Terapis Pijat Online di Kota Bandung Ini Punya Duit Rp7 Miliar, Ternyata Ini Sumbernya
loading...
A
A
A
BANDUNG - Terapis pijat online di Kota Bandung bernama Linda Jayusman memiliki uang direkening sebesar Rp7 miliar lebih. Setelah ditelusuri, uang tersebut ternyata hasil tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Akhirnya Kejaksaan Negeri (Kejari) Bandung menyita uang senilai Rp7 miliar lebih dari rekening atas nama Linda Jayusman.
Uang hasil sitaan tersebut diperlihatkan di Kantor Kejari Bandung, Jalan Jakarta, Kota Bandung, Rabu (13/4/2022). Uang senilai total Rp7.531.375.574,51 tersebut kemudian diserahkan kepada bank BRI dengan status penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
"Ini merupakan barang rampasan negara senilai Rp7 miliar. Merupakan perkara pidana umum yang sudah punya kekuatan hukum tetap," ungkap Kepala Kejari Bandung, Rachmad Vidianto.
Perkara dengan terdakwa Linda Jayusman ini sudah diputus Pengadilan Negeri (PN) Bandung tertanggal 3 Maret 2022.
Linda Jayusman terbukti bersalah melanggar Pasal 85 UU Nomor 3 tahun 2011 tentang transfer dana Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana dan Pasal 3 Jo Pasal 10 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan TPPU.
Kasi Pidum Kejari Bandung, Muslih menjelaskan, kasus tersebut bermula saat Linda Jayusman bertemu dengan seseorang bernama Marisa alias Ica pada 2020 silam.
Dari pertemuan itu, Linda ditawari pekerjaan menerima pencairan dana ke dalam rekening miliknya dengan iming-iming fee sebesar 4 persen dari jumlah dana yang ditransfer.
Marisa pun kemudian mengenalkan Linda kepada seseorang bernama Yuli Setiaty. Dalam pertemuan itu, Yuli menjelaskan soal tugas yang harus dilakukan Linda dalam menjalankan pekerjaan tersebut.
"Di situ Yuli menyampaikan kepada terdakwa bahwa pekerjaan terdakwa nantinya menerima dana transfer dari dana luar negeri. Namun sebelumnya terdakwa harus mendirikan sebuah perusahaan," ungkap Muslih.
Linda yang menyatakan sepakat dengan tugas tersebut kemudian membuat perusahaan dengan nama PT Gulfre Servis Global (GSG) di mana dirinya bertindak selaku direktur utama.
Setelah perusahaan itu terbentuk, Linda kemudian mendapatkan dana transfer dari seseorang bernama Chuck dari Nigeria dengan nama perusahaan PT Willis LTD NST Client Money.
Adapun total uang yang ditransfer sebesar USD 1.107.909 atau setara Rp15.455.330.550. Dalam dakwaan, uang tersebut diduga merupakan hasil dari kejahatan.
"Uang kemudian masuk ke rekening pribadi (Linda Jayanti) dan ditarik sebagian. Jadi, masuk Rp15 miliar, baru ditarik sebagian Rp8 miliar," sebutnya.
Dari uang Rp8 miliar yang ditarik tersebut kemudian dikirim lagi kepada dia orang bernama Wandi dan Silvi, sedangkan sisanya dibawa oleh Yuli Setiaty.
Dari transaksi tersebut, Linda sendiri hanya mendapatkan fee 4 persen dari Rp15 miliar yang ditransfer atau sekitar Rp59 juta. Adapun nama-nama lain selain Linda hingga kini masih buron.
"Namun demikian terdakwa sudah mendapatkan persentase dari nilai yang di transfer tersebut," jelasnya.
Saat hendak mencairkan dana untuk kedua kalinya, lanjut Muslih, dana yang tersisa di rekening Linda tidak bisa ditarik. Pasalnya, persediaan uang di bank tidak mencukupi.
Transaksi miliaran rupiah itu lantas tercium oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang mensinyalir aktivitas transfer mencurigakan hingga melaporkannya kepada Bareskrim Polri.
"Polisi kemudian mengusut hingga akhirnya masuk ke persidangan. Sedangkan uang sisa yang belum ditarik yang ada di bank, disita oleh jaksa untuk diserahkan ke negara," tandas Muslih.
Akhirnya Kejaksaan Negeri (Kejari) Bandung menyita uang senilai Rp7 miliar lebih dari rekening atas nama Linda Jayusman.
Uang hasil sitaan tersebut diperlihatkan di Kantor Kejari Bandung, Jalan Jakarta, Kota Bandung, Rabu (13/4/2022). Uang senilai total Rp7.531.375.574,51 tersebut kemudian diserahkan kepada bank BRI dengan status penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
"Ini merupakan barang rampasan negara senilai Rp7 miliar. Merupakan perkara pidana umum yang sudah punya kekuatan hukum tetap," ungkap Kepala Kejari Bandung, Rachmad Vidianto.
Perkara dengan terdakwa Linda Jayusman ini sudah diputus Pengadilan Negeri (PN) Bandung tertanggal 3 Maret 2022.
Linda Jayusman terbukti bersalah melanggar Pasal 85 UU Nomor 3 tahun 2011 tentang transfer dana Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana dan Pasal 3 Jo Pasal 10 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan TPPU.
Kasi Pidum Kejari Bandung, Muslih menjelaskan, kasus tersebut bermula saat Linda Jayusman bertemu dengan seseorang bernama Marisa alias Ica pada 2020 silam.
Dari pertemuan itu, Linda ditawari pekerjaan menerima pencairan dana ke dalam rekening miliknya dengan iming-iming fee sebesar 4 persen dari jumlah dana yang ditransfer.
Marisa pun kemudian mengenalkan Linda kepada seseorang bernama Yuli Setiaty. Dalam pertemuan itu, Yuli menjelaskan soal tugas yang harus dilakukan Linda dalam menjalankan pekerjaan tersebut.
"Di situ Yuli menyampaikan kepada terdakwa bahwa pekerjaan terdakwa nantinya menerima dana transfer dari dana luar negeri. Namun sebelumnya terdakwa harus mendirikan sebuah perusahaan," ungkap Muslih.
Linda yang menyatakan sepakat dengan tugas tersebut kemudian membuat perusahaan dengan nama PT Gulfre Servis Global (GSG) di mana dirinya bertindak selaku direktur utama.
Setelah perusahaan itu terbentuk, Linda kemudian mendapatkan dana transfer dari seseorang bernama Chuck dari Nigeria dengan nama perusahaan PT Willis LTD NST Client Money.
Adapun total uang yang ditransfer sebesar USD 1.107.909 atau setara Rp15.455.330.550. Dalam dakwaan, uang tersebut diduga merupakan hasil dari kejahatan.
"Uang kemudian masuk ke rekening pribadi (Linda Jayanti) dan ditarik sebagian. Jadi, masuk Rp15 miliar, baru ditarik sebagian Rp8 miliar," sebutnya.
Dari uang Rp8 miliar yang ditarik tersebut kemudian dikirim lagi kepada dia orang bernama Wandi dan Silvi, sedangkan sisanya dibawa oleh Yuli Setiaty.
Dari transaksi tersebut, Linda sendiri hanya mendapatkan fee 4 persen dari Rp15 miliar yang ditransfer atau sekitar Rp59 juta. Adapun nama-nama lain selain Linda hingga kini masih buron.
"Namun demikian terdakwa sudah mendapatkan persentase dari nilai yang di transfer tersebut," jelasnya.
Saat hendak mencairkan dana untuk kedua kalinya, lanjut Muslih, dana yang tersisa di rekening Linda tidak bisa ditarik. Pasalnya, persediaan uang di bank tidak mencukupi.
Transaksi miliaran rupiah itu lantas tercium oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang mensinyalir aktivitas transfer mencurigakan hingga melaporkannya kepada Bareskrim Polri.
"Polisi kemudian mengusut hingga akhirnya masuk ke persidangan. Sedangkan uang sisa yang belum ditarik yang ada di bank, disita oleh jaksa untuk diserahkan ke negara," tandas Muslih.
(shf)