Mengadu ke DPR Papua, Keluarga Lukas Enembe Bawa Surat Isinya 40 Orang Siap Perang

Senin, 03 Oktober 2022 - 21:19 WIB
loading...
Mengadu ke DPR Papua, Keluarga Lukas Enembe Bawa Surat Isinya 40 Orang Siap Perang
Keluarga Gubernur Papua, Lukas Enembe mengadu ke DPR Papua terkait penetapannya sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi oleh KPK, Senin (3/10/2022). Foto/iNews TV/Edy Siswanto
A A A
JAYAPURA - Keluarga Gubernur Papua, Lukas Enembe mengadu ke DPR Papua terkait penetapannya sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (3/10/2022).

Pengadukan itu diwakili Ketua Koalisi Rakyat Papua (KRP), Diaz Gwijangge dengan menyerahkan Surat Permohonan Bersama Keluarga Lukas Enembe, Suku Lani dan Gereja GIDI.



Surat tersebut diterima oleh Wakil Ketua 1 DPR Papua Yunus Wonda, didampingi Ketua Kelompok Khusus DPR Papua, Jhon NR Gobai dan Anggota Komisi I DPR Papua, Las Nirigi di ruang kerja Wakil Ketua I DPR Papua di Jayapura.

Surat permohonan bersama yang ditandatangani Diaz Gwijangge, pihak keluarga oleh Krities Enembe, anggota DPD RI Helina Murib, dan Presiden GIDI Dorman Wandigbo itu berisi sikap keluarga yang tidak mengizinkan Lukas Enembe dibawa keluar oleh KPK.

"Sehubungan dengan adanya upaya panggilan paksa terhadap anak kami Lukas Enembe sesuai penetapan tersangka oleh KPK beberapa waktu lalu untuk disidik, izinkan kami menyampaikan pandangan hukum adat kami bahwa Pak Lukas Enembe belum bisa keluar dari rumah dikarenakan adat kami tak mengizinkan orang sakit, anak-anak dan perempuan "berperang"," jelas surat tersebut.

Dias mengatakan, jika yang dimaksud perang dalam surat tersebut adalah untuk melakukan pembelaan terhadap Gubernur dari tuduhan yang dialamatkan terhadap dirinya.



"Begitulah adat kami menilat permasalahan ini secara sebenar-benarnya tanpa ada maksud pretensi dan maksud lain apapun. Sehingga sebanyak 40 orang yang sudah bersedia mati untuk mempertahankan adat kami akan mempertahankan harga diri adat kami dalam menyikapi masalah ini," tandasnya.

Selanjutnya, ujar Diaz Gwijangge, keluarga akan mempersilahkan Lukas Enembe keluar rumah setelah sembuh dan bisa diperiksa.

Diaz menampik jika hal itu sama sekali ini bukan melawan aparat, menghalang-halangi penegakan hukum apalagi melawan negara.



Dia menyebut jika Lukas Enembe sudah 20 tahun lebih mengabdi kepada Merah Putih sebagai PNS dan kepala daerah.

"Oleh sebab, pandangan adat yang tumbuh dalam hukum adat kami seperti ini, kami mohon untuk dijembatani oleh institusi bapak sebelum adanya jatuh korban karena adanya ketidak-fahaman di antara orang adat yang memegang teguh adatnya dan pandangan kekuasaan hukum modern," pintanya.

Sehingga dalam mediasi itu, masing-masing pihak bisa menahan jeda sejenak untuk saling memahami kondisi realitas pandangan adat dan pandangan pemerintahan modern.

"Sambil dokter independen dipersilahkan mendiagnosa menyeluruh keadaan sakit anak kami Lukas Enembe yang sejujurnya, agar masalah ini menjadi terang benderang dan jelas," jelasnya.

Surat itu ditembuskan kepada KSAD di Jakarta, Pangdam XVII/Cenderawasih, Kapolda Papua, Ketua Komnas HAM RI, Komnas HAM Perwakilan Papua, Komandan Korem 172/PWY, Komandan Kodim Jayapura dan Komandan Koramil Muaratami.

Usai pertemuan, Diaz Gwijangge mengatakan, jika sampai saat ini masih ada unsur pemaksaan dan membangun narasi luar biasa terhadap Lukas Enembe yang menjatuhkan mental. Apalagi, Lukas Enembe bukan sekedar gubernur, tetapi juga kepala suku.

"Ini pembunuhan karakter dan kami tidak terima sebagai keluarga dan beliau sebagai pengayom bagi orang Papua seluruhnya. Kami tidak terima itu, hak pribadinya harus dihargai," kata Diaz.

Apalagi, lanjut Diaz, narasi yang disebarkan bahwa seolah-olah Lukas Enembe sakit dibuat-buat, sangat tidak diterima oleh keluarga. Padahal Lukas Enembe sudah sakit 3 tahun lalu, bahkan struk sudah 4 kali.

"Beliau dibilang mangkir dari panggilan KPK dengan alasan sakit. Itu bukan dibuat-buat, tapi riil karena sekian tahun beliau memang sakit dan orang tahu itu," tandasnya.

Ia menilai jika penetapan Lukas Enembe sebagai tersangka kasus gratifikasi oleh KPK itu di luar prosedur hukum, lantaran Lukas Enembe belum pernah diperiksa oleh KPK.

Padahal, Lukas Enembe melalui pengacara akan mememuhi panggilan namun bukan saat ini. Untuk itu, ujar Diaz, keluarga menolak adanya mobilisasi aparat keamanan yang berlebihan dan pihaknya keluarga tidak ingin ada konflik dengan aparat keamanan.

"Kami tidak mau ada konflik antara kami dengan aparat keamanan. Apalagi, sudah banyak orang Papua yang tiap hari ada yang mati. Sehingga kami hari ini ingin selamatkan kaka gubernur karena sedang sakit, jangan sampai jatuh sakit lagi," katanya.

"Biarkan dia berobat, kami Koalisi Rakyat Papua dan Keluarga minta kepada DPR Papua agar kami jadi jaminan dan beri garansi bahwa beliau akan relakan untuk berobat. Surat ini secara adat bahwa Lukas Enembe sebagai anak adat," sambungnya.

Diaz meminta siapapun termasuk pejabat negara untuk tidak mengeluarkan narasi baik di media cetak maupun elektronik, karena hal itu menjadi bola liar.

"Mau penjabat gubernur di Papua Barat kah maupun pejabat negara di pusat, tidak usah bicara, karena ini ranahnya hukum. Bukan ranahnya politik, kalau ada kepentingan lain, bukan berarti kami yang tuduh, anda sendiri yang kasih tahu bahwa kamu sengaja mengganggu pak Lukas dalam pemerintahan, kami sudah baca itu," tandasnya.

Sementara itu, Wakil Ketua I DPR Papua, Yunus Wonda mengaku telah menerima aspirasi dari Koalisi Rakyat Papua yang akan ditindaklanjuti sesuai dengan mekanisme. Aspirasi ini sudah dibawa ke Jakarta dan diserahkan ke sejumlah pihak.

"Hari ini kami terima aspirasi ini, terkait dengan kesehatan pak Gubernur Lukas Enembe. Kita bicara tentang kemanusiaan dan masyarakat semua berharap bahwa kenapa beliau mau diperiksa dalam kondisi yang tidak sehat?," kata Yunus.

Apalagi, ungkap Yunus, Lukas Enembe menderita sakit yang mengetahui bukan hanya keluarga saja, bahkan pemerintah pusat dan Presiden sudah mengetahuinya.

"Beliau stroke ke empat. Bahkan, beliau pada periode kedua ini hampir fokus pada kesehatan, karena beliau sakit bukan sakit biasa saja, tapi sakit berat. Bayangkan, sejak PON itu beliau tidak bisa bersuara. Itu bisa muncul dilayar, itu hasil edit saja, beliau tidak bisa berbicara langsung dan kini sedang pemulihan," jelasnya.

Politisi Partai Demokrat ini melanjutkan, masyarakat meminta agar KPK menghormati haknya Lukas Enembe sebagai warga negara, terutama hak mendapatkan kesehatannya.

"Kalau beliau kondisi sehat dan normal, saya pikir beliau akan proaktif. Namun, kondisi beliau benar-benar sakit. Apalagi, pemeriksaan itu bukan hanya 1-2 jam, bisa diatas 10 jam. Nah, itu beliau tidak bisa," katanya.

Ditambahkan, jika Lukas Enembe sebagai warga negara tentu taat terhadap hukum, namun kondisi kesehatannya, sehingga membutuhkan jaminan.

"Kalau hari ini banyak media bilang beliau mangkir, takut dan lainnya, itu salah. Itu statemen yang menjadi provokasi yang membuat tidak bagus. Mari kita bersama ciptakan Papua yang aman dan nyaman," pungkasnya.
(shf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 1.1130 seconds (0.1#10.140)