Kisah Pelajar di Aceh Besar Bertaruh Nyawa Berangkat ke Sekolah Seberangi Sungai Sarang Buaya
loading...
A
A
A
ACEH BESAR - Para pelajar di Desa Siron Blang, Kecamatan Kuta Cot Gli, Kabupaten Aceh Besar, harus bertaruh nyawa untuk berangkat dan pulang sekolah. Mereka terpaksa menyeberangi sungai yang menjadi habitat buaya, karena tak ada jembatan penghubung.
Prihatin dengan nasib para generasi anak bangsa ini, Babinsa dari Koramil Kuta Cot Gli, membuat rakit untuk mengangkut para pelajar menyeberangi sungai. Setiap harinya, ada ratusan pelajar yang memanfaatkan rakit tersebut.
Setiap pagi, para pelajar tiba di tempat rakit penyeberangan tanpa mengenakan sepatu. Mereka lalu menaiki rakit buatan Babinsa tersebut, untuk berangkat sekolah menyongsong masa depan yang lebih cerah.
Aktivitas menyeberangi sungai berbahaya ini, sudah dilakukan para pelajar dari Desa Siron Blang, sejak dari 2018 silam. Tepatnya, usai jembatan penghubung antar desa roboh di hantam banjir.
Tak jarang para pelajar ini hanyut terbawa arus sungai. Meskipun dapat diselamatkan dan berenang ke tepian, namun hal itu tetap saja sangat membahayakan. Para orang tua selalu mengantarkan para pelajar ini hingga ke tepi sungai.
"Setiap hari diantar orang tua untuk dapat menyeberangi sungai. Saat musim hujan terpaksa tak sekolah karena sungai banjir. Pernah ada yang terseret banjir, terus diselamatkan orang kampung," ujar salah seorang pelajar, Dewi Noviani.
Anggota Koramil Kuta Cot Gli, bersama masyarakat mencoba membantu mengatasi persoalan para pelajar ini, dengan membuatkan rakit dari bambu. "Rakit ini kami buat untuk membantu masyarakat dan pelajar, karena kalau kondisi banjir mereka tidak bisa menyeberang," ujar Danramil Kuta Cot Glie, Peltu Sayed Abu Bakar.
Sayed menambahkan, saat musim penghujan dan terjadi banjir, otomatis aktivitas warga lumpuh total. Pelajar, guru, mapun pegawai kesehatan tidak dapat menyeberang, dan harus menunggu sampai sungai surut.
Prihatin dengan nasib para generasi anak bangsa ini, Babinsa dari Koramil Kuta Cot Gli, membuat rakit untuk mengangkut para pelajar menyeberangi sungai. Setiap harinya, ada ratusan pelajar yang memanfaatkan rakit tersebut.
Setiap pagi, para pelajar tiba di tempat rakit penyeberangan tanpa mengenakan sepatu. Mereka lalu menaiki rakit buatan Babinsa tersebut, untuk berangkat sekolah menyongsong masa depan yang lebih cerah.
Aktivitas menyeberangi sungai berbahaya ini, sudah dilakukan para pelajar dari Desa Siron Blang, sejak dari 2018 silam. Tepatnya, usai jembatan penghubung antar desa roboh di hantam banjir.
Tak jarang para pelajar ini hanyut terbawa arus sungai. Meskipun dapat diselamatkan dan berenang ke tepian, namun hal itu tetap saja sangat membahayakan. Para orang tua selalu mengantarkan para pelajar ini hingga ke tepi sungai.
"Setiap hari diantar orang tua untuk dapat menyeberangi sungai. Saat musim hujan terpaksa tak sekolah karena sungai banjir. Pernah ada yang terseret banjir, terus diselamatkan orang kampung," ujar salah seorang pelajar, Dewi Noviani.
Anggota Koramil Kuta Cot Gli, bersama masyarakat mencoba membantu mengatasi persoalan para pelajar ini, dengan membuatkan rakit dari bambu. "Rakit ini kami buat untuk membantu masyarakat dan pelajar, karena kalau kondisi banjir mereka tidak bisa menyeberang," ujar Danramil Kuta Cot Glie, Peltu Sayed Abu Bakar.
Sayed menambahkan, saat musim penghujan dan terjadi banjir, otomatis aktivitas warga lumpuh total. Pelajar, guru, mapun pegawai kesehatan tidak dapat menyeberang, dan harus menunggu sampai sungai surut.
(eyt)