Misteri Kesaktian dan Keberadaan Keris Nagasara Sabuk Inten

Selasa, 06 September 2022 - 05:03 WIB
loading...
Misteri Kesaktian dan...
Kisah tentang keris Nagasara dengan segala misteri dan kesaktiannya erat terkait dengan Kerjaan Majapahit. Foto ilustrasi SINDOnews
A A A
Kisah tentang keris Nagasara dengan segala misteri dan kesaktiannya erat terkait dengan Kerjaan Majapahit. Cerita menganai keris berbentuk 13 lekukan atau gelombang serta bersabuk inten tersebut setidaknya ada dua versi cerita yang berkembang di masyarakat.

Keduanya tamapk sedikit berbeda jalan ceritanya, namun sama-sama menarik dan menunjukkan bahwa keris pusaka itu sangat sakti dan misterius. Versi yang satu dilatari oleh situasi Kerajaan Majapahit yang sudah mulai menurun kekuasaannya. Baca Juga: Kisah Nagasasra, Keris Penolak 1.000 Bencana



Kala itu timbul pemberontakan di mana-mana. Kerajaan bawahan mulai membangkang dan tidak setia kepada Majapahit. Kelaparan dan kemiskinan melanda kerajaan. Tidak hanya itu, bencana alam juga timbul di mana-mana. Raja pun mulai cemas dengan situasi yang dihadapi.

Dihimpun dari berbagai sumber, dikisahkan bahwa untuk menghadapi situasi tersebut Raja Brawijaya V mengumpulkan patih, para menteri dan penasihatnya. Mereka dimintai masukan oleh raja. Salah satu masukan penting pada rapat tersebut adalah agar dibuatkan keris pusaka dan sakti yang bisa mengatasi aneka situasi sulit yang dihadapi kerajaan.

Rapat juga menentukan bahwa yang kompeten membuat keris sakti asalah Mpu Supa. Usulan ini pun diterima Sang Prabu yang kemudian meminta Mpu Supa agar dibuatkan sebilah keris bertuah yang bisa meredam 1.000 macam bencana di Majapahit.

Atas titah raja, Mpu Supa segera beraksi. Mengingat keris yang dibuat bukan keris biasa, maka Mpu Supa mengerjakannya dengan menjalani berbagai prosedur. Pertama-tama dia harus bersemedi memohon petunjuk sang Maha Pencipta.

Dalam bertama yang memakan waktu lama itu, Mpu Supa meminta petunjuk soal bentuk dan manfaat keris pusaka itu. Niatnya terkabul. Mpu Supa mendapatkan petunjuk berupa gambaran bentuk sebilah keris dengan dapur naga yang mempunyai 1.000 sisik.

Segera setelah itu, dia mencari bahan-bahan yang dibutuhkan dan mempersiapkan segala keperluan untuk pembuatan pusaka kerajaan tersebut. Disebutkan bahwa Mpu Supa mengambil bahan pembuatan keris tersebut dari batu meteor dan menempanya di kawah gunung yang sangat panas, lalu menyepuhnya di pinggir pantai sampai air laut. Konon, saat dia menyepuhnya, air laut bergejolak sehingga sampai disebut dengan Segara Wedang, yaitu air laut yang bergejolak seperti air panas yang mendidih.

Setelah selesai seluruh prosesi pembuatan keris pusaka yang berbentuk naga tersebut, lalu dia menyerahkannya kepada raja. Raja sangat bergembira menerima pusaka yang dipesannya tersebut. Raja menamai keris pusaka itu dengan gelar Kiai Nagasasra.

Keris Nagasasra yang mempunyai 1.000 sisik emas dan bersabuk intan berlian ini mempunyai tuah untuk meredam seribu bencana dari berbagai penjuru wilayah kerajaan. Sang raja lalu memakainya untuk memadamkan pemberontakan dan serbuan tentara pemberontak dari kerajaan Blambangan. Dengan lenyapnya berbagai gejolak sosial, warga kembali tentram. Mereka bisa bekerja dengan tenang sehingga terhindar dari ancaman kelaparan.

Sementara versi lain menceritakan bahwa keris pusaka ini, sesuai dengan namanya, konon tercipta dari lidah sesosok makhluk berbentuk ular naga yang sangat sakti, namanya Nagasasra. Kisebutkan bahwa sang naga ini adalah putera seorang pertapa sakti bernama Manggir.

Sang pertapa kemudian berkelana dan bersemedi di salah satu gunung api. Namun sebelum pergi, dia sempat berpesan kepada istrinya, "Bila sekiranya ada keturunannya yang ingin bertemu, suruh dia mencariku ke sana," pesan Manggir kepada Ratu Perangin Angin, isterinya yang ternyata sedang mengandung.

Ketika lahir, ternyata anak yang dikandung itu bentuk fisiknya seperti ular naga. Tak hanya itu, perkembangan tubuh si anak juga begitu cepat, sehingga dalam waktu yang relatif singkat telah menjelma menjadi seekor naga raksasa yang sangat ganas. Sesuai dengan keadaannya, si anak diberi nama Nogososro atau Nagasasra.

Konon, apabila Nagasasra berjalan atau merayap, maka langkahnya menggetarkan permukaan bumi dan mengakibatkan banyak gunung terancam meletus. Suayu hari Nagasasra hendak mencari ayahnya dan bertanya kepada ibunya, "lbu, tunjukkan di mana gerangan ayahku berada? Mengapa aku tidak seperti manusia biasa. Aku akan mencari ayah dan meminta padanya agar tubuhku dirubah seperti manusia biasa, " katanya.

Ibunya tidak menjawab, karena dia sendiri tak dapat menjelaskan di mana keberadaan ayah dari anaknya. Karena tidak mendapat jawaban, Nagasasra sangat sedih. Ia lemudian pergi mencari ayahnya. Setelah sekian lama mencari, dia akhir menemukan ayahnya di sebuah gunung berapi yang berada di tepi pantai.

Melihat sosok anaknya, Manggir terkejut. Ayahnya merasa sangat malu dan enggan mengakui Nogososro sebagai anaknya. Meski demikian, dia tidak secara terang-terangan menyatakan hal itu. Ia kemudian bersiasat dengan menyuruh Nagasasra melilitkan tubuhnya ke sekeliling gunung tempatnya bertapa.

Manggi mentakan, dirinya akan mengakui Nagasasra sebagai anaknya jika ekornya bisa menyentuh kepalanya. Ujian itu berat bagi Nagasasra, karena kenyataannya, kepala dan ekornya tidak bisa saling menyentuh. Meski demikian, Nagasasra terus berusaha agar kepalanya bisa menyentuh ekor. Nagasasra lalu menjulurkan lidahnya agar dapat mencapai ekor. Setelah sudah payah, usahanya Nagasasra berhasil.

Namun, Manggir tidak bisa menerima kenyataan itu. Dia menilai apa yang dicapai Nagasasra tidak sah alias curang. Tidak hanya itu. Manggir lalu mencabut kerisnya, membabat lidah Nagasasra. Lidah anaknya terputus. Namun yang terjadi kemudian sungguh mengejutkan. Lidah Nagasasra yang terputus mengeluarkan api seperti petir yang sangat dahsyat. Seluruh Pulau Jawa bergoncang. Lidah Nagasasra kekudian menjadi keris berbentuk lidah naga.

Keris ini menjadi keris pusaka. Saat Majapahit runtuh, keris itu dibawa ke Keraton Demak oleh Raden Patah. Lalu saat Demak Demak runtuh, keris pusaka itu dibawa Jaka Tingkir yang kemudian menjadi Raja Pajang. Kemudian keris dipakai Penembahan Senopati dan seterusnya keris tersebut berada di bawah penguasaan raja-raja Mataram dan keturunannya sampai sekarang.
(don)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1779 seconds (0.1#10.140)