Aliran Dana Kasus Suap Bupati Bogor Non-Aktif Ade Yasin, Ada Kode Fotokopian

Rabu, 13 Juli 2022 - 16:49 WIB
loading...
Aliran Dana Kasus Suap Bupati Bogor Non-Aktif Ade Yasin, Ada Kode Fotokopian
Aliran dana kasus suap Bupati Bogor nonaktif Ade Yasin, ada kode fotokopian.Foto/ilustrasi
A A A
BANDUNG - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Bupati Bogor non-aktif, Ade Yasin otak di balik kasus suap pegawai Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Perwakilan Provinsi Jawa Barat.

Lewat arahannya, Ade Yasin didakwa menyuap pegawai BPK Jabar dengan uang senilai total Rp1,935 miliar. Praktik haram tersebut dilakukan Ade Yasin semata-mata untuk mendapatkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK Jabar dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kabupaten Bogor Tahun Anggaran 2021.

Uang suap senilai Rp1,9 miliar lebih itu diberikan Ade Yasin tim BPK Jabar melalui orang kepercayaannya secara bertahap dalam kurun waktu Oktober 2021 hingga April 2022. Kode 'fotokopian' pun digunakan dalam proses serah terima uang suap tersebut.

Baca juga: Demi Predikat WTP, Bupati Bogor Non-Aktif Ade Yasin Nekat Suap Pegawai BPK Jabar Rp1,9 Miliar

Jaksa KPK membeberkan praktik suap yang diawali entry meeting antara tim BPK Jabar dengan jajaran Pemkab Bogor yang juga dihadiri Ade Yasin. Dalam entry meeting tersebut, tim BPK Jabar mengumumkan rencana pemeriksaan LKPD Kabupaten Bogor.

Pemeriksaan pun kemudian berjalan. Di tengah pemeriksaan, tim BPK Jabar mengungkap adanya potensi pelanggaran pada beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan Pemkab Bogor.

Adapun potensi temuan pelanggaran tersebut, seperti adanya kekurangan volume pekerjaan atas belanja modal pengadaan 24 kontrak yang hanya 14 kontrak, temuan 11 kontrak pekerjaan jasa konsultasi yang hanya 9 kontrak, serta kelemahan pengelolaan penganggaran dan belanja.

"Saat itu, menurut Gerri Ginanjar Trie Rahmatullah (pemeriksa BPK Jabar), laporan yang dimaksud sangar buruk dan berpotensi disclaimer. Kemudian Ihsan Ayatullah (orang kepercayaan Ade Yasin) meminta untuk membuatkan laporan keuangan Pemkab Bogor tahun anggaran 2021 agar laporan keuangan tersebut nantinya dapat dijadikan dasar mendapat opini WTP," papar Jaksa KPK saat membacakan dakwaannya di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Rabu (13/7/2022).

Atas potensi disclaimer itu, lanjut Jaksa KPK, Ihsan Ayatullah kemudian melapor kepada Ade Yasin. Menanggapi laporan tersebut, Ade Yasin kemudian meminta Ihsan Ayatullah untuk mengatasi potensi disclaimer tersebut, agar LKPD mendapatkan predikat WTP.

"Karena opini WTP merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh Pemkab Bogor untuk mendapatkan dana insentif daerah (DID) yang berasal dari APBN," terang Jaksa KPK.

Dalam praktiknya, Ihsan Ayatullah pun kemudian mulai menyerahkan uang suap yang bersumber dari SKPD dan kontraktor rekanan Pemkab Bogor kepada tim BPK Jabar yang diwakili Hendra Nur Rahmatullah Kartiwa.

Dalam proses serah terima uang suap itu, Jaksa KPK mengungkapkan bahwa terdapat kode 'fotokopian' sebagai kode uang suap. 'Fotokopian' pertama berasal dari RSUD Ciawi sebesar Rp200 juta diserahkan Ihsan Ayatullah kepada tim BPK Jabar dan disusul 'fotokopian' lainnya dengan jumlah yang bervariasi.

Setelah menerima 'fotokopian' senilai lebih dari Rp1 miliar, Hendra Nur Rahmatullah Kartiwa kemudian membagikan uang suap tersebut. Dia sendiri mengantongi Rp970 juta dan Rp135 lainnya diberikan kepada tim BPK Jabar lainnya, Anton Merdiansyah.

"Kemudian, Hendra Nur Rahmatullah Kartiwa meminta lagi uang kepada Ihsan Ayatullah sebesar Rp500 juta yang diberikan dengan cara transfer," ungkap Jaksa KPK seraya mengatakan, untuk memenuhi permintaan Hendra Nur Rahmatullah, Ihsan Ayatullah mengumpulkan kembali uang dari sejumlah SKPD di lingkungan Pemkab Bogor.

Pemeriksaan LKPD Kabupaten tahun anggaran 2021 pun kemudian dianggap selesai yang ditandai exit meeting. Namun, dalam exit meeting itu, tim BPK Jabar mengumumkan adanya 26 temuan disclaimer pada 16 SKPD.

Lagi-lagi, praktik suap menyuap pun kembali terjadi. Usai mengumumkan temuan tersebut, Hendra Nur Rahmatullah Kartiwa kembali meminta uang kepada Rizki Taufik Hidayat dari Dinas PUPR Kabupaten Bogor sebesar Rp500 juta.

Permintaan itu akhirnya dipenuhi Rizki Taufik Hidayat dengan mengumpulkan uang sebesar Rp300 juta dari rekanan kontraktor Rp 300 juta dan Rp140 juta internal Dinas PUPR.



Saat Rizki Taufik Hidayat akan menyerahkan uang yang seluruhnya berjumlah Rp440 juta itu, kata Jaksa KPK, Hendra Nur Rahmatullah Kartiwa meminta agar uang tersebut disimpan dulu oleh Rizki Taufik Hidayat.

"Pada malam harinya, Ihsan Ayatullah, Maulana Adam, dan Rizki Taufik Hidayat serta Hendra Nur Rahmatullah Kartiwa diamankan oleh petugas KPK," tandas Jaksa KPK.

Jaksa KPK menilai, terdakwa Ade Yasin melanggar Pasal 5 ayat 1 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP sebagaimana dakwaan pertama. Ade Yasin juga dianggap melanggar Pasal 13 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP sebagaimana dakwaan kedua.

Diketahui, Bupati Bogor Ade Yasin terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK bersama dengan 11 orang lainnya. Kemudian, KPK menetapkan delapan orang tersangka, baik pemberi suap maupun penerima suap dalam kasus suap yang melibatkan pegawai BPK RI Perwakilan Provinsi Jabar itu.

Berikut daftar para tersangka:
Pemberi Suap:

1. Ade Yasin, Bupati Kabupaten Bogor periode 2018-2023
2. Maulana Adam, Sekdis Dinas PUPR Kabupaten Bogor
3. Ihsan Ayatullah, Kasubid Kas Daerah BPKAD Kabupaten Bogor
4. Rizki Taufik, PPK pada Dinas PUPR Kabupaten Bogor

Penerima Suap:
1. Anthon Merdiansyah, Pegawai BPK Jabar/Kasub Auditorat Jabar III/Pengendali Teknis
2. Arko Mulawan, pegawai BPK Jabar/Ketua Tim Audit Interim Kabupaten Bogor
3. Hendra Nur Rahmatullah Karwita, pegawai BPK Jabar/Pemeriksa
4. Gerri Ginajar Trie Rahmatullah, pegawai BPK Jabar/Pemeriksa.
(msd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1773 seconds (0.1#10.140)