Sengkarut Data Tracking COVID-19 Terus Berlanjut

Senin, 22 Juni 2020 - 10:44 WIB
loading...
Sengkarut Data Tracking...
Koordinator Bidang Pencegahan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Surabaya, Febria Rachmanita. FOTO : SINDOnews/Aan Haryono
A A A
SURABAYA - Persoalan data yang salah tentang warga confirm COVID-19 masih belum juga selesai. Pemerintah Kota Surabaya masih terus mengembalikan data salah yang terkonfirmasi positif COVID-19 ke Pemprov Jatim. Banyak nama yang ternyata “gaib” dan tidak ditemukan ketika dicari dengan alamat Surabaya.

Tim tracking Kota Surabaya yang menelusuri ke kampung-kampung tidak menemukan data tersebut. Seringkali data yang diberikan Pemprov untuk di-tracking tidak sesuai dengan kondisi lapangan atau tidak sinkron dengan data di lapangan.

Koordinator Bidang Pencegahan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Surabaya, Febria Rachmanita menuturkan, data yang tidak sinkron itu adalah data awal yang diberikan kepada Pemkot Surabaya untuk dilakukan pelacakan ke lapangan, bukan yang sudah fix disampaikan kepada masyarakat melalui media.

"Jika data awal untuk tracking itu tidak sinkron dengan data di lapangan, maka pasti tidak bisa di-entry ke aplikasi kami, tidak bisa dimasukkan ke data Surabaya, karena memang setelah di-tracking tidak ada orangnya," kata Feny, panggilan akrabnya, Senin (22/6/2020).

Dia melanjutkan, seperti data pasien berinisial H yang sudah 10 tahunan ini tinggal di luar Surabaya. Harusnya, pihak provinsi yang mencari di mana pasien itu tinggal karena tinggal di luar Surabaya. “Ini provinsi malah meminta kita mencari alamatnya di luar Surabaya itu, pastilah kita kesulitan, seharusnya itu sudah bukan tugas kita, harusnya itu tugas provinsi yang mencarinya. Dan data warga inisial H ini bolak balik muncul lagi di data Surabaya," ucapnya.

Feny menambahkan, data yang tidak sinkron itu terjadi karena beberapa hal. Mulai dari munculnya nama dan alamatnya ganda. Ada juga nama yang tidak ada orangnya ketika dilacak ke alamat yang telah dicantukan dalam database. Serta, banyak pula yang ber-KTP Surabaya, tapi tidak tinggal atau sudah tidak berdomisili di Surabaya lagi. Termasuk warga yang ber-KTP Surabaya tapi sudah kerja dan berdomisili di luar daerah.

Bahkan, lanjutnya, ada juga yang memakai alamat KTP saudaranya ketika periksa di Surabaya, padahal orang tersebut tidak tinggal di Surabaya. Data-data semacam itu tentu tidak bisa masuk ke database Surabaya. Pasalnya, memang tidak ada orangnya ketika diperiksa di lapangan.

Makanya, dia pun terpaksa mengembalikan data orang tersebut lagi ke pemprov. Karena memang setelah di-tracking ke lapangan, tidak ada orang tersebut. Kejadian seperti itu jumlahnya banyak dalam beberapa bulan terakhir.

"Lha, sayangnya, keesokan harinya data orang itu dikembalikan lagi ke Surabaya. kemudian muncul lagi di data Surabaya. Padahal sudah disampaikan bahwa orang tersebut tidak berdomisili di Surabaya,” tegasnya.(Baca juga : RSUD dr Soetomo Penuh, Pasien Corona Bisa Dirawat di RS Husada Utama )

Feny juga memastikan bahwa data-data yang dikembalikan ke pemprov itu sudah benar-benar dilakukan pelacakan ke lapangan dan memang tidak ditemukan orangnya. Dia juga memastikan bahwa selama data pasien itu masih bisa dilacak, pasti petugas tracking di lapangan tidak akan pernah menyerah. "Karena dari awal kita sudah tracking masif," sambungnya.

Wakil Koordinator Hubungan Masyarakat Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Surabaya M Fikser menambahkan, Dinas Kesehatan Surabaya sudah memiliki aplikasi khusus untuk mengawal data tracking itu, sehingga data pasien terkonfirmasi yang dikirim oleh pemprov untuk dilakukan tracking itu langsung dimasukkan ke aplikasi dan langsung dibagi ke berbagai puskesmas yang ada di Kota Surabaya.

"Jadi, tidak mungkin data itu doubel karena itu pakai NIK dan ada alamatnya juga. Kalau memang NIK dan alamatnya lengkap dan benar, pasti petugas kami tidak akan kesulitan untuk melakukan tracking di lapangan," kata Fikser.

Makanya, ketika ada data yang dikembalikan ke Pemprov, berarti data itu memang benar-benar tidak ditemukan di Surabaya. "Seperti yang dicontohkan Bu Kadinkes, jika orang itu sudah 10 tahunan di luar Surabaya, pasti kami susah untuk melacak domisilinya, belum lagi kami harus terus bekerja keras dan masif melakukan tracking pasien COVID-19 yang baru,” ucapnya.
(nun)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1986 seconds (0.1#10.140)