Sultanah Safiatuddin, Ratu Pertama Kesultanan Aceh Pecinta Ilmu Pengetahuan
loading...
A
A
A
SULTANAH Safiatuddin merupakan putri sulung Sultan Iskandar Muda dari Kesultanan Aceh Darussalam, merupakan salah satu pemimpin Aceh yang disegani, bahkan mampu membuat penjajah Belanda tertekan.
Setelah suaminya Sultan Iskandar Tsani wafat, Sultanah Safiatuddin naik tahta dengan gelar Paduka Sri Sultanah Ratu Safiatuddin Tajul Alam Syah Johan Berdaulat Zillu Ilahi fi'I Alam. Safiatuddin memiliki nama asli Putri Sri Alam.
Dikutip dari "Perempuan-Perempuan Tangguh Penguasa Tanah Jawa" yang ditulis Krishna Bayu Adji dan Sri Wintala Achmad, saat itu banyak yang tak setuju bila perempuan menjadi pemimpin dengan alasan-alasan tertentu.
Safiatuddin menghadapi penentangan dari para ulama di Aceh saat itu karena ia seorang perempuan. Banyak yang tidak setuju seorang perempuan memimpin, tetapi setelah wafatnya Sultan Iskandar Tsani, sulit untuk menemukan pengganti laki-laki dari keluarga dekat.
Akhirnya, ulama besar Aceh, Nuruddin ar-Raniri, menengahi perdebatan tersebut dan berhasil meyakinkan para ulama untuk menerima Safiatuddin sebagai penguasa.
Selama 35 tahun memimpin, Sultanah Safiatuddin membentuk pasukan perempuan pengawal istana yang turut bertempur dalam Perang Malaka pada tahun 1639. Ia juga melanjutkan tradisi pemberian tanah kepada para pahlawan perang sebagai bentuk penghargaan.
Sultanah Safiatuddin dikenal sebagai sosok yang cerdas dan aktif dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Selain bahasa Aceh dan Melayu, ia menguasai empat bahasa lainnya, yaitu Arab, Persia, Spanyol, dan Urdu.
Pada masa pemerintahannya, ilmu pengetahuan dan kesusastraan berkembang pesat, menghasilkan banyak karya besar. Sultanah Safiatuddin juga berhasil menolak upaya Belanda untuk menempatkan diri di Aceh, membuat VOC gagal memperoleh komoditi seperti timah.
Setelah suaminya Sultan Iskandar Tsani wafat, Sultanah Safiatuddin naik tahta dengan gelar Paduka Sri Sultanah Ratu Safiatuddin Tajul Alam Syah Johan Berdaulat Zillu Ilahi fi'I Alam. Safiatuddin memiliki nama asli Putri Sri Alam.
Dikutip dari "Perempuan-Perempuan Tangguh Penguasa Tanah Jawa" yang ditulis Krishna Bayu Adji dan Sri Wintala Achmad, saat itu banyak yang tak setuju bila perempuan menjadi pemimpin dengan alasan-alasan tertentu.
Safiatuddin menghadapi penentangan dari para ulama di Aceh saat itu karena ia seorang perempuan. Banyak yang tidak setuju seorang perempuan memimpin, tetapi setelah wafatnya Sultan Iskandar Tsani, sulit untuk menemukan pengganti laki-laki dari keluarga dekat.
Akhirnya, ulama besar Aceh, Nuruddin ar-Raniri, menengahi perdebatan tersebut dan berhasil meyakinkan para ulama untuk menerima Safiatuddin sebagai penguasa.
Selama 35 tahun memimpin, Sultanah Safiatuddin membentuk pasukan perempuan pengawal istana yang turut bertempur dalam Perang Malaka pada tahun 1639. Ia juga melanjutkan tradisi pemberian tanah kepada para pahlawan perang sebagai bentuk penghargaan.
Sultanah Safiatuddin dikenal sebagai sosok yang cerdas dan aktif dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Selain bahasa Aceh dan Melayu, ia menguasai empat bahasa lainnya, yaitu Arab, Persia, Spanyol, dan Urdu.
Pada masa pemerintahannya, ilmu pengetahuan dan kesusastraan berkembang pesat, menghasilkan banyak karya besar. Sultanah Safiatuddin juga berhasil menolak upaya Belanda untuk menempatkan diri di Aceh, membuat VOC gagal memperoleh komoditi seperti timah.