Hancurkan Pemberontakan Trunojoyo terhadap Mataram, Amangkurat II Serahkan Pesisir Jawa ke VOC Belanda

Kamis, 02 Juni 2022 - 05:05 WIB
loading...
Hancurkan Pemberontakan Trunojoyo terhadap Mataram, Amangkurat II Serahkan Pesisir Jawa ke VOC Belanda
Ilustrasi pemberontakan Trunojoyo. Foto: Istimewa
A A A
TRUNOJOYO. Namanya diabadikan menjadi jalan, hotel, dan tempat di Indonesia. Tetapi siapakah yang tahu dan masih mengenalnya kini? Sosok yang dianggap pemberontak oleh Belanda dan pahlawan bagi rakyat jelata.

Untuk menyegarkan kembali ingatan terhadap sosok pejuang dari Madura ini, berikut ulasan singkat Cerita Pagi.

Trunojoyo yang dikenal saat ini, merupakan seorang pangeran dari Madura. Namanya Raden Trunojoyo. Dia adalah putra dari Raden Demang Mloyo Kusumo atau Raden Maluyo, anak ketiga dari Cakraningrat I atau Raden Praseno.



Adapun, Cakraningrat I (1624-1648) merupakan gelar yang diberikan Sultan Agung kepada adik iparnya sewaktu diserahi amanah menjadi penguasa Madura, yang tetap harus tunduk dan patuh terhadap Kerajaan Mataram di Jawa.

Pada akhir masa pemerintahan Amangkurat I (1646-1677), Pangeran Trunojoyo melakukan pemberontakan di Arosbaya, Bangkalan, Madura. Pemberontakan ini berlangsung hebat dan berhasil melengserkan Amangkurat I.

Perlu digaris bawahi, cap pemberontak dialamatkan kepada siapa saja yang berani melawan kekuasaan Belanda. Selain Trunojoyo, cap pemberontak juga dialamatkan terhadap Untung Suropati (1645-1706) dan Pangeran Diponegoro.



Adapun, sedikit latar belakang pemberontakan itu adalah kekuasaan Amangkurat I yang menindas. Banyak rakyat yang membencinya, karena dia terkenal kejam. Sehingga, Mataram saat itu telah kehilangan pamornya.

Salah satu kekejaman yang paling mengerikan dari Amangkurat I adalah pembantaian terhadap ribuan ulama. Dia memerintahkan para ulama Sunni yang pernah belajar di Giri Kedaton dikumpulkan, kemudian dibunuh secara massal.

Bahkan, Keluarga Trunojoyo menjadi korban dari rezim Amangkurat I. Kakeknya Cakraningrat I dan ayahnya Demang Mluyo Kusumo turut dibunuh. Ketegangan antara Trunojoyo dengan Amangkurat I pun memuncak, pada 1648.



Situasi menjadi kacau, saat kekuasaan Cakraningrat I digantikan anaknya yang bergelar Cakraningrat II. Ternyata, anak Cakraningrat I ini memiliki sifat yang sama buruk dengan Amangkurat I. Kejam dan semena-mena terhadap rakyat.

Alhasil, di lingkup wilayah kekuasaannya sendiri, yakni Madura, Cakraningrat II tidak pernah mendapatkan simpati rakyat. Ditambah, dia lebih banyak berada di Mataram, bersama dengan sultan lalim Amangkurat I.

Pertama-tama, Trunojoyo melawan pamannya sendiri, yakni Cakraningrat II. Dia berhasil merebut takhta Madura, saat pamor Cakraningrat II luntur. Wilayah kekuasaannya pun bertambah hingga Bangkalan dan Sumenep.



Dia kemudian mendapat gelar Panembahan Madura. Pada masa jayanya inilah, dia mulai berani melancarkan kritik dan banyak menentang kekuasaan Amangkurat I. Sejak itu, cap pemberontak pun langsung melekat pada dirinya.

Pemberontakan Trunojoyo dimulai dengan menguasai wilayah Jawa Timur. Dia mendapat bantuan dari putra mahkota Amangkurat I, yakni Pangeran Adipati Anom. Juga dari Kraeng Galengsong dari Bugis, dan Pangeran Giri.

Yang menarik dan penting dicatat juga adalah persekutuan Trunojoyo dengan Pangeran Adipati Anom. Dalam kerja sama itu, Adipati Anom menawarkan kepada Trunojoyo wilayah Madura dan sebagain Jawa Timur.



Dukungan terhadap pemberontakan Trunojoyo juga meluas dari Kesultanan Banten dan Cirebon. Dengan kekuatan yang sangat besar itulah, Trunojoyo menyerang Mataram dan berhasil menduduki Keraton Kerta, pada 1677.

Dalam serangan itu, Amangkurat I berhasil meloloskan diri. Bersama permaisurinya Kanjeng Ratu Kencana, kedua putri dan adik Pangeran Puger, mereka membawa pusaka Keraton Mataram dan berlindung kepada Belanda di Batavia.

Benda pusaka Mataram, terdiri dari Keris Mahesa Nular, dan Tombak Kiai Plered, kemudian diserahkan kepada Pangeran Puger yang kelak menjadi Paku Buwana I. Amangkurat I, meninggal di Desa Wonoyoso, Banyumas, pada 13 Juli 1677.



Ternyata, hubungan antara Trunojoyo dengan Adipati Anom tidak berjalan mulus. Setelah berhasil menguasai Madura dan Jawa Timur, keduanya dengan segera berpisah jalan menjadi lawan. Kemudian, mereka pun saling berperang.

Saat Amangkurat I dan Pangeran Adipati Anom dalam pelarian, terjadi kekosongan kekuasaan Mataram. Sedangkan Trunojoyo kembali ke Kediri, dengan membawa banyak harta rampasan dari Mataram.

Situasi diambil untung oleh Pangeran Puger yang mengangkat dirinya sendiri menjadi raja di Plered bergelar Susuhunan ing Alaga. Sejak itu, Kerajaan Mataram terpecah. Bahkan, ada yang menganggapnya telah runtuh berkeping-keping.



Sebelum tewasnya, Amangkurat I menyerahkan tampuk kekuasaan kepada Adipati Anom dan mengangkatnya menjadi Amangkurat II. Dia lalu memindahkan pusat kekuasaan Mataram dari Plered ke Kartasura.

Bersama dengan Belanda, Amangkurat II lalu memburu Trunojoyo. Persekutuan ini tentu tidak gratis. Jika Trunojoyo bisa ditekuk lutut, VOC Belanda akan mendapatkan wilayah pesisir utara Jawa yang telah dikuasai Trunojoyo.

Perjanjian antara Amangkurat II dengan VOC Belanda tersebut dikenal juga dengan Kesepakatan atau Perjanjian Jepara.



Pertempuran antara pasukan VOC Belanda dengan Trunojoyo berlangsung sangat hebat. Keduanya sama-sama tangguh dalam peperangan. Korban dari kedua belah pihak sama banyak. Pada 25 November 1678, Kediri akhirnya jatuh.

Trunojoyo dan pasukannya kemudian kabur ke Blitar, terus ke Malang. Setelah melewati perang panjang dan melelahkan, Trunojoyo yang sudah terkepung akhirnya menyerahkan diri di lereng Gunung Kelud, pada 27 Desember 1679.

VOC Belanda kemudian menyerahkan Trunojoyo kepada Amangkurat II. Selanjutnya, Amangkurat II menghukum mati pejuang dari Madura, itu pada 2 Januari 1680. Perlawanan Trunojoyo pun padam dengan gugurnya sang pahlawan.

Sumber tulisan:
1. Soedjipto Abimanyu, Kitab Terlengkap Sejarah Mataram, Saufa, 2014.
2. Christopher Reinhart, Antara Lawu dan Wilis, Kepustakaan Populer Gramedia, Buku Elektronik.
3. Budiono Herusatoto, Banyumas Sejarah, Budaya, Bahasa, dan Watak, LKiS, 2008.
(san)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2157 seconds (0.1#10.140)