Daerah Masih Terkendala Birokrasi Soal Ekspor Benur Lobster

Rabu, 24 Juni 2020 - 21:40 WIB
loading...
Daerah Masih Terkendala Birokrasi Soal Ekspor Benur Lobster
Sejumlah nelayan bersiap-siap melaut untuk menangkap benih lobster. Foto/Dok/SINDOnews
A A A
LAMPUNG - Kebijakan pemerintah dalam ekspor benih lobster hingga kini dinilai belum berjalan lancar lantaran terhambat persoalan birokrasi di daerah. Hal ini akibat lambatnya koordinasi antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten.

Akademisi bidang pertahanan Hamzah Zaelani Marie mengatakan, pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) harus bergerak cepat dalam mengeksekusi kebijakan yang sudah dibuat, dengan segera menyelesaikan semua kendala yang terjadi di lapangan sehingga kebijakan ekspor benih Lobster tidak sekadar di atas kertas.

Hamzah menyoroti beberapa poin yang menjadi fakta dari kebijakan ekspor benih lobster tersebut yang sebenarnya sudah legal, tapi sulit berjalan dengan lancar. Di antaranya adalah birokrasi alur pendaftaran nelayan yang berbelit. (Baca juga: Peraturan Menteri KKP Nomor 12 Tahun 2020 Dinilai Tidak Berpihak pada Nelayan )

Alur pendaftaran nelayan tersebut yakni, pertama,Pendaftaran binaan nelayan perusahaan ke Dinas Provinsi. kedua,Provinsi melakukan rekap, koordinasi dengan Kabupaten untuk verifikasi dan selanjutnya memberikan usulan ke DJPT. Ketiga, DJPT mengesahkan nelayan menjadi nelayan yang legal dan terdaftar untuk menangkap BL. Keempat,mengirimkan usulan kembali ke Provinsi untuk disosialisasikan ke Kabupaten.

"Alur yang berbelit tersebut kemudian diperparah dengan lemahnya birokrasi dan lambatnya koordinasi antara KKP pusat, Provinsi dan Kabupaten. Sehingga memakan waktu mingguan dalam proses penetapan nelayan dan masih belum selesai karena birokrasi yang rumit," ujar Hamzah, Rabu (24/6).

Kendala birokrasi tersebut, harus segera diselesaikan karena jika tidak tentu hal ini sangat merugikan nelayan sebagai ujung tombak dari kekuatan maritim bangsa. Birokrasi yang rumit tentu juga menghambat iklim investasi di sektor kelautan dan perikanan.

"Ketidaksamaan irama, KKP pusat memerintahkan pelaku usaha untuk segera jalan ekspor karena sudah mengantongkan izin, tetapi di waktu yang sama provinsi dan kabupaten belum siap. Jelas ini sangat merugikan. Seharusnya upaya-upaya ekspor didukung. Mengingat kita tengah mengalami defisit neraca perdagangan," ujarnya.

Contoh lain dari rumitnya birokrasi, beber Hamzah, adalah sulitnya melakukan penerbitan proses Surat Keterangan Asal Benih (SKAB) yang mana sebetulnya memiliki persyaratan yang cukup simple, namun harus melampaui proses tingkatan-tingkatan regulator yang tidak sinkron.

Dari Informasi yang dihimpun, kata Hamzah, ada indikasi penggunaan kekuatan politis untuk kepentingan satu wilayah dalam proses pendaftaran & verifikasi Nelayan. Kemudian campur tangan pihak tertentu untuk memperlambat alur proses pendaftaran nelayan bagi perusahaan-perusahaan dari luar wilayah.

"Jangan sampai para perusahaan jadi dilematis, ingin segera melakukan ekspor karena sudah mengantungi izin dan mengikuti semua persyaratan yang diwajibkan oleh KKP, tetapi infrastruktur untuk melewati jalan ini masih banyak bolongnya, sehingga para perusahaan pun jadi bingung antara maju dan diam di tempat," ujarnya.

Sebelumnya, pemerintah melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 12 Tahun 2020 mengizinkan ekspor benih lobster.

Meski demikian, belum ada regulasi turunan mengenai kebijakan ekspor produk perikanan tersebut, termasuk mengenai tata cara pemungutan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

Namun, dua perusahaan telah melakukan ekspor 97.500 benih lobster terdiri atas tujuh koli, pada Jumat (12/6), melalui Bandara Internasional Soekarno-Hatta ke Vietnam.
(mpw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1882 seconds (0.1#10.140)