Atasi Dampak Pandemi Corona, Jateng Andalkan Konsep Jogo Tonggo
loading...
A
A
A
JAKARTA - Untuk menanggulangi dampak pandemi virus Corona (COVID-19) Jawa Tenggah mengandalkan konsep Jogo Tonggo (jaga tetangga). Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo (@ganjar_pranowo) mengungkap Jogo Tonggo dalam obrolan di Instagram Live @sindonews, Sabtu (25/4/2020) sore.
Ganjar merupakan salah satu kepala daerah yang dianggap sigap dalam tangani wabah Corona. Kini Jateng sedang mengantisipasi warga yang nekat pulang kampung agar mereka mengisolasi diri terlebih dahulu.
"Jogo Tonggo atau Jaga Tetangga. Ini kalau kita ingin bantuan dari pemerintah kan terbatas. Semuanya jadi korban atau terkenda dampak COVID-19 ini, namun karena anggaran kurang, maka butuh toleransi dan teposeliro, yang mampu ya tolong ikut membantu, jangan malah minta. Daftarkan yang kurang mampu. Kita saling bantu, gotong royong," kata Ganjar dalam obrolan yang dipandu wartawan SINDOnews, Chamad Hojin.
Menurut Ganjar, selain itu perlu modal sosial, dan nilai-nilai komunal sudah ada sejak dahulu di tengah masyarakat. "Seperti di tingkat RW, harus dilindungi warga yang sudah sepuh, balita, anak-anak, disabilitas, korban PHK, orang yang nekat mudik dan sebagainya. Sehingga bisa saling membantu," paparnya.
Termasuk juga mengenai keluhan dan kekhawatiran warga soal keamanan terkait dengan banyaknya narapidana yang dibebaskan dengan proses asimilasi. "Itu bisa lewat saling menjaga tetangga, Jogo Tonggo," tandasnya.
Ganjar juga langsung merespons pertanyaan salah satu netizen yang bekerja sebagai bidan mengenai alat pelindung diri (APD) untuk tenaga kesehatan yang masih susah didapat di Banjarnegara dan Purbalingga. "Boleh enggak kita kasih kejutan. Nanti saya minta nomernya biar saya hubungi dan kasih bantuan APD," katanya.
Mengenai warga Jawa Tengah yang merantau di Jabodetabek, Ganjar mengaku sudah berkali-kali mengimbau agar tidak mudik. "Saya titip ke Gubernur DKI, Jabar, Banten. Tolong warga saya yang ada di sana dibantu. Kita saling bantu. Di sini kita bantu teman-teman dari Banten, Papua, Sumatera Barat dan lainnya yang tidak bisa pulang," terangnya.
Kuncinya warga Jawa Tengah yang diminta tidak pulang harus dijamin kebutuhan pokoknya. "Itulah makanya saye telepon pak Anies Baswedan, pak Ridwan Kamil dan Kemensos. Harapan saya, mereka bisa dijamin kebutuhan pokoknya selama 3 bulan," jelasnya.
Ganjar menegaskan bahwa penanganan COVID-19 bukanlah bicara tentang teritorial. "Tapi soal kemanusian yang adil dan beradab," tegasnya. Lantas sampai kapan pandemi COVID-19 ini akan terjadi di Jateng. Menurut Ganjar sebenarnya dalam 28 hari gangguan virus mematikan ini bisa berakhir.
"Selama 28 hari atau katakanlah sebulan kita semua disiplin di rumah. 14 hari awal virus mengganggu, 14 hari berikutnya kita cegah. Kalau ada yang gejala sakit kita ambil dan bawa ke rumah sakit. Kalau mau, 28 hari itu selesai, tp kan pada enggak mau," ungkapnya.
Menurut Ganjar, berdasaran perkiraan ahli kalau kondisi penanganan hanya begini saja, maka September nanti COVID-19 baru mulai turun. "Sedangkan kalau kita intervesi, dengan PSBB dan lainnya maka skenario kita COVID-19 ini bisa sampai Juni," terangnya.
"Kalau semua ketat dan disiplin, maka Mei selesai. Pertanyaannya apa bisa kita ketat dan disiplin. Waktu tergantung kita, tentara terdepan melawan COVID-19 ya kita sendiri. Jangan mudik, disiplin cuci tangan, pakai masker, jaga jarak, dan terus berdoa," tegasnya.
Terakhir, Ganjar meminta kesadaran masyarakat Jawa Tengagh agar jangan sampai terjadi lagi aksi menolak jenazah pasien COVID-19, serta stigma negatif kepada keluarganya karena hal itu sangat menyakitkan.
Ganjar merupakan salah satu kepala daerah yang dianggap sigap dalam tangani wabah Corona. Kini Jateng sedang mengantisipasi warga yang nekat pulang kampung agar mereka mengisolasi diri terlebih dahulu.
"Jogo Tonggo atau Jaga Tetangga. Ini kalau kita ingin bantuan dari pemerintah kan terbatas. Semuanya jadi korban atau terkenda dampak COVID-19 ini, namun karena anggaran kurang, maka butuh toleransi dan teposeliro, yang mampu ya tolong ikut membantu, jangan malah minta. Daftarkan yang kurang mampu. Kita saling bantu, gotong royong," kata Ganjar dalam obrolan yang dipandu wartawan SINDOnews, Chamad Hojin.
Menurut Ganjar, selain itu perlu modal sosial, dan nilai-nilai komunal sudah ada sejak dahulu di tengah masyarakat. "Seperti di tingkat RW, harus dilindungi warga yang sudah sepuh, balita, anak-anak, disabilitas, korban PHK, orang yang nekat mudik dan sebagainya. Sehingga bisa saling membantu," paparnya.
Termasuk juga mengenai keluhan dan kekhawatiran warga soal keamanan terkait dengan banyaknya narapidana yang dibebaskan dengan proses asimilasi. "Itu bisa lewat saling menjaga tetangga, Jogo Tonggo," tandasnya.
Ganjar juga langsung merespons pertanyaan salah satu netizen yang bekerja sebagai bidan mengenai alat pelindung diri (APD) untuk tenaga kesehatan yang masih susah didapat di Banjarnegara dan Purbalingga. "Boleh enggak kita kasih kejutan. Nanti saya minta nomernya biar saya hubungi dan kasih bantuan APD," katanya.
Mengenai warga Jawa Tengah yang merantau di Jabodetabek, Ganjar mengaku sudah berkali-kali mengimbau agar tidak mudik. "Saya titip ke Gubernur DKI, Jabar, Banten. Tolong warga saya yang ada di sana dibantu. Kita saling bantu. Di sini kita bantu teman-teman dari Banten, Papua, Sumatera Barat dan lainnya yang tidak bisa pulang," terangnya.
Kuncinya warga Jawa Tengah yang diminta tidak pulang harus dijamin kebutuhan pokoknya. "Itulah makanya saye telepon pak Anies Baswedan, pak Ridwan Kamil dan Kemensos. Harapan saya, mereka bisa dijamin kebutuhan pokoknya selama 3 bulan," jelasnya.
Ganjar menegaskan bahwa penanganan COVID-19 bukanlah bicara tentang teritorial. "Tapi soal kemanusian yang adil dan beradab," tegasnya. Lantas sampai kapan pandemi COVID-19 ini akan terjadi di Jateng. Menurut Ganjar sebenarnya dalam 28 hari gangguan virus mematikan ini bisa berakhir.
"Selama 28 hari atau katakanlah sebulan kita semua disiplin di rumah. 14 hari awal virus mengganggu, 14 hari berikutnya kita cegah. Kalau ada yang gejala sakit kita ambil dan bawa ke rumah sakit. Kalau mau, 28 hari itu selesai, tp kan pada enggak mau," ungkapnya.
Menurut Ganjar, berdasaran perkiraan ahli kalau kondisi penanganan hanya begini saja, maka September nanti COVID-19 baru mulai turun. "Sedangkan kalau kita intervesi, dengan PSBB dan lainnya maka skenario kita COVID-19 ini bisa sampai Juni," terangnya.
"Kalau semua ketat dan disiplin, maka Mei selesai. Pertanyaannya apa bisa kita ketat dan disiplin. Waktu tergantung kita, tentara terdepan melawan COVID-19 ya kita sendiri. Jangan mudik, disiplin cuci tangan, pakai masker, jaga jarak, dan terus berdoa," tegasnya.
Terakhir, Ganjar meminta kesadaran masyarakat Jawa Tengagh agar jangan sampai terjadi lagi aksi menolak jenazah pasien COVID-19, serta stigma negatif kepada keluarganya karena hal itu sangat menyakitkan.
(nun)