Kasus Suntik Vaksin Kosong, Hakim Tolak Eksepsi Terdakwa dr Gita
loading...
A
A
A
MEDAN - Pengadilan Negeri (PN) Medan melanjutkan persidangan perkara penyuntikan vaksin kosong ke tahap pemeriksaan pokok perkara, menyusul penolakan majelis hakim atas eksepsi terdakwa dr Gita melalui penasehat hukumnya.
Penolakan terhadap eksepsi dr Gita termaktub dalam putusan sela yang dibacakan Ketua Majelis Hakim, Immanuel Tarigan, di Pengadilan Negeri Medan, Selasa (19/7/2022).
“Menyatakan keberatan Penasehat Hukum (PH) terdakwa tidak dapat diterima,” kata hakim Immanuel Tarigan.
Penolakan terhadap eksepsi dr Gita dilakukan karena majelis hakim menilai berkas dakwaan yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum telah memenuhi syarat formil sesuai dengan Pasal 143 ayat 2 KUHAP. Dalam surat dakwaan JPU telah memuat secara jelas memuat identitas dan peristiwa pidana yang dilakukan.
Mendengarkan putusan sela hakim, dr Gita hanya terlihat menangis. Sementara itu, penasehat hukum terdakwa Redyanto Sidi menilai terdapat sejumlah kejanggalan dalam perkara ini. Mereka pun akan melakukan perlawanan dengan membuka sejumlah kejanggalan tersebut di persidangan selanjutnya.
“Klien kita adalah vaksinator yang ditunjuk secara resmi, kenapa kita dilaporkan? Siapa korbannya? Dan anehnya pelapornya adalah penyelenggara. Ini kita akan buka semuanya di persidangan,” ucapnya.
Perkara ini bermula pada Senin 17 Januari 2022 lalu, saat dilaksanakannya kegiatan Vaksinasi COVID-19 untuk anak umur 6-11 tahun yang bertempat di Sekolah Dasar Wahidin Sudirohusodo Kecamatan Medan Labuhan, Kota Medan.
Kegiatan vaksinasi itu diselenggarakan oleh Polsek Medan Labuhan dengan petugas pelaksanaan dari Rumah Sakit Umum Delima. Adapun pelaksanaan vaksinasi di sekolah tersebut dilaksanakan oleh dua tim.
Saat dilakukan vaksinasi, dr Gita diduga menyuntikkan vaksin kosong atau kurang dari dosis yang ditetapkan kepada dua orang anak peserta vaksinasi. Penyuntikkan itu sempat direkam orangtua anak tersebut. Atas dugaan perbuatan tersebut, dr Gita kini didakwa dengan Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 tahun 1984, tentang Wabah Penyakit Menular.
Penolakan terhadap eksepsi dr Gita termaktub dalam putusan sela yang dibacakan Ketua Majelis Hakim, Immanuel Tarigan, di Pengadilan Negeri Medan, Selasa (19/7/2022).
“Menyatakan keberatan Penasehat Hukum (PH) terdakwa tidak dapat diterima,” kata hakim Immanuel Tarigan.
Baca Juga
Penolakan terhadap eksepsi dr Gita dilakukan karena majelis hakim menilai berkas dakwaan yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum telah memenuhi syarat formil sesuai dengan Pasal 143 ayat 2 KUHAP. Dalam surat dakwaan JPU telah memuat secara jelas memuat identitas dan peristiwa pidana yang dilakukan.
Mendengarkan putusan sela hakim, dr Gita hanya terlihat menangis. Sementara itu, penasehat hukum terdakwa Redyanto Sidi menilai terdapat sejumlah kejanggalan dalam perkara ini. Mereka pun akan melakukan perlawanan dengan membuka sejumlah kejanggalan tersebut di persidangan selanjutnya.
“Klien kita adalah vaksinator yang ditunjuk secara resmi, kenapa kita dilaporkan? Siapa korbannya? Dan anehnya pelapornya adalah penyelenggara. Ini kita akan buka semuanya di persidangan,” ucapnya.
Perkara ini bermula pada Senin 17 Januari 2022 lalu, saat dilaksanakannya kegiatan Vaksinasi COVID-19 untuk anak umur 6-11 tahun yang bertempat di Sekolah Dasar Wahidin Sudirohusodo Kecamatan Medan Labuhan, Kota Medan.
Kegiatan vaksinasi itu diselenggarakan oleh Polsek Medan Labuhan dengan petugas pelaksanaan dari Rumah Sakit Umum Delima. Adapun pelaksanaan vaksinasi di sekolah tersebut dilaksanakan oleh dua tim.
Saat dilakukan vaksinasi, dr Gita diduga menyuntikkan vaksin kosong atau kurang dari dosis yang ditetapkan kepada dua orang anak peserta vaksinasi. Penyuntikkan itu sempat direkam orangtua anak tersebut. Atas dugaan perbuatan tersebut, dr Gita kini didakwa dengan Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 tahun 1984, tentang Wabah Penyakit Menular.
(nic)