PPTI Tinggi-Bebani Investor, Ratusan Pekerja di KIMA Sudah Kena PHK

Minggu, 10 April 2022 - 16:55 WIB
loading...
PPTI Tinggi-Bebani Investor,...
Kebijakan PT KIMA menaikkan biaya PPTI sebesar 30 persen dari NJOP secara sepihak disebut sangat memberatkan bagi kalangan pengusaha, yang akan berdampak pada PHK karyawan. Foto: Istimewa
A A A
MAKASSAR - Imbas penetapan biaya perpanjangan Perjanjian Penggunaam Tanah Industri (PPTI) sebesar 30 persen dari Nilai Jual Obyek Pajak oleh PT KIMA (persero) secara sepihak memakan korban. Investor kabur dan ratusan pekerja kena pemutusan hubungan kerja (PHK).

Dikutip dari Laporan Manajemen Audited Tahun 2019 PT KIMA, diketahui akibat penetapan biaya PPTI secara signifikan ini, salah satu perusahaan yakni PT Indolezat akhirnya memilih meninggalkan Sulsel.



PT Indolezat berdasarkan laporan tersebut memilih mengembalikan lahan seluas 3,4 hektare ke PT KIMA, daripada harus membayar biaya perpanjangan PPTI yang nilainya mencapai Rp16 miliar. Akibatnya, ratusan pekerja dari PT Indolezat harus dirumahkan atau kena PHK.

"Kalau pengenaan biaya perpanjangan PPTI tetap dipaksakan ke investor di KIMA, maka bukan hanya PT Indolezat, tapi puluhan perusahaan bakal tutup bahkan hengkang dari Sulsel," kata juru bicara Paguyuban Pengusaha KIMA Makassar, M Tahir Arifin, Minggu (10/4/2022).

Diketahui, PT Indolezat dikenakan biaya perpanjangan PPTI sebesar Rp16 miliar dari luas lahan seluas 3,4 hektare. Padahal nilai dari tanah yang kemudian dikembalikan ke KIMA tersebut mencapai Rp56,4 miliar.

Tahir Arifin menyebutkan, keresahan dari perusahaan di kawasan industri terbesar di Indonesia Timur tersebut bukan tanpa alasan. Usaha yang telah berjalan saat ini sudah dalam tekanan akibat terjadinya pandemi, kemudian ditekan dan diintimidasi untuk pembayaran PPTI dengan penetapan sepihak, apalagi untuk tanah yang sudah dibeli oleh investor tersebut.

"Hengkangnya PT Indolezat dari KIMA bisa menjadi pembelajaran. Investor kabur karena paksaan membayar PPTI yang sangat tinggi. Imbasnya adalah PHK pekerja," jelas Tahir Arifin.

Dia mengulang, kalau di KIMA terdapat sekitar 20 ribu tenaga kerja yang bergantung pada kelangsungan aktivitas sekitar 200 perusahaan. Efek sosial kalau terjadi PHK karena perusahaan tutup atau hengkang dari Sulsel menurut Tahir Arifin jauh lebih besar.

"Ini harus menjadi perhatian pemerintah. 20 ribu pekerja terancam kena PHK. Efek sosialnya sangat besar. Pengusaha di KIMA ini butuh perlindungan dalam berusaha dan perlindungan hukum atas lahan yang sudah mereka beli," tuturnya.



Sebelumnya, sejumlah investor di PTKIMA menyampaikan protes atas penetapan biaya perpanjangan Perjanjian Penggunaan Tanah Industri (PPTI) karena dinilai sangat memberatkan dan kebijakan kenaikannya dinilai dilakukan secara sepihak.

Salah satu Investor pertama di PTKIMA, Owner PT Piramid Mega Sakti, AdnanWidjaja, menilai peraturan biaya perpanjangan PPTI sebesar 30 persen dari NJOP tidak ada dalam perjanjian di awal. Bahkan, pihaknya terpaksa memangkas jumlah pekerja. Dari 300 orang, sekarang sisa 100 orang karena kendala berusaha di KIMA.

Ia juga menyampaikan mendapat tindakan intimidasi, dimana pihak PTKIMA memasang beton penghalang di depan pabriknya. Padahal, pihaknya sudah melakukan pembayaran sekitar Rp1 miliar lebih untuk perpanjangan PPTI.

"Di awal saat masuk ke kawasan itu, kami dijanji dengan segala kemudahan, tapi sekarang malah dipersulit," beber AdnanWidjaja.

Sementara itu Ketua Paguyuban Pengusaha KIMA Makassar, Jemmy Gautama, menyebutkan pihaknya sudah mengirim surat ke sejumlah pihak terkait meminta perlindungan hukum, kepastian dan kenyamana berusaha dari semua stakeholder terkait, termasuk bersurat ke Presiden Joko Widodo.

Direktur Utama PT KIMA, Zainuddin Mappa, sebelumnya bersikukuh menyampaikan tidak ada kenaikan PPTI. Toh, biaya PPTI yang dikeluhkan oleh segelintir investor merupakan tarif lama. Ia menegaskan biaya PPTI tidak pernah berubah sejak tahun 2014.

Ia juga menegaskan sama sekali tidak ada tenant atau investor diKIMAyang kabur karena persoalan PPTI. "Tidak ada tenant KIMA yang tutup karena PPTI. Tarif PPTI adalah tarif lama, tidak berubah sejak 2014," ungkapnya.

Zainuddin mengimbuhkan dari sekitar 200-an tenant di KIMA, ada sekitar 30-an yang berproses membayar biaya PPTI. Sisanya, ada pula yang belum lantaran memang masa kontraknya masih berlangsung. Pihaknya pun sudah mengupayakan memberi kemudahan dengan mekanisme angsuran.



"Kami tidak bisa mengurangi (biaya PPTI) tapi kami sudah berupaya memberikan kemudahan. Bisa lewat mekanisme angsuran atau dicicil bergantung dengan hasil negoisasi dengan pihak tenant," ujarnya.

Disinggung soal dugaan intimidasi kepada pihak investor diKIMA, Zainuddin tegas membantah. Pihaknya sama sekali tidak pernah melakukan intimidasi kepada pihak investor terkait biaya PPTI. Namun, pihaknya memang pernah memantau salah satu tenant karena melakukan pelanggaran atas ketentuan peraturan lingkungan hidup.
(tri)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3708 seconds (0.1#10.140)