Bocah di Muara Enim Lumpuh dan Buta Pasca Operasi, 6 Tahun Bertahan Tanpa Bantuan
loading...
A
A
A
MUARA ENIM - Kisah pilu dialami oleh Aditya (7), seorang bocah asal Desa Segayam, Kecamatan Gelumbang, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan (Sumsel). Aditya mengalami kelumpuhan dan kebutaan pasca menjalani operasi di salah satu rumah sakit di Kota Palembang.
Kisah pilu itu bermula saat Aditya berusia 7 bulan. Saat itu Aditya didagnosis menderita penyakit Hidrosefalus yang membuat kepalanya terus membesar, sehingga membuat putra satu-satunya dari pasangan Hendri Saputra (27) dan Yuliati (25) itu harus menjalani operasi untuk mengeluarkan cairan di kepalanya.
"Awalnya saat lahir normal pak, tapi setelah beberapa bulan kepalanya terus membesar. Setelah konsultasi ke rumah sakit, akhirnya disarankan untuk operasi saat usianya menginjak 7 bulan," jelas Hendri kepada wartawan, Jumat (1/4/2022).
Namun ironisnya, operasi tak membuat kondisi Aditya membaik. Justru setelah operasi, Aditya mengalami kelumpuhan dan kebutaan hingga sekarang usianya sudah menginjak 7 tahun.
Hendri menjelaskan, sejatinya sebelum operasi dilakukan, pihak rumah sakit sudah memberikan bayangan akan resiko pasca operasi. Namun, lantaran demi keselamatan Aditya, Hendri pun menyetujui tindakan operasi tersebut.
Ditambahkannya, pasca operasi pihak medis menyarankan Aditya untuk melakukan terapi di rumah sakit setiap dua minggu sekali. Aditya pun sempat beberapa bulan melakukan terapi rutin tersebut. Namun lantaran terkendala biaya, terapi itu pun harus terhenti saat Aditya memasuki usia empat tahun.
"Awalnya kami rutin membawanya untuk terapi, setidaknya dalam satu tahun pertama. Tapi lama-lama semakin jarang lantaran ekonomi kami tak mampu lagi pak," jelas pria yang kesehariannya hanya bekerja serabutan tersebut.
Akibat kesulitan ekonomi tersebut, alhasil dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, tidak ada tindakan medis yang berarti yang dapat dilakukan untuk proses kesembuhan Aditya.
Dengan kondisi tersebut, tak ayal membuat Hendri dan sang istri terpaksa harus menahan kesedihan yang cukup mendalam, lantaran melihat kondisi Aditya yang terkulai lemah dalam kesehariannya akibat kelumpuhan dan kebutaan yang di derita sang anak.
"Pekerjaan saya serabutan pak, tanpa penghasilan tetap. Sementara istri di rumah harus menjaga dan merawat Aditya. Jangankan untuk biaya terapi, untuk biaya kontrakan rumah dan hidup sehari-hari terkadang hanya pas-pasan," sambung Hendri.
Ketika ditanya terkait adakah bantuan dari pihak pemerintah, Hendri mengatakan, dulu saat anaknya menjalani operasi sempat ada bantuan dari pihak Pemprov Sumsel. Namun setelahnya, untuk biaya berobat dan terapi praktis seluruh biaya ditanggung pribadi.
Hendri mengaku, lantaran kesulitan ekonomi, ia bersama sang istri sempat beberapa kali menghadap ke Pemerintah Desa (Pemdes) setempat untuk dibantu dalam pembuatan BPJS kesehatan gratis, maupun bantuan serupa lainnya, namun permintaan mereka tak juga mendapat respon.
Namun lanjut Hendri, beruntungnya saat ini pihak Pemdes Segayam melalui Kepala Desa (Kades) yang baru, cukup responsif dalam mambantu usaha pengobatan Aditya.
"Alhamdulillah, pak Kades sekarang sangat cepat tanggap atas permasalahan yang sedang kami alami ini. Semoga dalam waktu dekat, anak kami bisa mendapatkan pengobatan yang layak," terang Hendri dengan penuh haru.
Sementara itu, Kades Segayam Yulius Saputra kepada awak media ini mengatakan, pihaknya akan semaksimal mungkin untuk mencarikan solusi demi pengobatan Aditya. Dirinya pun mengaku, baru mengetahaui perihal kondisi yang dialami salah satu warganya tersebut.
"Baru satu minggu ini saya mengetahui kondisinya (Aditya) begini. Insyaallah, akan kita bantu untuk mencarikan solusinya, agar Aditya bisa diberikan tindakan medis yang layak," ungkap Yulius yang baru tiga bulan menjabat sebagai Kades Segayam.
Meski demikian, Yulius sangat berharap, akan ada kepedulian dari pihak lainnya, baik dari pemerintahan, swasta maupun pribadi, untuk membantu proses pengobatan Aditya, mengingat kondisi ekonomi kedua orang tuanya yang bisa dibilang tak mampu.
"Semoga saja ke depan akan ada pihak-pihak lain yang bersedia untuk turut membantu proses pengobatan Aditya ini, sehingga dia bisa sembuh dan beraktifitas layaknya anak normal seusianya." pungkas Yulius.
Kisah pilu itu bermula saat Aditya berusia 7 bulan. Saat itu Aditya didagnosis menderita penyakit Hidrosefalus yang membuat kepalanya terus membesar, sehingga membuat putra satu-satunya dari pasangan Hendri Saputra (27) dan Yuliati (25) itu harus menjalani operasi untuk mengeluarkan cairan di kepalanya.
"Awalnya saat lahir normal pak, tapi setelah beberapa bulan kepalanya terus membesar. Setelah konsultasi ke rumah sakit, akhirnya disarankan untuk operasi saat usianya menginjak 7 bulan," jelas Hendri kepada wartawan, Jumat (1/4/2022).
Namun ironisnya, operasi tak membuat kondisi Aditya membaik. Justru setelah operasi, Aditya mengalami kelumpuhan dan kebutaan hingga sekarang usianya sudah menginjak 7 tahun.
Hendri menjelaskan, sejatinya sebelum operasi dilakukan, pihak rumah sakit sudah memberikan bayangan akan resiko pasca operasi. Namun, lantaran demi keselamatan Aditya, Hendri pun menyetujui tindakan operasi tersebut.
Ditambahkannya, pasca operasi pihak medis menyarankan Aditya untuk melakukan terapi di rumah sakit setiap dua minggu sekali. Aditya pun sempat beberapa bulan melakukan terapi rutin tersebut. Namun lantaran terkendala biaya, terapi itu pun harus terhenti saat Aditya memasuki usia empat tahun.
"Awalnya kami rutin membawanya untuk terapi, setidaknya dalam satu tahun pertama. Tapi lama-lama semakin jarang lantaran ekonomi kami tak mampu lagi pak," jelas pria yang kesehariannya hanya bekerja serabutan tersebut.
Akibat kesulitan ekonomi tersebut, alhasil dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, tidak ada tindakan medis yang berarti yang dapat dilakukan untuk proses kesembuhan Aditya.
Dengan kondisi tersebut, tak ayal membuat Hendri dan sang istri terpaksa harus menahan kesedihan yang cukup mendalam, lantaran melihat kondisi Aditya yang terkulai lemah dalam kesehariannya akibat kelumpuhan dan kebutaan yang di derita sang anak.
"Pekerjaan saya serabutan pak, tanpa penghasilan tetap. Sementara istri di rumah harus menjaga dan merawat Aditya. Jangankan untuk biaya terapi, untuk biaya kontrakan rumah dan hidup sehari-hari terkadang hanya pas-pasan," sambung Hendri.
Ketika ditanya terkait adakah bantuan dari pihak pemerintah, Hendri mengatakan, dulu saat anaknya menjalani operasi sempat ada bantuan dari pihak Pemprov Sumsel. Namun setelahnya, untuk biaya berobat dan terapi praktis seluruh biaya ditanggung pribadi.
Hendri mengaku, lantaran kesulitan ekonomi, ia bersama sang istri sempat beberapa kali menghadap ke Pemerintah Desa (Pemdes) setempat untuk dibantu dalam pembuatan BPJS kesehatan gratis, maupun bantuan serupa lainnya, namun permintaan mereka tak juga mendapat respon.
Namun lanjut Hendri, beruntungnya saat ini pihak Pemdes Segayam melalui Kepala Desa (Kades) yang baru, cukup responsif dalam mambantu usaha pengobatan Aditya.
"Alhamdulillah, pak Kades sekarang sangat cepat tanggap atas permasalahan yang sedang kami alami ini. Semoga dalam waktu dekat, anak kami bisa mendapatkan pengobatan yang layak," terang Hendri dengan penuh haru.
Sementara itu, Kades Segayam Yulius Saputra kepada awak media ini mengatakan, pihaknya akan semaksimal mungkin untuk mencarikan solusi demi pengobatan Aditya. Dirinya pun mengaku, baru mengetahaui perihal kondisi yang dialami salah satu warganya tersebut.
"Baru satu minggu ini saya mengetahui kondisinya (Aditya) begini. Insyaallah, akan kita bantu untuk mencarikan solusinya, agar Aditya bisa diberikan tindakan medis yang layak," ungkap Yulius yang baru tiga bulan menjabat sebagai Kades Segayam.
Meski demikian, Yulius sangat berharap, akan ada kepedulian dari pihak lainnya, baik dari pemerintahan, swasta maupun pribadi, untuk membantu proses pengobatan Aditya, mengingat kondisi ekonomi kedua orang tuanya yang bisa dibilang tak mampu.
"Semoga saja ke depan akan ada pihak-pihak lain yang bersedia untuk turut membantu proses pengobatan Aditya ini, sehingga dia bisa sembuh dan beraktifitas layaknya anak normal seusianya." pungkas Yulius.
(don)