Puncak Konflik Ayah dan Anak Angkat, Runtuhkan Kerajaan Pajang dan Munculnya Mataram

Jum'at, 11 November 2022 - 06:57 WIB
loading...
Puncak Konflik Ayah...
Konflik Jaka Tingkir (Raja Pajang) dan Sutawijaya (Raja Mataram) yang tidak lain ayah dan anak angkat memuncak hingga meruntuhkan kerajaan Pajang dan melahirkan Mataram. Foto: Dok/SINDOnews
A A A
KERAJAAN Pajang mencapai kejayaan di bawah kepemimpinan Sultan Hadiwijaya yang juga dikenal Jaka Tingkir . Namun sayang berakhir akibat konflik antara Jaka Tingkir dan Sutawijaya yang tidak lain adalah ayah dan anak angkat.

Berdirinya Pajang usai perang saudara yang berakhir dengan terbunuhnya Arya Penangsang pada 1549, pusat kerajaan Demak dipindah ke Pajang yang terletak di daerah pedalaman Jawa, sekarang di wilayah Kartosuro,Jawa Tengah.

Jaka Tingkir kemudian menjadi raja pertama Pajang dengan gelar Sultan Hadiwijaya. Sedangkan Demak berubah menjadi kadipaten dengan anak Sunan Prawoto diangkat menjadi adipati.



Dalam kitab Babad Tanah Jawi diceritakan bahwa Jaka Tingkir mempunyai banyak sebutan nama, waktu kecil panggilannya Mas Krebet. Saat Jaka Tingkir lahir ada pertunjukan wayang di rumahnya. Pada saat remaja, ia mempunyai nama Jaka Tingkir, dan mendapat gelar Hadiwijaya saat jadi raja di pajang.

Dia berasal dari daerah Pengging, di Lereng Gunung Merapi. Dia juga merupakan cucu dari Sunan Kalijaga yang berasal dari daerah Kadilangun.



Sultan Hadiwijaya tak melupakan janjinya dalam sayembara bahwa siapa pun yang dapat mengalahkan Arya Penangsang akan mendapatkan hadiah tanah di Pati dan alas Mentaok. Sayembara itu akhirnya diikuti kedua cucu Ki Ageng Sela, yaitu Ki Ageng Pemanahan dan Ki Panjawi. Saat perseteruan dengan Arya Penangsang, Ki Juru Martani (kakak ipar Ki Ageng Pemanahan) berhasil menyusun siasat cerdik.

Hingga akhirnya Sutawijaya (anak Ki Ageng Pemanahan) dapat menewaskan Arya Penangsang setelah menusukkan tombak Kyai Plered. Tombak ditusukkan ke tubuh Aryo Penangsang yang saat itu mengendarai kuda jantan Gagak Rimang dan tengah menyeberang Bengawan Sore.



Ki Ageng Pemanahan diberi hadiah tanah alas Mentaok di daerah Mataram, sedangkan Ki Penjawi juga diberi hadiah di daerah Pati. Sutawijaya (putra Ki Ageng Pemanahan) yang berhasil mengalahkan Arya Penangsang kemudian diangkat sebagai anak angkat Sultan Hadiwijaya dan menjadi saudara Pangeran Benawa yang merupakan putera mahkota Kesultanan Pajang.

Ki Ageng Pemanahan berhasil membangun hutan Mentaok itu menjadi desa yang makmur, bahkan lama-kelamaan menjadi kerajaan kecil yang bersaing dengan Pajang. Setelah Ki Ageng Pemanahan meninggal pada tahun 1575 ia digantikan putranya, Danang Sutawijaya yang juga sering disebut Pangeran Ngabehi Loring Pasar.

Suatu hari, keponakan Sutawijaya, Raden Pabelan akan dihukum mati karena kedapatan menyelinap ke Keputren. Hal itu ia lakukan untuk bertemu dengan Ratu Sekar Kedaton atau putri bungsu Sultan Hadiwijaya. Sultan Hadiwijaya pun merasa disepelekan. Raden Pabelan ditangkap dan dihukum mati.

Kondisi makin memanas setelah Sutawijaya yang menguasai Mataram sudah lama tidak sowan kepada ayah angkatnya Sultan Hadiwijaya. Kasultanan Pajang yang dipimpin Sultan Hadiwijaya bersiap menyerang Mataram dengan ibu kota di Kotagege (kawasan Jogjakarta) karena dianggap makar. Perang antara Kasultanan Pajang dan Mataram tidak bisa dihindarkan.



Sultan Hadiwijaya naik gajah memimpin pasukannya menyerbu Mataram. Saat perang terjadi, tiba-tiba Gunung Merapi yang letaknya tidak jauh dari posisi mereka, tiba-tiba meletus. Laharnya turun melewati Sungai Opak dan menghantam tenda-tenda milik prajurit Kerajaan Pajang. Banyak prajurit Sultan Hadiwijaya yang menjadi korban letusan Gunung Merapi.

Melihat hal itu, Sultah Hadiwijaya atau Jaka Tingkir menarik mundur para pasukannya. Dalam perjalanan pulang ke Pajang, Sultan Hadiwijaya mampir ke makam Sunan Tembayat di Gunung Jabalkat Klaten. Anehnya, gerbang makam tersebut tidak bisa dibuka. Karena kejadian itu, Sultan Hadiwijaya merasa ajalnya sebentar lagi.

Ternyata hal itu terbukti saat Sultan Hadiwijaya terjatuh dari gajah yang ditumpanginya. Setelah kejadian itu kesehatannya menurun. Sultan Hadiwijaya memanggil anak-anaknya, termasuk Pangeran Benowo. Jaka Tingkir berpesan kepada anak-anaknya untuk tidak menaruh dendam kepada Sutawijaya atau Panembahan Senapati. Sebab Sutawijaya merupakan anak angkat dari Sultan Hadiwijaya. Tak lama kemudian, Sultan Hadiwijaya atau Jaka Tingkir wafat dan dimakamkan di Desa Butuh, Sragen, Jawa Tengah.

Setelah Sultan Hadiwijaya wafat (1582), Danang Sutawijaya mengangkat diri sebagai raja Mataram dengan gelar Panembahan Senapati. Pajang kemudian dijadikan salah satu wilayah bagian dari Mataram yang beribukota di Kotagede. Senapati bertahta sampai wafatnya pada tahun 1601.

Sumber: dok.sindonews/okezone
(nic)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2582 seconds (0.1#10.140)