Raja Samaratungga, Sosok Utama di Balik Selesainya Candi Borobudur
loading...
A
A
A
JAKARTA - Candi Borobudur yang terkenal hingga sekarang, tidak lepas dari peran raja-raja hebat yang memerintah pada masa Kerajaan Mataram kuno. Salah satu raja yang ikut membangun candi tersebut, terutama dalam menyelesaikan pembangunannya pada tahun 825 adalah Raja Samaratungga.
Raja Samaratungga, tidak hanya menyelesaikan Candi Borobudur, ia juga membangun sebuah candi bernama Candi Bhumisambhara, yang merupakan nama lain dari Candi Jinalaya. Samaratungga mempercayakan arsitek Gunadharma dalam membangun candi. Baca Juga: Ada Candi Borobudur, Ini 4 Candi Terbesar di Dunia
Selain itu, Samaratungga melibatkan Kumarabacya dari Gandhadwipa (Bangalore) dan Visvawarman, yang merupakan ahli ajaran Buddha Tantra Vijrayana dari Kashmir, India. Pendapat adanya kisah pendirian candi megah itu juga sejalan dengan Prasasti Kulrak yang dikeluarkan pada 784 M.
Siapa sosok Samaratungga sesungguhnya? Sebagaimana diungkapkan sejarawan Slamet Muljana, Samaratungga merupakan anak dari raja Mataram, Samaragriwa yang pernah memerintah Medang pada 800-812 Masehi.
Pendapat Slamet Muljana ini dikuatkan dengan Prasasti Pongar yang dikeluarkan pada 802 Masehi. Prasasti tersebut menyebutkan Kamboja berhasil melepaskan diri dari penjajahan Jawa.
Pelepasan Kamboja dari kekuasaan Jawa tersebut melatarbelakangi Samaragriwa kemudian membagi wilayah kekuasaannya untuk kedua putranya Samaratungga dan Balaputradewa. Samaratungga mendapatkan wilayah di Jawa (Medang), sedangkan Balaputradewa mendapatkan wilayah di Sumatera.
Sebelum menjadi raja di Medang, Samaratungga terlebih dahulu menjadi kepala daerah Garung yang bergelar Rakryan i Garung atau Rakai Garung. Samaratungga sendiri naik tahta dan bergelar Sri Maharaja Samaratungga.
Semasa menjadi raja, Samaratungga menikahkan putrinya Pramodawardhani dengan Mpu Manuku dari Wangsa Sanjaya yang menjabat sebagai penguasa daerah Patapan pada 807 M berdasarkan Prasasti Munduan.
Pembangunan Candi Borobudur itu sendiri diawali oleh Rakai Panangkaran pada masa Kerajaan Mataram kuno. Dalam "Babad Tanah Jawi" dari tulisan Soedjipto Abimanyu dikisahkan runtutan raja-raja yang memerintah di Kerajaan Mataram .
Diawali dari Sanjaya, yang merupakan pendiri Kerajaan Mataram kuno atau yang dikenal dengan Kerajaan Medang. Dilanjutkan dengan Rakai Panangkaran yang menandai awal berkuasanya Wangsa Sailendra yang mengawali pembangunan Candi Borobudur.
Dilanjutkan dengan Rakai Panunggalan alias Dharanindra, yang menjadi raja ketiga Mataram kuno. Di masa Rakai Panunggalan inilah Kerajaan Sriwijaya ditaklukkan, sehingga Mataram kuno mengalami perluasan wilayah kekuasaan sampai ke Kamboja dan Campa.
Raja keempat Mataram kuno yang berkuasa yakni Rakai Warak alias Samaragrawira, ayah dari Balaputradewa, raja Sriwijaya Wirawairimathana. Berlanjut ke Rakai Garung atau Samaratungga Sri Maharaja Samaratungga. Di masa Samaratungga yang memerintah pada 792-835 inilah pembangunan candi Borobudur memasuki tahap akhir.
Tepatnya, candi megah Borobudur selesai dibangun pada 825. Untuk memperkuat aliansi Dinasti Sailendra dengan penguasa Sriwijaya, Samaratungga menikahi Dewi Tara, putri Dharmasetu.
Dari pernikahan itu lahirlah seorang putra pewaris tahta Balaputradewa, dan Pramodawardhani yang menikahi dengan Rakai Pikatan, putra Sri Maharaja Rakai Garung, raja kelima Kerajaan Medang.
Rakai Pikatan suami Pramodawardhani menjadi raja keenam yang menjadi awal kebangkitan Dinasti Sanjaya yang ditandai dengan Candi Prambanan. Rakai Pikatan terdapat dalam daftar para raja Mataram versi Prasasti Mantyasih. Namun nama aslinya menurut Prasasti Argapura adalah Mpu Manuku.
Raja ketujuh dari Kerajaan Medang yakni Rakai Kayuwangi atau Dyah Lokapala. Menurut Prasasti Wantil atau Prasasti Siwagerha tanggal 12 November 856, Dyah Lokapala naik tahta jadi raja menggantikan ayahnya sang Jatiningrat, gelar Rakai Pikatan sebagai brahmana.
Rakai Watuhumalang menjadi raja kedelapan Mataram kuno, ia naik tahta setelah terjadi perebutan kekuasaan antara Rakai Gurunwangi dan Rakai Kayuwangi, yang notabene merupakan anak dari Rakai Pikatan.
Rakai Watukura Dyah Balitung, menjadi raja ke-9 di Medang. Ia naik tahta sepeninggal Rakai Watukura, usia berhasil menaklukkan Rakai Gurunwangi dan Rakai Limus.
Pada akhir pemerintahan Dyah Balitung, terjadi persekutuan antara Mpu Daksa denhan Rakai Gurunwangi, sesuai dengan sumber di Prasasti Taji Gunung.Di masa Dyah Balitung pula pusat kerajaan telah berpindah dari Mamratipura ke Poh Pitu, sekitar Kedu.
Raja Samaratungga, tidak hanya menyelesaikan Candi Borobudur, ia juga membangun sebuah candi bernama Candi Bhumisambhara, yang merupakan nama lain dari Candi Jinalaya. Samaratungga mempercayakan arsitek Gunadharma dalam membangun candi. Baca Juga: Ada Candi Borobudur, Ini 4 Candi Terbesar di Dunia
Selain itu, Samaratungga melibatkan Kumarabacya dari Gandhadwipa (Bangalore) dan Visvawarman, yang merupakan ahli ajaran Buddha Tantra Vijrayana dari Kashmir, India. Pendapat adanya kisah pendirian candi megah itu juga sejalan dengan Prasasti Kulrak yang dikeluarkan pada 784 M.
Siapa sosok Samaratungga sesungguhnya? Sebagaimana diungkapkan sejarawan Slamet Muljana, Samaratungga merupakan anak dari raja Mataram, Samaragriwa yang pernah memerintah Medang pada 800-812 Masehi.
Pendapat Slamet Muljana ini dikuatkan dengan Prasasti Pongar yang dikeluarkan pada 802 Masehi. Prasasti tersebut menyebutkan Kamboja berhasil melepaskan diri dari penjajahan Jawa.
Pelepasan Kamboja dari kekuasaan Jawa tersebut melatarbelakangi Samaragriwa kemudian membagi wilayah kekuasaannya untuk kedua putranya Samaratungga dan Balaputradewa. Samaratungga mendapatkan wilayah di Jawa (Medang), sedangkan Balaputradewa mendapatkan wilayah di Sumatera.
Sebelum menjadi raja di Medang, Samaratungga terlebih dahulu menjadi kepala daerah Garung yang bergelar Rakryan i Garung atau Rakai Garung. Samaratungga sendiri naik tahta dan bergelar Sri Maharaja Samaratungga.
Semasa menjadi raja, Samaratungga menikahkan putrinya Pramodawardhani dengan Mpu Manuku dari Wangsa Sanjaya yang menjabat sebagai penguasa daerah Patapan pada 807 M berdasarkan Prasasti Munduan.
Pembangunan Candi Borobudur itu sendiri diawali oleh Rakai Panangkaran pada masa Kerajaan Mataram kuno. Dalam "Babad Tanah Jawi" dari tulisan Soedjipto Abimanyu dikisahkan runtutan raja-raja yang memerintah di Kerajaan Mataram .
Diawali dari Sanjaya, yang merupakan pendiri Kerajaan Mataram kuno atau yang dikenal dengan Kerajaan Medang. Dilanjutkan dengan Rakai Panangkaran yang menandai awal berkuasanya Wangsa Sailendra yang mengawali pembangunan Candi Borobudur.
Dilanjutkan dengan Rakai Panunggalan alias Dharanindra, yang menjadi raja ketiga Mataram kuno. Di masa Rakai Panunggalan inilah Kerajaan Sriwijaya ditaklukkan, sehingga Mataram kuno mengalami perluasan wilayah kekuasaan sampai ke Kamboja dan Campa.
Raja keempat Mataram kuno yang berkuasa yakni Rakai Warak alias Samaragrawira, ayah dari Balaputradewa, raja Sriwijaya Wirawairimathana. Berlanjut ke Rakai Garung atau Samaratungga Sri Maharaja Samaratungga. Di masa Samaratungga yang memerintah pada 792-835 inilah pembangunan candi Borobudur memasuki tahap akhir.
Tepatnya, candi megah Borobudur selesai dibangun pada 825. Untuk memperkuat aliansi Dinasti Sailendra dengan penguasa Sriwijaya, Samaratungga menikahi Dewi Tara, putri Dharmasetu.
Dari pernikahan itu lahirlah seorang putra pewaris tahta Balaputradewa, dan Pramodawardhani yang menikahi dengan Rakai Pikatan, putra Sri Maharaja Rakai Garung, raja kelima Kerajaan Medang.
Rakai Pikatan suami Pramodawardhani menjadi raja keenam yang menjadi awal kebangkitan Dinasti Sanjaya yang ditandai dengan Candi Prambanan. Rakai Pikatan terdapat dalam daftar para raja Mataram versi Prasasti Mantyasih. Namun nama aslinya menurut Prasasti Argapura adalah Mpu Manuku.
Raja ketujuh dari Kerajaan Medang yakni Rakai Kayuwangi atau Dyah Lokapala. Menurut Prasasti Wantil atau Prasasti Siwagerha tanggal 12 November 856, Dyah Lokapala naik tahta jadi raja menggantikan ayahnya sang Jatiningrat, gelar Rakai Pikatan sebagai brahmana.
Rakai Watuhumalang menjadi raja kedelapan Mataram kuno, ia naik tahta setelah terjadi perebutan kekuasaan antara Rakai Gurunwangi dan Rakai Kayuwangi, yang notabene merupakan anak dari Rakai Pikatan.
Rakai Watukura Dyah Balitung, menjadi raja ke-9 di Medang. Ia naik tahta sepeninggal Rakai Watukura, usia berhasil menaklukkan Rakai Gurunwangi dan Rakai Limus.
Pada akhir pemerintahan Dyah Balitung, terjadi persekutuan antara Mpu Daksa denhan Rakai Gurunwangi, sesuai dengan sumber di Prasasti Taji Gunung.Di masa Dyah Balitung pula pusat kerajaan telah berpindah dari Mamratipura ke Poh Pitu, sekitar Kedu.
(don)