolog, Islam mulai masuk ke Palembang pada abad ke 7 M yang dibawa oleh para pedagang dengan kerajaan Sriwijaya.
Hubungan kerja sama yang baik antara kerajaan Sriwijaya di Palembang dengan dinasti Umayah yang kala itu dipimpin oleh Umar bin Abdul Aziz terus berlanjut sebagai upaya hubungan bilateral yang saling menguntungkan antara satu sama lain.
Keberadaan para pedagang muslim yang datang di Palembang tentu membawa dampak yang positif bagi
masuknya Islam di Palembang meskipun keberadaan orang-orang Islam tersebut jauh lebih sedikit dibandingkan masyarakat Sriwijaya sendiri.
2. Demak
Sri Sultan Hamengkubuwono X dalam pembukaan kongres umat Islam Indonesia di Yogyakarta pada 8-11 Februari 2015 mengungkapkan bahwa Sultan Turki telah mengukuhkan Raden Patah sebagai perwakilan Kekhalifahan Islam Turki untuk Tanah Jawa.
Meskipun bukti dari ucapan tersebut masih kurang kuat namun ada pendapat lain lewat tulisan Sejarawan Belanda, H.J.de Graaf dan filolog Belanda, Th.G. Th. Pigeaud dalam kerajaan kerajaan Islam di jawa mengungkapkan bahwa Kerajaan Demak termasuk yang mengenal Turki Utsmani.
Baca: Mahasiswi Kedokteran Jambi Diduga Dilecehkan Oknum Perawat di Ruang Operasi.
Peralihan dari Majapahit ke Mataram, menyebut bahwa Sultan Trenggana mengetahui kesultanan Turki Utsmani dari Sunan Gunung Jati. Sementara Sunan Gunung Jati berasal dari Samudera Pasai dan sempat pergi menunaikan ibadah Haji ke Makkah.
3. Samudra Pasai
Mulai berkembangnya agama Islam di Sumatera ditambah dengan kemerosotan kerajaan Sriwijaya memunculkan kerajaan baru dengan ajaran baru yakni Samudera Pasai.
Saat berbicara tentang Kerajaan Samudera Pasai (atau Pase) di dalam Summa Oriental, Tome Pires (1944: 142) menulis:
“… karena Melaka telah dihukum dan Pedir dalam keadaan berperang, Kerajaan Pase menjadi makmur, kaya, dengan banyak pedagang dari berbagai bangsa Moor dan Keling, yang melakukan banyak perdagangan, di antaranya yang terpenting adalah orang-orang Bengali. Ada (pula) orang-orang Rume, Turki, Arab, Persia, Gujarat, Keling, Melayu, Jawa, dan Siam.”
Terlepas dari itu, gelar yang digunakan oleh Jamal al-Din serta raja-raja Samudera Pasai, seperti Malik al-Zahir dan yang semisalnya, menunjukkan kesesuaian dengan penggunaan gelar kepemimpinan di pusat dunia Islam ketika itu, seperti yang digunakan oleh para sultan Mamluk di Mesir yang banyak memiliki asal-usul Turki.
4. Kesultanan Aceh
Hubungan antara Aceh dan Turki Usmani Pada abad ke-16 tidaklah sebatas hubungan perdagangan. Bersamaan dengan jatuhnya Kerajaan Melaka serta hadirnya ancaman Portugis di Selat Melaka, Kesultanan Aceh tumbuh besar sebagai kekuatan politik dan perdagangan, melanjutkan kedudukan Pasai serta menggantikan posisi strategis Melaka.
Baca: Jual Paksa Air Mineral ke Pengemudi Truk, Preman Kampung Ditangkap Polisi.
Pada tahun 1539 dilaporkan bahwa sekitar 300 tentara Turki telah berada di Aceh dan membantu kerajaan itu dalam konfliknya dengan kerajaan Batak (Pinto, 1897: 31-32).
Selain itu kerjasama dengan Turki Utsmani ini juga merupakan kerjasama politik dan militer kala Kesultanan Aceh tengah dalam konflik dengan Portugis.
Pada tahun 1562 utusan dikirim dari Aceh ke Turki, dan Istanbul menjawab permintaan bantuan militer oleh Aceh dengan mengirimkan beberapa ahli pembuat meriam ke negeri bawah angin itu pada tahun 1565. Meskipun bantuan ini tidak sampai berhasil mengusir Portugis dari Selat Malaka, namun dapat membantu memperkuat militer Aceh dalam sisi pertahanannya.
(nag)