Cerita Terungkapnya PKI Blitar Selatan Berawal dari Sampah Bungkus Rokok
loading...
A
A
A
Di awal datang, para pimpinan PKI begitu dihormati. Setiap ada perjamuan, penduduk tak pernah lupa membawakan oleh-oleh makanan. Sambutan hangat itu membuat para pimpinan PKI lupa diri. Mereka malah membuat jarak dengan rakyat.
Mereka tidak membaur dengan warga desa. Tidak makan bersama, tidak tinggal bersama, tidak bekerja bersama. "Mereka cenderung bersifat sebagai atasan yang perlu menerima pelayanan istimewa, bagaikan raja-raja kecil di desa-desa".
Para pimpinan PKI juga memperlihatkan tabiat sebagai warga kota. Kebiasaan hidup borjuis di kota diperlihatkan di Blitar Selatan. Meskipun tinggal di desa-desa, beberapa kader masih ingin memperoleh makanan dan rokok dari kota.
Melalui kurir-kurir, mereka membeli barang-barang keperluan dari kota. Seperti rokok Gudang Garam, Bentoel, Djie Sam Soe dan kacang Lip Lip Hiong.
Tanpa disadari, sampah-sampah bungkusan makanan dan barang-barang dari kota itu menarik perhatian para petugas keamanan negara. Dari penyelidikan diketahui bahwa barang-barang itu tidak mungkin milik warga desa.
"Ini mempermudah pasukan penumpas untuk mengetahui di mana para tokoh PKI bersembunyi dan di mana basis koordinasi gerakan bersenjata dilakukan," tulis Siauw Giok Tjhan dalam G30S Dan Kejahatan Negara.
Baca: Gelar Konsolidasi, Begini Strategi Perindo Pesawaran untuk Menang Pemilu 2024.
Gerakan PKI di Blitar Selatan tidak berumur panjang. Penduduk yang semula menaruh hormat, berubah tidak simpatik setelah PKI melakukan aksi perampokan. Apalagi yang semula menyasar orang-orang kaya, kemudian meluas ke siapa saja.
Rakyat Blitar Selatan berbalik membantu operasi militer yang digelar rezim Soeharto. Di sisi lain kehancuran gerakan PKI di Blitar Selatan dipercepat adanya tokoh-tokoh yang berkhianat setelah tertangkap.
Baca Juga: Terbakar Cemburu, Suami di Jember Murka Bacok Teman Pria Istrinya.
Mereka tidak membaur dengan warga desa. Tidak makan bersama, tidak tinggal bersama, tidak bekerja bersama. "Mereka cenderung bersifat sebagai atasan yang perlu menerima pelayanan istimewa, bagaikan raja-raja kecil di desa-desa".
Para pimpinan PKI juga memperlihatkan tabiat sebagai warga kota. Kebiasaan hidup borjuis di kota diperlihatkan di Blitar Selatan. Meskipun tinggal di desa-desa, beberapa kader masih ingin memperoleh makanan dan rokok dari kota.
Melalui kurir-kurir, mereka membeli barang-barang keperluan dari kota. Seperti rokok Gudang Garam, Bentoel, Djie Sam Soe dan kacang Lip Lip Hiong.
Tanpa disadari, sampah-sampah bungkusan makanan dan barang-barang dari kota itu menarik perhatian para petugas keamanan negara. Dari penyelidikan diketahui bahwa barang-barang itu tidak mungkin milik warga desa.
"Ini mempermudah pasukan penumpas untuk mengetahui di mana para tokoh PKI bersembunyi dan di mana basis koordinasi gerakan bersenjata dilakukan," tulis Siauw Giok Tjhan dalam G30S Dan Kejahatan Negara.
Baca: Gelar Konsolidasi, Begini Strategi Perindo Pesawaran untuk Menang Pemilu 2024.
Gerakan PKI di Blitar Selatan tidak berumur panjang. Penduduk yang semula menaruh hormat, berubah tidak simpatik setelah PKI melakukan aksi perampokan. Apalagi yang semula menyasar orang-orang kaya, kemudian meluas ke siapa saja.
Rakyat Blitar Selatan berbalik membantu operasi militer yang digelar rezim Soeharto. Di sisi lain kehancuran gerakan PKI di Blitar Selatan dipercepat adanya tokoh-tokoh yang berkhianat setelah tertangkap.
Baca Juga: Terbakar Cemburu, Suami di Jember Murka Bacok Teman Pria Istrinya.