Keluarga dan Massa Pendukung Tak Izinkan Lukas Enembe Berobat ke Jakarta
loading...
A
A
A
JAYAPURA - Keluarga Gubernur Papua Lukas Enembe bersama tokoh pemuda dan pendukung menggelar konferensi pers terkait kondisi terakhir dan pernyataan sikap, Jumat (30/9/2022).
Ratusan warga menjaga kediaman Gubernur Papua, Lukas Enembe kawasan Koya Tengah, Distrik Muara Tami, Kota Jayapura, Jumat (30/9/2022). Massa berjaga sambil menenteng senjata tradisional panah dan parang. Foto/iNews TV/Edy Siswanto
Konferensi pers berlangsung di depan kediaman Lukas Enembe di Koya Tengah, Distrik Muara Tami, Kota Jayapura yang dijaga ratusan massa bersenjata parang dan panah.
Frengklin Wahey perwakilan pemuda Tabi dalam penyampaiannya menegaskan jika elit politik Papua yang hendak menjatuhkan gubernur tidak patut menggunakan cara-cara yang dikatakan tidak tepat.
"Saya tegaskan kepada elit politik Indonesia dan anak papua yang mau merebut kekuasaan dengan memakai lembaga-lembaga negara jangan korbankan rakyat indonesia yang ada di Tanah Papua. Kalau kita cinta Indonesia, cinta Papua tetap damai, maka kita harus lindungi Lukas Enembe. Karena Lukas Enembe adalah pemersatu bangsa dan negara RI," kata Frengklin.
Dia mengatakan sangsi akan Kamtibmas Papua jika benar sampai terjadi sesuatu terhadap Lukas Enembe atas sikap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dikatakan memaksakan diri. Sementara kondisi gubernur masih sakit.
"Kalau terjadi apa-apa terhadap Lukas Enembe saya yakin dan percaya situasi Kamtibmas di Tanah Papua akan kacau. Saya di sini karena saya sayang semua masyarakat di Papua. Kami ingin Papua tetap aman dan damai," ucapnya.
Sementara kepala Suku Besar Pegunungan Tengah Papua, Elvis Tabuni menolak tawaran KPK untuk menyiapkan dokter guna memeriksa kesehatan gubernur.
"Saya sebagai kepala Suku Besar Pegunungan Tengah, kami mohon kepada KPK bahwa bapak Lukas Enembe sekarang ini dalam keadaan sakit. Sehingga kami meminta dokter khusus dari keluarga dan tidak meminta dari luar," tegas Elvis.
Lalu, dia juga meminta pemeriksaan terhadap Gubernur dilakukan di kediamannya di Koya Tengah, bukan ke Jakarta seperti disampaikan KPK.
"KPK kalau mau memeriksa datang ke Papua karena keluarga besar Gubernur Papua Lukas Enembe tidak memberikan izin untuk pergi keluar Papua. Dari sisi aturan negara ada, namun kami dari adat juga ada aturan, karena beliau adalah tokoh besar Papua," katanya.
"Mohon dipertimbangkan atau ditinjau kembali karena kami tidak mau rakyat menjadi korban. Tidak boleh ditarik secara paksa namun dengan pendekatan kuasa hukum atau lembaga lain yang datang dan mengambil keterangan bapak Lukas Enembe," sambungnya.
Pihakknya juga mempertanyakan terkait status penghargaan pengelolaan keuangan di Papua, yang dikatakan Menko Polhukam Mahfud MD terjadi kejanggalan.
"Kami keluarga besar melihat 8 kali berturut-turut bapak Lukas enembe mendapatkan piagam penghargaan WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) dan dari Menteri dalam negeri. Lalu kenapa sekarang dibilang korupsi," ucapnya.
Hal senada disampaikan keluarga Lukas Enembe, Ronald Kelnea, yang menyatakan pihaknya menegaskan jika Gubernur Papua Lukas Enembe tidak akan pergi berobat ke Jakarta, dan ini telah menjadi kesepakatan.
"Kami keluarga telah sepakat bahwa bapak Lukas Enembe tidak akan keluar dari rumah Koya untuk berobat ke Jakarta.
Diskriminasi yang dilakukan dari tahun 2017 sampai dengan hari ini, maka kami bangsa Papua, pemimpin kami dibunuh secara otomatis dari Jakarta maka kami tetap tidak memperbolehkan untuk keluar," kata Ronald yang menjabat Ketua DPC Demokrat Nduga.
"Kami pihak keluarga kecewa mustinya negara memberikan penghargaan terbaik kepada bapak Lukas Enembe, bukan seperti ini. Apabila pemaksaan terjadi maka, rakyat Papua sudah sepakat akan memisahkan diri dari Negara Republik Indonesia," pungkasnya.
Hal senada disampaikan Ketua KNPI Provinsi Papua, Benyamin Gurik. Pihaknya juga tidak mengizinkan Gubernur dibawa berobat ke Jakarta.
"Bapak Lukas Enembe tidak akan keluar berobat ke Jakarta dan bapak sudah menyampaikan bahwa kasus yang dituduhkan gratifikasi Rp1 miliar merusak citra tokoh Papua Gubernur Lukas Enembe yang sudah menerima WTP 8 kali berturut-turut. Seolah-olah adalah penjahat besar di negara ini. Ini adalah penghinaan dan pembunuhan karakter yang secara sengaja terstruktur, sistematis dan masif yang dilakukan oleh sejumlah tokoh-tokoh nasional kepada bapak Lukas Enembe," katanya
Menurutnya, pemerintah mengkonstruksi opini secara luar biasa seolah-olah rakyat Indonesia melihat rakyat Papua hari ini rakyat yang bodoh, tidak tahu apa-apa dan koruptor.
"Ada mantan panglima TNI masuk ke sini dan membentuk opini di media seolah-olah dia mau mengerahkan sejumlah kekuatan bersenjata seperti mau menangkap teroris di negara ini. Kami meminta kepada tokoh-tokoh besar di Republik ini hentikan penggiringan opini, pembunuhan karakter terhadap tokoh-tokoh Papua," pungkasnya.
Ratusan warga menjaga kediaman Gubernur Papua, Lukas Enembe kawasan Koya Tengah, Distrik Muara Tami, Kota Jayapura, Jumat (30/9/2022). Massa berjaga sambil menenteng senjata tradisional panah dan parang. Foto/iNews TV/Edy Siswanto
Konferensi pers berlangsung di depan kediaman Lukas Enembe di Koya Tengah, Distrik Muara Tami, Kota Jayapura yang dijaga ratusan massa bersenjata parang dan panah.
Frengklin Wahey perwakilan pemuda Tabi dalam penyampaiannya menegaskan jika elit politik Papua yang hendak menjatuhkan gubernur tidak patut menggunakan cara-cara yang dikatakan tidak tepat.
"Saya tegaskan kepada elit politik Indonesia dan anak papua yang mau merebut kekuasaan dengan memakai lembaga-lembaga negara jangan korbankan rakyat indonesia yang ada di Tanah Papua. Kalau kita cinta Indonesia, cinta Papua tetap damai, maka kita harus lindungi Lukas Enembe. Karena Lukas Enembe adalah pemersatu bangsa dan negara RI," kata Frengklin.
Dia mengatakan sangsi akan Kamtibmas Papua jika benar sampai terjadi sesuatu terhadap Lukas Enembe atas sikap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dikatakan memaksakan diri. Sementara kondisi gubernur masih sakit.
"Kalau terjadi apa-apa terhadap Lukas Enembe saya yakin dan percaya situasi Kamtibmas di Tanah Papua akan kacau. Saya di sini karena saya sayang semua masyarakat di Papua. Kami ingin Papua tetap aman dan damai," ucapnya.
Sementara kepala Suku Besar Pegunungan Tengah Papua, Elvis Tabuni menolak tawaran KPK untuk menyiapkan dokter guna memeriksa kesehatan gubernur.
"Saya sebagai kepala Suku Besar Pegunungan Tengah, kami mohon kepada KPK bahwa bapak Lukas Enembe sekarang ini dalam keadaan sakit. Sehingga kami meminta dokter khusus dari keluarga dan tidak meminta dari luar," tegas Elvis.
Lalu, dia juga meminta pemeriksaan terhadap Gubernur dilakukan di kediamannya di Koya Tengah, bukan ke Jakarta seperti disampaikan KPK.
"KPK kalau mau memeriksa datang ke Papua karena keluarga besar Gubernur Papua Lukas Enembe tidak memberikan izin untuk pergi keluar Papua. Dari sisi aturan negara ada, namun kami dari adat juga ada aturan, karena beliau adalah tokoh besar Papua," katanya.
"Mohon dipertimbangkan atau ditinjau kembali karena kami tidak mau rakyat menjadi korban. Tidak boleh ditarik secara paksa namun dengan pendekatan kuasa hukum atau lembaga lain yang datang dan mengambil keterangan bapak Lukas Enembe," sambungnya.
Pihakknya juga mempertanyakan terkait status penghargaan pengelolaan keuangan di Papua, yang dikatakan Menko Polhukam Mahfud MD terjadi kejanggalan.
"Kami keluarga besar melihat 8 kali berturut-turut bapak Lukas enembe mendapatkan piagam penghargaan WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) dan dari Menteri dalam negeri. Lalu kenapa sekarang dibilang korupsi," ucapnya.
Hal senada disampaikan keluarga Lukas Enembe, Ronald Kelnea, yang menyatakan pihaknya menegaskan jika Gubernur Papua Lukas Enembe tidak akan pergi berobat ke Jakarta, dan ini telah menjadi kesepakatan.
"Kami keluarga telah sepakat bahwa bapak Lukas Enembe tidak akan keluar dari rumah Koya untuk berobat ke Jakarta.
Diskriminasi yang dilakukan dari tahun 2017 sampai dengan hari ini, maka kami bangsa Papua, pemimpin kami dibunuh secara otomatis dari Jakarta maka kami tetap tidak memperbolehkan untuk keluar," kata Ronald yang menjabat Ketua DPC Demokrat Nduga.
"Kami pihak keluarga kecewa mustinya negara memberikan penghargaan terbaik kepada bapak Lukas Enembe, bukan seperti ini. Apabila pemaksaan terjadi maka, rakyat Papua sudah sepakat akan memisahkan diri dari Negara Republik Indonesia," pungkasnya.
Hal senada disampaikan Ketua KNPI Provinsi Papua, Benyamin Gurik. Pihaknya juga tidak mengizinkan Gubernur dibawa berobat ke Jakarta.
"Bapak Lukas Enembe tidak akan keluar berobat ke Jakarta dan bapak sudah menyampaikan bahwa kasus yang dituduhkan gratifikasi Rp1 miliar merusak citra tokoh Papua Gubernur Lukas Enembe yang sudah menerima WTP 8 kali berturut-turut. Seolah-olah adalah penjahat besar di negara ini. Ini adalah penghinaan dan pembunuhan karakter yang secara sengaja terstruktur, sistematis dan masif yang dilakukan oleh sejumlah tokoh-tokoh nasional kepada bapak Lukas Enembe," katanya
Menurutnya, pemerintah mengkonstruksi opini secara luar biasa seolah-olah rakyat Indonesia melihat rakyat Papua hari ini rakyat yang bodoh, tidak tahu apa-apa dan koruptor.
"Ada mantan panglima TNI masuk ke sini dan membentuk opini di media seolah-olah dia mau mengerahkan sejumlah kekuatan bersenjata seperti mau menangkap teroris di negara ini. Kami meminta kepada tokoh-tokoh besar di Republik ini hentikan penggiringan opini, pembunuhan karakter terhadap tokoh-tokoh Papua," pungkasnya.
(shf)