Kisah Haru Dedi Mulyadi: Anak Miskin yang Bersekolah Tanpa Sepatu Itu Kini Rektor Bergelar Profesor

Rabu, 30 Maret 2022 - 17:53 WIB
loading...
Kisah Haru Dedi Mulyadi: Anak Miskin yang Bersekolah Tanpa Sepatu Itu Kini Rektor Bergelar Profesor
Rektor UBP Karawang, Prof DR Dedi Mulyadi , SE, MM. Foto: Istimewa
A A A
KARAWANG - Rektor Universitas Buana Perjuangan (UBP) Karawang , Dedi Mulyadi tak kuasa menahan haru saat dikukuhkan menjadi guru besar bidang ilmu manajemen, Rabu (30/3/22).

Dedi resmi menyandang gelar profesor berdasarkan surat keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia nomor 91807/SPK.A/KP.05.01/2021 Tentang Jabatan Akademik Dosen.



Pengukuhan itu dibacakan langsung oleh Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah 4 Jawa Barat dan Banten, M. Samsuri, sebagai perwakilan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia di Gedung Rektorat UBP Karawang.



Dedi sempat menahan isak tangis saat dikukuhkan sebagai guru besar. Menurut Dedi, dia tidak kuasa menyembunyikan perasaan haru atas capaiannya menjadi seorang profesor. Sebab, menjadi profesor merupakan mimpi sejak kecil yang akhirnya bisa terwujud.

Padahal dia sendiri mengaku tidak mungkin bisa mewujudkan mimpinya di tengah kehidupan orang tua yang miskin. "Sejak kecil hidup saya susah. Sekolah SD dari kelas 1 hingga kelas 6, saya ke sekolah tanpa alas kaki atau sepatu seperti yang lain. Karena saya nyeker sering dibully oleh siswa lain, tapi saya diam saja," katanya.



Dedi mengaku baru menggunakan alas kaki ke sekolah ketika memgambil ijazah kelas 6. Alas kaki berupa sendal jepit bekas dipakai ke sekolah. Namun itupun tidak luput dari bullyan teman-temannya. "Saat itu orang tua memang sangat susah, jadi saya tidak bisa seperti teman-teman lainnya," tutur dia.

Menurut Dedi, selama sekolah SD dia berjalan kaki dari rumah ke sekolah sejauh 5 km tanpa alas kaki. Telapak kakinya sudah terbiasa menginjak kerikil atau kepanasan. "Saya jalan dari Klari Kopel ke Pasir Panjang sekarang banyak perumahan dulu saya jalan kaki tanpa alas kaki dari kelas 1 sampai kelas 6," katanya.

Usai lulus sekolah SD, orang tuanya lalu berjuang agar dirinnya bisa sekolah SMP. Begitu juga masuk SMEA hingga kuliah, orang tua harus menjual barang -barang agar tetap melanjutkan hingga sarjana.


"Waktu kuliah di Universitas Singaperbangsa (Unsika) saya banyak nunggak bayaran semesteran hingga harus 7 tahun menyelesaikan kuliah karena tertunda. "Saya tidak punya uang untuk ikut sidang sarjana hingga harus ditunda. Tiba-tiba ada seorang dermawan yang kenal orang tua saya membantu dengan menjual motornya agar saya bisa sidang. Itu bukan utang tapi dikasih," ujarnya.

Setelah menjadi sarjana, kariernya mulai berjalan di dunia pendidikan hingga menjadi rektor di UBP. Dia kemudian bertekad meneruskan pendidikan hingga akhirnya menjadi profesor. "Menjadi seorang profesor bukan melulu soal uang. Akan tetapi semangat untuk berjuang yang tidak pernah kendur," katanya.
(nic)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2217 seconds (0.1#10.140)