Apresiasi Vonis Mati Predator Seks Herry Wirawan, Menteri PPPA: Sudah Tepat
loading...
A
A
A
BANDUNG - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga mengapresiasi putusan banding yang menjatuhkan vonis pidana mati kepada Herry Wirawan, pelaku kekerasan seksual dan eksploitasi belasan santriwati di Bandung, Jawa Barat.
"Kami mengapresiasi putusan banding Hakim Pengadilan Tinggi Bandung menurut kami sudah sesuai dengan UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak dan harapan masyarakat. Demikian juga terkait dengan putusan restitusi yang dibebankan kepada pelaku, menurut kami sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kami juga menghormati putusan tersebut, termasuk upaya hukum lain yang masih memungkinkan dilakukan oleh terpidana melalui upaya kasasi," tutur Bintang dalam keterangan resminya, Selasa (5/4/2022).
Baca juga: Hakim PT Bandung Minta Herry Wirawan Tobat Sebelum Dieksekusi Mati
Dari amar putusan hakim, lanjut Bintang, beberapa pertimbangan yang memberatkan hukuman untuk terpidana, di antaranya perbuatan terdakwa menimbulkan trauma dan penderitaan terhadap korban dan orang tua korban, perbuatan terdakwa menimbulkan anak-anak dari para anak korban, dan perbuatan terdakwa dianggap mencemarkan lembaga pondok pesantren dan merusak citra agama Islam.
Diketahui, dalam putusannya, hakim juga juga menetapkan sembilan orang anak dari para korban dan para anak korban agar diserahkan perawatannya kepada Pemerintah Provinsi Jabar cq. UPT Perlindungan Perempuan dan Anak Provinsi Jabar setelah mendapatkan izin dari keluarga masing masing dengan dilakukan evaluasi secara berkala.
Apabila dari hasil evaluasi ternyata para korban dan anak korban sudah siap mental dan kejiwaan untuk menerima dan mengasuh kembali anak-anaknya dan situasinya telah memungkinkan, anak-anak tersebut dikembalikan kepada para anak korban masing-masing.
Hakim juga memutuskan untuk merampas harta kekayaan/aset terdakwa Herry Wirawan berupa tanah dan bangunan serta hak-hak terdakwa dalam Yayasan Yatim Piatu Manarul Huda, Pondok Pesantren Tahfidz Madani, Boarding School Yayasan Manarul Huda, serta asset lainnya baik yang sudah disita maupun yang belum dilakukan penyitaan.
Seluruh aset tersebut selanjutnya dilakukan penjualan lelang dan hasilnya diserahkan kepada pemerintah cq Pemerintah Daerah Propinsi Jabar untuk dipergunakan sebagai biaya pendidikan dan kelangsungan hidup para anak korban dan bayi-bayinya hingga mereka dewasa atau menikah.
Keputusan hakim PT Bandung tersebut dianggap sudah sesuai dengan tuntutan hukuman mati Jaksa Penuntut Umum (JPU) Pengadilan Negeri (PN) Bandung. Sebelumnya, tuntutan JPU untuk terdakwa dihukum mati mendapat reaksi pro dan kontra di masyarakat.
Pada akhirnya, saat PN Bandung menjatuhkan hukuman pidana penjara seumur hidup terhadap Herry Wirawan dan restitusi dibebankan kepada negara mendapat reaksi keras dari pemerintah, dalam hal ini Kementerian PPPA dan masyarakat karena putusan yang dihasilkan jauh dari harapan.
"Kemen PPPA pada akhirnya mendorong jaksa untuk melakukan banding hingga akhirnya keluar putusan hukuman mati yang ditetapkan Senin siang, 4 April 2022," kata Bintang.
Adapun dalam perkara ini, Herry tetap dijatuhi hukuman sesuai Pasal 21 KUHAP jis Pasal 27 KUHAP jis Pasal 153 ayat ( 3) KUHAP jis ayat (4) KUHAP jis Pasal 193 KUHAP jis Pasal 222 ayat (1) jis ayat (2) KUHAP jis Pasal 241 KUHAP jis Pasal 242 KUHAP, PP Nomor 27 Tahun 1983, Pasal 81 ayat (1), ayat (3) jo Pasal 76.D UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo pasal 65 ayat (1) KUHP dan ketentuan-ketentuan lain yang bersangkutan.
"Keputusan hukuman mati dan pembebanan restitusi kepada pelaku ini diharapkan tidak hanya memberikan efek jera serta mencegah berulangnya kembali kasus yang sama di masa depan, tapi juga memastikan kepentingan terbaik anak-anak korban beserta anak-anak yang dilahirkannya," kata Bintang.
"Kami mengapresiasi putusan banding Hakim Pengadilan Tinggi Bandung menurut kami sudah sesuai dengan UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak dan harapan masyarakat. Demikian juga terkait dengan putusan restitusi yang dibebankan kepada pelaku, menurut kami sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kami juga menghormati putusan tersebut, termasuk upaya hukum lain yang masih memungkinkan dilakukan oleh terpidana melalui upaya kasasi," tutur Bintang dalam keterangan resminya, Selasa (5/4/2022).
Baca juga: Hakim PT Bandung Minta Herry Wirawan Tobat Sebelum Dieksekusi Mati
Dari amar putusan hakim, lanjut Bintang, beberapa pertimbangan yang memberatkan hukuman untuk terpidana, di antaranya perbuatan terdakwa menimbulkan trauma dan penderitaan terhadap korban dan orang tua korban, perbuatan terdakwa menimbulkan anak-anak dari para anak korban, dan perbuatan terdakwa dianggap mencemarkan lembaga pondok pesantren dan merusak citra agama Islam.
Diketahui, dalam putusannya, hakim juga juga menetapkan sembilan orang anak dari para korban dan para anak korban agar diserahkan perawatannya kepada Pemerintah Provinsi Jabar cq. UPT Perlindungan Perempuan dan Anak Provinsi Jabar setelah mendapatkan izin dari keluarga masing masing dengan dilakukan evaluasi secara berkala.
Apabila dari hasil evaluasi ternyata para korban dan anak korban sudah siap mental dan kejiwaan untuk menerima dan mengasuh kembali anak-anaknya dan situasinya telah memungkinkan, anak-anak tersebut dikembalikan kepada para anak korban masing-masing.
Hakim juga memutuskan untuk merampas harta kekayaan/aset terdakwa Herry Wirawan berupa tanah dan bangunan serta hak-hak terdakwa dalam Yayasan Yatim Piatu Manarul Huda, Pondok Pesantren Tahfidz Madani, Boarding School Yayasan Manarul Huda, serta asset lainnya baik yang sudah disita maupun yang belum dilakukan penyitaan.
Seluruh aset tersebut selanjutnya dilakukan penjualan lelang dan hasilnya diserahkan kepada pemerintah cq Pemerintah Daerah Propinsi Jabar untuk dipergunakan sebagai biaya pendidikan dan kelangsungan hidup para anak korban dan bayi-bayinya hingga mereka dewasa atau menikah.
Keputusan hakim PT Bandung tersebut dianggap sudah sesuai dengan tuntutan hukuman mati Jaksa Penuntut Umum (JPU) Pengadilan Negeri (PN) Bandung. Sebelumnya, tuntutan JPU untuk terdakwa dihukum mati mendapat reaksi pro dan kontra di masyarakat.
Pada akhirnya, saat PN Bandung menjatuhkan hukuman pidana penjara seumur hidup terhadap Herry Wirawan dan restitusi dibebankan kepada negara mendapat reaksi keras dari pemerintah, dalam hal ini Kementerian PPPA dan masyarakat karena putusan yang dihasilkan jauh dari harapan.
"Kemen PPPA pada akhirnya mendorong jaksa untuk melakukan banding hingga akhirnya keluar putusan hukuman mati yang ditetapkan Senin siang, 4 April 2022," kata Bintang.
Adapun dalam perkara ini, Herry tetap dijatuhi hukuman sesuai Pasal 21 KUHAP jis Pasal 27 KUHAP jis Pasal 153 ayat ( 3) KUHAP jis ayat (4) KUHAP jis Pasal 193 KUHAP jis Pasal 222 ayat (1) jis ayat (2) KUHAP jis Pasal 241 KUHAP jis Pasal 242 KUHAP, PP Nomor 27 Tahun 1983, Pasal 81 ayat (1), ayat (3) jo Pasal 76.D UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo pasal 65 ayat (1) KUHP dan ketentuan-ketentuan lain yang bersangkutan.
"Keputusan hukuman mati dan pembebanan restitusi kepada pelaku ini diharapkan tidak hanya memberikan efek jera serta mencegah berulangnya kembali kasus yang sama di masa depan, tapi juga memastikan kepentingan terbaik anak-anak korban beserta anak-anak yang dilahirkannya," kata Bintang.
(msd)