Kisah Tarpan Suparman, Penarik Becak yang Sukses Jadi Dekan UBP Karawang
loading...
A
A
A
KARAWANG - Pelantikan Dekan Universitas Buana Perjuangan (UBP) Karawang diwarnai cerita haru. Bagaimana tidak, di antara sejumlah dekan yang dilantik, ada seorang yang memiliki latar belakang sebagai penarik becak.
Tarpan Suparman (55), pria yang pernah menjadi ipenarik becak ini berdiri tegap saat diambil sumpah sebagai Dekan Fakultas Keguruan dan Pendidikan UBP Karawang.
Tarpan, nampak tidak canggung dengan rekan-rekan di Universitas UBP Karawang. Bahkan dia kerap melepas tawa saat bicara dengan kawan-kawannya sesama pendidik.
Memang, Tarpan oleh teman-temannya kampus UBP merupakan salah satu pejabat UBP Karawang. Jabatannya sebagai Dekan UBP saat ini merupakan jabatan periode kedua dijabatan yang sama.
Namun, melihat Tarpan hari ini sangat berbeda jauh dengan keadaan sebelumnya. Dia cuma anak petani miskin yang hidup pas-pasan. Orang tuanya hanya buruh tani yang tidak memiliki sawah.
"Ayah saya buruh tani penggarap sawah orang. Kami sekeluarga memang serba kesusahan menjalani hidup saat itu," kata Tarpan, mengenang masa lalu, saat diwawancara usai dilantik di Kampus UBP Karawang, Rabu (8/6/2022).
Menurut Tarpan, dirinya tidak menyangka bisa menjadi seorang dekan. Pasalnya karena ekonomi keluarga yang pas-pasan, sekolah dasar hingga sekolah lanjutan atas dilalui dengan dengan kesusahan.
"Karena faktor ekonomi, saya tidak seperti teman-teman lain yang hidupnya kecukupan. Saya cukup tahu diri dan membatasi pergaulan saat di sekolah," katanya.
Lepas dari sekolah SMEA, Tarpan tidak berpikir untuk melanjutkan hingga ke universitas, tapi ingin mencari kerja membantu ekonomi keluarganya. Kemudian dia meninggalkan tanah kelahirannya, di Tempuran, Karawang, pergi hingga ke Banten.
"Saya cari kerja hingga ke Banten. Namun tidak ada satupun lowongan untuk saya," jelasnya.
Akhirnya dia kembali ke Karawang, namun tidak pulang ke rumah. Tarpan lebih memilih tinggal di rumah kawannya di Kota Karawang.
Dia berharap, tinggal di kota lebih berpeluang mendapat kerja. Setelah numpang di rumah temannya, namun pekerjaan tak kunjung didapat. "Hampir setiap sudut Kota Karawang saya datangi, tapi tidak juga dapat kerjaan," bebernya.
Setiap malam, dia melamun di depan rumah kawannya. Namun suatu malam, saat dia sedang di depan rumah melihat ke ujung jalan banyak becak parkir. Dia mendatangi pemilik pangkalan becak dan menanyakan apakah ada lowongan untuk menjadi penarik becak.
Tidak disangka, ternyata ada satu becak yang nganggur. "Saya diterima jadi penarik becak, karena pemiliknya kenal dengan teman saya. Itu tahun 1990, saat saya jadi penarik becak," ungkapnya.
Esok harinya, Tarpan resmi menjadi penarik becak dan mangkal di Kelurahan Adiarsa.
"Saya harus bisa hidup sendiri, malu kelamaan numpang di rumah teman. Paling tidak bisa makan minum biaya sendiri," tandasnya.
Menurut Tarpan, jadi penarik becak pendapatanya lumayan untuk bertahan hidup. Setiap hari, dia dapat uang dari genjot becak antara Rp2.000 hingga Rp2.500 per hari. Setoran untuk pemilik becak Rp500, hingga perhari dia bisa mengantongi Rp2.000. "Cukup untuk makan minum saat itu," katanya.
Namun, setelah 1 tahun 5 bulan menjadi penarik becak, Tarpan kembali menganggur karena becak yang menjadi batangannya itu dijual oleh pemiliknya. Pemilik menjual semua becaknya, karena alasan hendak membangun rumah.
"Waktu itu sedih juga, karena jadi penganggur lagi. Cari kerja susah, saya sempat putus asa dan ingin pulang ke kampung," ungkapnya.
Namun setelah lepas jadi penarik becak, justru jalan hidup Tarpan mulai bersinar. Saat sudah menganggur, tiba-tiba dia ditawari kerja oleh kawannya sebagai tata usaha di Universitas Singaperbangsa (Unsika) Karawang.
Meski baru menjadi karyawan magang, namun dia gembira bukan kepalang. "Waktu pertama kerja sistem gajinya tidak menentu. Tapi saya tetap semangat bekerja," bebernya.
Setelah kerja sebagai tata usaha di Universitas Singaperbangsa, Tarpan minta izin pimpinan untuk kuliah. Ternyata pimpinan setuju dan berharap Tarpan serius menekuni dunia pendidikan.
Setelah kuliah dan berhasil menjadi sarjana, karier Tarpan semakin moncer. Mulanya dia diminta membantu dosen yang berhalangan.
Kemudian kariernya naik saat pindah ke kampus UBP diangkat menjadi dosen, dan kemudian dipercaya menjadi Dekan Fakultas Keguruan dan Pendikan di UBP Karawang hingga sekarang.
Nilakusuma
Tarpan Suparman (55), pria yang pernah menjadi ipenarik becak ini berdiri tegap saat diambil sumpah sebagai Dekan Fakultas Keguruan dan Pendidikan UBP Karawang.
Tarpan, nampak tidak canggung dengan rekan-rekan di Universitas UBP Karawang. Bahkan dia kerap melepas tawa saat bicara dengan kawan-kawannya sesama pendidik.
Memang, Tarpan oleh teman-temannya kampus UBP merupakan salah satu pejabat UBP Karawang. Jabatannya sebagai Dekan UBP saat ini merupakan jabatan periode kedua dijabatan yang sama.
Namun, melihat Tarpan hari ini sangat berbeda jauh dengan keadaan sebelumnya. Dia cuma anak petani miskin yang hidup pas-pasan. Orang tuanya hanya buruh tani yang tidak memiliki sawah.
"Ayah saya buruh tani penggarap sawah orang. Kami sekeluarga memang serba kesusahan menjalani hidup saat itu," kata Tarpan, mengenang masa lalu, saat diwawancara usai dilantik di Kampus UBP Karawang, Rabu (8/6/2022).
Menurut Tarpan, dirinya tidak menyangka bisa menjadi seorang dekan. Pasalnya karena ekonomi keluarga yang pas-pasan, sekolah dasar hingga sekolah lanjutan atas dilalui dengan dengan kesusahan.
"Karena faktor ekonomi, saya tidak seperti teman-teman lain yang hidupnya kecukupan. Saya cukup tahu diri dan membatasi pergaulan saat di sekolah," katanya.
Lepas dari sekolah SMEA, Tarpan tidak berpikir untuk melanjutkan hingga ke universitas, tapi ingin mencari kerja membantu ekonomi keluarganya. Kemudian dia meninggalkan tanah kelahirannya, di Tempuran, Karawang, pergi hingga ke Banten.
"Saya cari kerja hingga ke Banten. Namun tidak ada satupun lowongan untuk saya," jelasnya.
Akhirnya dia kembali ke Karawang, namun tidak pulang ke rumah. Tarpan lebih memilih tinggal di rumah kawannya di Kota Karawang.
Dia berharap, tinggal di kota lebih berpeluang mendapat kerja. Setelah numpang di rumah temannya, namun pekerjaan tak kunjung didapat. "Hampir setiap sudut Kota Karawang saya datangi, tapi tidak juga dapat kerjaan," bebernya.
Setiap malam, dia melamun di depan rumah kawannya. Namun suatu malam, saat dia sedang di depan rumah melihat ke ujung jalan banyak becak parkir. Dia mendatangi pemilik pangkalan becak dan menanyakan apakah ada lowongan untuk menjadi penarik becak.
Tidak disangka, ternyata ada satu becak yang nganggur. "Saya diterima jadi penarik becak, karena pemiliknya kenal dengan teman saya. Itu tahun 1990, saat saya jadi penarik becak," ungkapnya.
Esok harinya, Tarpan resmi menjadi penarik becak dan mangkal di Kelurahan Adiarsa.
"Saya harus bisa hidup sendiri, malu kelamaan numpang di rumah teman. Paling tidak bisa makan minum biaya sendiri," tandasnya.
Menurut Tarpan, jadi penarik becak pendapatanya lumayan untuk bertahan hidup. Setiap hari, dia dapat uang dari genjot becak antara Rp2.000 hingga Rp2.500 per hari. Setoran untuk pemilik becak Rp500, hingga perhari dia bisa mengantongi Rp2.000. "Cukup untuk makan minum saat itu," katanya.
Namun, setelah 1 tahun 5 bulan menjadi penarik becak, Tarpan kembali menganggur karena becak yang menjadi batangannya itu dijual oleh pemiliknya. Pemilik menjual semua becaknya, karena alasan hendak membangun rumah.
"Waktu itu sedih juga, karena jadi penganggur lagi. Cari kerja susah, saya sempat putus asa dan ingin pulang ke kampung," ungkapnya.
Namun setelah lepas jadi penarik becak, justru jalan hidup Tarpan mulai bersinar. Saat sudah menganggur, tiba-tiba dia ditawari kerja oleh kawannya sebagai tata usaha di Universitas Singaperbangsa (Unsika) Karawang.
Meski baru menjadi karyawan magang, namun dia gembira bukan kepalang. "Waktu pertama kerja sistem gajinya tidak menentu. Tapi saya tetap semangat bekerja," bebernya.
Setelah kerja sebagai tata usaha di Universitas Singaperbangsa, Tarpan minta izin pimpinan untuk kuliah. Ternyata pimpinan setuju dan berharap Tarpan serius menekuni dunia pendidikan.
Setelah kuliah dan berhasil menjadi sarjana, karier Tarpan semakin moncer. Mulanya dia diminta membantu dosen yang berhalangan.
Kemudian kariernya naik saat pindah ke kampus UBP diangkat menjadi dosen, dan kemudian dipercaya menjadi Dekan Fakultas Keguruan dan Pendikan di UBP Karawang hingga sekarang.
Nilakusuma
(san)