Pangeran Bratakelana, Putra Sunan Gunung Jati yang Tewas Dibunuh Bajak Laut
loading...
A
A
A
PANGERAN Bratakelana alias Pangeran Gung Anom, merupakan putra Sunan Gunung Jati dari istrinya Nyi Raradjati alias Nyi Rarabaghdad atau Syarifah Bagdad. Kisah hidupnya tragis. Dia tewas dibunuh bajak laut.
Seperti apa kisahnya? Demikian Cerita Pagi, akan mengulas secara singkat riwayat putra Sunan Gunung Jati tersebut.
Pangeran Bratakala memiliki seorang abang, bernama Pangeran Djajakelana yang lahir pada 1486 M. Menurut Babad Cirebon, Pangeran Djajakelana menikah dengan seorang wanita bernama Ratu Pembayun.
Gadis tersebut merupakan putri Raden Fatah, Raja di Kerajaan Islam Demak. Namun, seperti tertulis pada Carita Purwaka Caruban Nagari, pada 1516 M, Pangeran Djajakelana wafat. Pembayun kemudian dinikahi Fatahillah.
Sedang Pangeran Bratakelana lahir dua tahun setelah abangnya, pada 1488. Setelah dewasa, dia menikah dengan seorang wanita bernama Ratu Nyawa, yang merupakan putri Raden Fatah lainnya, pada 1511 M.
Tentang Ratu Nyawa, ada juga sumber yang menyebutkan bahwa dia putri Sultan Trenggana, putra Raden Fatah.
Beberapa tahun setelah pernikahan itu, dalam sebuah perjalanan pulang dari Demak ke Cirebon, kapal Pangeran Bratakelana dihadang bajak laut. Dia tewas dalam serangan bajak laut itu, pada 1513 M.
Jenazahnya kemudian dibuang ke dasar laut, namun berhasil ditemukan dan dimakamkan di pesisir Mundu, Pantai Cirebon. Namanya, kemudian dikenal sebagai Pangeran Seda (ing) Lautan atau Pangeran Seda Laut.
Dalam sumber lain disebutkan, Pangeran Seda Ing Lautan (Pangeran yang wafat di tengah lautan) dan Ki Gede Ing Sura dalam cerita rakyat Palembang merupakan tokoh yang sama dalam dinasti Jawa di Palembang.
Sesudah runtuhnya Majapahit, Palembang menjadi daerah protektorat Kerajaan Demak-Pajang, dan Kerajaan Mataram selama 71 tahun. Penguasa Demak di Palembang yang pertama adalah Pengeran Seda Ing Lautan.
Dalam uraian itu juga disebutkan, bahwa Pangeran Seda Ing Lautan wafat di laut Jawa dalam pelayaran pulang ke Palembang, setelah mengantarkan upeti ke Demak. Di sini, ada perbedaan versi dengan kisah dari Cirebon.
Sampai di sini uraian singkat Cerita Pagi diakhiri. Semoga bermanfaat.
Sumber tulisan:
1. Prof. Dr. H. J. Suyuthi Pulungan, Sejarah Peradaban Islam, Amzah, Buku Elektronik.
2. Wawan Hernawan, Ading Kusdiana, Biografi Sunan Gunung Djati: Sang Penata Agama di Tanah Sunda, LP2M UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Buku Elektronik.
3. Besta Basuki Kertawibawa, Syarif Hidayatullah, Sang Pengembang Kerajaan Cirebon, Kiblat Buku Utama, 2009.
Lihat Juga: Dapat Nomor Urut 1, Fitrianti-Nandriani Beberkan Visi Misi dan Optimistis Menang di Pilkada Palembang
Seperti apa kisahnya? Demikian Cerita Pagi, akan mengulas secara singkat riwayat putra Sunan Gunung Jati tersebut.
Pangeran Bratakala memiliki seorang abang, bernama Pangeran Djajakelana yang lahir pada 1486 M. Menurut Babad Cirebon, Pangeran Djajakelana menikah dengan seorang wanita bernama Ratu Pembayun.
Gadis tersebut merupakan putri Raden Fatah, Raja di Kerajaan Islam Demak. Namun, seperti tertulis pada Carita Purwaka Caruban Nagari, pada 1516 M, Pangeran Djajakelana wafat. Pembayun kemudian dinikahi Fatahillah.
Sedang Pangeran Bratakelana lahir dua tahun setelah abangnya, pada 1488. Setelah dewasa, dia menikah dengan seorang wanita bernama Ratu Nyawa, yang merupakan putri Raden Fatah lainnya, pada 1511 M.
Tentang Ratu Nyawa, ada juga sumber yang menyebutkan bahwa dia putri Sultan Trenggana, putra Raden Fatah.
Beberapa tahun setelah pernikahan itu, dalam sebuah perjalanan pulang dari Demak ke Cirebon, kapal Pangeran Bratakelana dihadang bajak laut. Dia tewas dalam serangan bajak laut itu, pada 1513 M.
Jenazahnya kemudian dibuang ke dasar laut, namun berhasil ditemukan dan dimakamkan di pesisir Mundu, Pantai Cirebon. Namanya, kemudian dikenal sebagai Pangeran Seda (ing) Lautan atau Pangeran Seda Laut.
Dalam sumber lain disebutkan, Pangeran Seda Ing Lautan (Pangeran yang wafat di tengah lautan) dan Ki Gede Ing Sura dalam cerita rakyat Palembang merupakan tokoh yang sama dalam dinasti Jawa di Palembang.
Sesudah runtuhnya Majapahit, Palembang menjadi daerah protektorat Kerajaan Demak-Pajang, dan Kerajaan Mataram selama 71 tahun. Penguasa Demak di Palembang yang pertama adalah Pengeran Seda Ing Lautan.
Dalam uraian itu juga disebutkan, bahwa Pangeran Seda Ing Lautan wafat di laut Jawa dalam pelayaran pulang ke Palembang, setelah mengantarkan upeti ke Demak. Di sini, ada perbedaan versi dengan kisah dari Cirebon.
Sampai di sini uraian singkat Cerita Pagi diakhiri. Semoga bermanfaat.
Sumber tulisan:
1. Prof. Dr. H. J. Suyuthi Pulungan, Sejarah Peradaban Islam, Amzah, Buku Elektronik.
2. Wawan Hernawan, Ading Kusdiana, Biografi Sunan Gunung Djati: Sang Penata Agama di Tanah Sunda, LP2M UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Buku Elektronik.
3. Besta Basuki Kertawibawa, Syarif Hidayatullah, Sang Pengembang Kerajaan Cirebon, Kiblat Buku Utama, 2009.
Lihat Juga: Dapat Nomor Urut 1, Fitrianti-Nandriani Beberkan Visi Misi dan Optimistis Menang di Pilkada Palembang
(san)