Pangeran Benowo, Putra Jaka Tingkir yang Memilih Jadi Pendakwa ketimbang Meneruskan Tahta
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tidak banyak yang tahu kalau Pangeran Benowo adalah putra Jaka Tingkir, ahli waris Kesultanan Pajang. Itu karena dia memilih menjadi pendakwa yang menyebarkan ajaran Islam daripada meneruskan tahta ayahnya di Kesultanan Pajang , Jawa Tengah. Sebagai pendakwa, Pangeran Benowo lebih dikenal sebagai Syekh Abdul Halim.
Dihimpun dari berbagai sumber, Pangeran Benowo merupakan pewaris tahta Kesultanan Pajang yang kini menjadi wilayah Solo dan Sukoharjo, Jateng. Ayahnya, Sultan Adiwijaya atau Jaka Tingkir pendiri Kesultanan Pajang yang memerintah dari tahun 1568 hingga 1583 Masehi. Sedangkan ibunya, Ratu Mas Cempaka, putri Sultan Trenggana, Raja Demak (1521-1546) Masehi.
Bila dirunut ke atas, Pangeran Benowo merupakan keturunan Prabu Brawijaya V atau Bhre Kertabumi dari istri Ratu Dwarawati Murdaningrum atau Putri Cempa.
Meski pewaris tunggal kesultanan, Benowo tidak gila dengan jabatan dan kekuasaan. Tokoh bergelar Prabuwijaya itu hanya satu tahun menjadi Sultan Pajang, 1586-1587 Masehi. Pangeran Benowo meneruskan kepemimpinan saudara iparnya, Arya Pangiri yang berkuasa tahun 1583-1586 Masehi.
Setelah setahun berkuasa, Pangeran Benowo merelakan tahta Pajang menjadi kadipaten, bagian dari Kesultanan Mataram Islam. Kala itu Mataram dipimpin Panembahan Senapati Sutawijaya yang berkuasa tahun 1586-1601 Masehi. Sutawijaya tak lain adalah kakak angkat Pangeran Benowo.
Disebutkan bahwa Pangeran Benowo memilih turun tahta untuk menghindari konflik keluarga kerajaan. Ia kemudian memilih Hutan Wonomerto sebagai tempat persembunyiannya. Di lokasi inilah Pangeran Benowo membuat padepokan dan menyiarkan agama Islam.
Awal menyebarkan agama Islam, Pangeran Benowo mengalami kesulitan. Untuk memudahkan dakwah, dia khirnya menggunakan media berupa rebana dengan melantunkan salawat dan doa-doa.
Melalui alat tersebut, Pangeran Benowo akhirnya bisa mempengaruhi penduduk sekitar untuk menganut Islam. Sedikit demi sedikit penduduk setempat memeluk Islam. Hingga saat ini, mayoritas warga Wonomerto beragam Islam.
Diyakini, makam Pangeran Benowo berada di Dusun/Desa Wonomerto, Kecamat Wonosalam, Kabupaten Jombang. Lokasi makam Pangeran Benowo ini berjarak 35 kilometer dari pusat Kota Jombang, atau sekitar 1 jam perjalanan darat dari pusat kota santri itu.
Kompleks makam Pangeran Benowo ini berada di wilayah perbukitan dengan ketinggian sekitar 500 mdpl. Karena berada di tanah perbukitan, peziarah yang berkunjung harus berjalan kaki sejauh 300 meter dari pemukiman penduduk.
Pusara makam Pangeran Benowo ini berada di dalam sebuah bangunan dan dalam bangunan ini juga terdapat makam kedua istrinya, yaitu Dewi Sekar Arum dan Dewi Sekar Kedaton.
Di luar bangunan utama makam, terdapat puluhan kuburan pengikut Pangeran Benowo dan beberapa juru kunci makam terdahulu. Sejumlah kuburan memiliki nisan berupa batu kuno bernuansa Islami.
Karena kesuksesannya menyebarakan Islam, Pangeran Benowo lebih dikenal sebagai Syekh Abdul Halim. Makamnya dikunjungi berbagai tokoh, baik tokoh politik maupun ulama dari berbagai penjuru tanah air.
Dihimpun dari berbagai sumber, Pangeran Benowo merupakan pewaris tahta Kesultanan Pajang yang kini menjadi wilayah Solo dan Sukoharjo, Jateng. Ayahnya, Sultan Adiwijaya atau Jaka Tingkir pendiri Kesultanan Pajang yang memerintah dari tahun 1568 hingga 1583 Masehi. Sedangkan ibunya, Ratu Mas Cempaka, putri Sultan Trenggana, Raja Demak (1521-1546) Masehi.
Bila dirunut ke atas, Pangeran Benowo merupakan keturunan Prabu Brawijaya V atau Bhre Kertabumi dari istri Ratu Dwarawati Murdaningrum atau Putri Cempa.
Meski pewaris tunggal kesultanan, Benowo tidak gila dengan jabatan dan kekuasaan. Tokoh bergelar Prabuwijaya itu hanya satu tahun menjadi Sultan Pajang, 1586-1587 Masehi. Pangeran Benowo meneruskan kepemimpinan saudara iparnya, Arya Pangiri yang berkuasa tahun 1583-1586 Masehi.
Setelah setahun berkuasa, Pangeran Benowo merelakan tahta Pajang menjadi kadipaten, bagian dari Kesultanan Mataram Islam. Kala itu Mataram dipimpin Panembahan Senapati Sutawijaya yang berkuasa tahun 1586-1601 Masehi. Sutawijaya tak lain adalah kakak angkat Pangeran Benowo.
Disebutkan bahwa Pangeran Benowo memilih turun tahta untuk menghindari konflik keluarga kerajaan. Ia kemudian memilih Hutan Wonomerto sebagai tempat persembunyiannya. Di lokasi inilah Pangeran Benowo membuat padepokan dan menyiarkan agama Islam.
Awal menyebarkan agama Islam, Pangeran Benowo mengalami kesulitan. Untuk memudahkan dakwah, dia khirnya menggunakan media berupa rebana dengan melantunkan salawat dan doa-doa.
Melalui alat tersebut, Pangeran Benowo akhirnya bisa mempengaruhi penduduk sekitar untuk menganut Islam. Sedikit demi sedikit penduduk setempat memeluk Islam. Hingga saat ini, mayoritas warga Wonomerto beragam Islam.
Diyakini, makam Pangeran Benowo berada di Dusun/Desa Wonomerto, Kecamat Wonosalam, Kabupaten Jombang. Lokasi makam Pangeran Benowo ini berjarak 35 kilometer dari pusat Kota Jombang, atau sekitar 1 jam perjalanan darat dari pusat kota santri itu.
Kompleks makam Pangeran Benowo ini berada di wilayah perbukitan dengan ketinggian sekitar 500 mdpl. Karena berada di tanah perbukitan, peziarah yang berkunjung harus berjalan kaki sejauh 300 meter dari pemukiman penduduk.
Pusara makam Pangeran Benowo ini berada di dalam sebuah bangunan dan dalam bangunan ini juga terdapat makam kedua istrinya, yaitu Dewi Sekar Arum dan Dewi Sekar Kedaton.
Di luar bangunan utama makam, terdapat puluhan kuburan pengikut Pangeran Benowo dan beberapa juru kunci makam terdahulu. Sejumlah kuburan memiliki nisan berupa batu kuno bernuansa Islami.
Karena kesuksesannya menyebarakan Islam, Pangeran Benowo lebih dikenal sebagai Syekh Abdul Halim. Makamnya dikunjungi berbagai tokoh, baik tokoh politik maupun ulama dari berbagai penjuru tanah air.
(don)