Kisah Serangan Berdarah Raden Wijaya, Hancurkan 18.000 Pasukan Mongol

Senin, 29 Agustus 2022 - 06:02 WIB
loading...
Kisah Serangan Berdarah...
Candi Brahu, salah satu peninggalan masa kejayaan Kerajaan Majapahit. Foto/Dok. SINDOnews
A A A
Pesta kemenangan usai perang dan menghancurkan Kerajaan Kediri, digelar secara besar-besaran oleh pasukan Mongol, bersama sisa kekuatan pasukan Kerajaan Singsari, pimpinan Raden Wijaya yang dikemudian hari mendirikan Kerajaan Majapahit.



Di tengah hiruk pikuk pesta itu, Raden Wijaya mengambil alih komando pasukan dan langsung menyerang balik pasukan Mongol. Serangan mematikan dari raja pertama Kerajaan Majapahit ini, membuat pasukan Mongol kehilangan kedigdayaannya.



Serangan balik secara kilat ini sudah direncanakan oleh Raden Wijaya, bersama beberapa orang kepercayaan dan rekan seperjuangannya untuk mendirikan Kerajaan Majapahit.



Saat itu, pasukan Raden Wijaya izin untuk pulang meninggalkan lokasi pesta terlebih dahulu. Ternyata izinnya untuk pulang ini bukannya pulang ke rumah, melainkan menyiapkan pasukan Majapahit untuk balik menyerang.

Sebulan kemudian, pasukan Majapahit bergerak menyusun serangan ke prajurit Mongol. Pada buku "Sandyakala di Timur Jawa : 1042 - 1527 M" dari tulisan Prasetya Ramadhan, dikisahkan bahwa Raden Wijaya kembali ke Tarik, yang saat itu dihuni pasukan tentara Mongol.

Raden Wijaya berhasil membunuh 200 orang prajurit Mongol yang mengawalnya ke Majapahit. Penumpasan pertama rombongan Mongol itu dilakukan oleh Sora dan Ronggolawe, dua panglima perang Majapahit yang merupakan paman dan keponakannya.



Rombongan terus bergerak untuk menghabisi pasukan Mongol, yang saat itu tengah dilanda pesta mabuk kemenangan. Raden Wijaya membawa pasukan yang lebih besar, Raden Wijaya menggerakkan pasukannya menuju kamp utama pasukan Mongol dan melancarkan serangan tiba-tiba.

Raden Wijaya berhasil membunuh banyak prajurit Mongol, sedangkan sisanya berlari ke kapal mereka. Setelah mencapai sebuah candi, tentara Mongol disergap oleh tentara Jawa yang telah menunggu. Di pantai, armada pasukan Jawa yang dipimpin Rakryan Mantri Arya Ardikara menghancurkan sejumlah kapal Mongol.

Pasukan Mongol mundur secara kacau karena angin muson yang dapat membawa mereka pulang akan segera berakhir, sehingga mereka terancam terjebak di Pulau Jawa untuk enam bulan berikutnya. Setelah semua pasukan naik ke kapal di pesisir, mereka bertarung di laut dengan armada Jawa.



Siasat cerdik Raden Wijaya memungkinkannya mengacaukan dan mengurangi sedikit demi sedikit pasukan Mongol. Selama pelarian, tentara Mongol kehilangan semua harta - harta rampasan perang yang ditangkap sebelumnya.

Armada pasukan Jawa berhasil menghalau mereka untuk berlayar ke Quanzhou selama 68 hari. Akibat serangan itu, pasukan Mongol kehilangan 3.000 prajurit terbaiknya. Total ada 12.000-18.000 tentara Mongol terbunuh, dengan jumlah orang yang ditawan tidak diketahui dan sejumlah kapal hancur.

Sebelum berangkat, mereka menghukum mati Jayakatwang dan anaknya sebagai ungkapan rasa kekesalan dan kekecewaan atas perbuatan penikaman dari belakang oleh Raden Wijaya. Jayakatwang sendiri sebelum dihukum mati di Pelabuhan Ujung Galuh, sempat menggubah sebuah karya sastra berjudul Kidung Wukir Polaman.
(eyt)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1833 seconds (0.1#10.140)