Webinar Bulan Bung Karno, Bupati Banyuwangi Cerita Peran Budaya Lokal
loading...
A
A
A
JAKARTA - Bupati Banyuwangi, Jawa Timur, yang juga kader PDI Perjuangan, Abdullah Azwar Anas menyatakan, melalui kebudayaan lokal pihaknya mampu mengajak dan mengembangkan sektor ekonomi masyarakat.
Azwar menilai, selama ini banyak yang beranggapan bahwa budaya lokal tidak menghasilkan nilai komersil. Namun anggapan itu tidak benar seutuhnya. Di Banyuwangi, pengembangan budaya lokal ternyata dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat setempat.
"Kami melaksanakan pengembangan kebudayaan lokal yang mensejahterakan masyarakat. Dengan kebudayaan membuat rakyat lebih guyub, lebih nyaman, lebih tenang," kata Anas saat berbicara dalam webinar kedua dengan tema 'Rakyat Sumber Kebudayaan Nasional' yang digelar dalam rangkaian kegiatan Bulan Bung Karno 2020, Selasa 16 Juni 2020.
Azwar menuturkan, di daerahnya itu dirinya mengedepankan dua strategi kebudayaan. Pertama, ketersediaan ruang kebudayaan yang memberikan kesempatan bagi rakyat memperkuat kebudayaan nusantara. Lalu strategi kedua,pengembangan kebudayaan lokal untuk kesejahteraan masyarakat untuk memperkuat Banyuwangi.
Azwar mengatakan, melalui pendekatan atau strategi kebudayaan itu, pihaknyakemudian merealisasikan ke dalam berbagai kegiatan festival seni dan budaya, yang bukan hanya sekedar peristiwa pariwisata yang mendatangkan orang dan uang, namun juga alat konsolidasi kebudayaan. Sebab di sana terjadi dialog, penyiapan, materi, yang melibatkan masyarakat.
"Tahun sekarang saja ada 123 even. Hampir sebagian besar dibuat oleh rakyat sendiri. Swadaya oleh rakyat, mayoritas dibuat oleh sanggar-sanggar. Bedanya Banyuwangi dengan kabupaten lain adalah kami tidak melibatkan koreografer hebat dari Jakarta. Tak dibuat oleh EO, namun dari kampung-kampung, rata-rata kaum Marhaen," beber Anas.
Dengan itu, tarian Gandrung Sewu dulunya tidak dihitung sebagai pentas seni. Saat ini, dia menjadi salah satu atraksi yang ditunggu dengan melibatkan 1.000 penari. ( )
Berikutnya, pihaknya menjadikan alun-alun, atau tempat utama, tak hanya ditempati orang yang bisa membayar. Alun-alun justru harus menjadi bagian dari panggung budaya bersama yang boleh diakses seluruh kalangan masyarakat.
Di Alun-alun Banyuwangi, dilaksanakan even Banyuwangi Culture Everyday setiap malam, terkecuali hari ebsar seperti Lebaran. Anak-anak muda didorong menunjukkan ekspresi budaya lokal di tempat itu.
"Mereka sebagian kita berikan honor untuk kelompok-kelompok seninya. Sehingga seniman-senimannya menjadi berdaya karena dia menjadi kurator dari kesenian ini dan mendapat honor. Rata-rata kaum marhaen di tempat ini," ujarnya.
Azwar menilai, selama ini banyak yang beranggapan bahwa budaya lokal tidak menghasilkan nilai komersil. Namun anggapan itu tidak benar seutuhnya. Di Banyuwangi, pengembangan budaya lokal ternyata dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat setempat.
"Kami melaksanakan pengembangan kebudayaan lokal yang mensejahterakan masyarakat. Dengan kebudayaan membuat rakyat lebih guyub, lebih nyaman, lebih tenang," kata Anas saat berbicara dalam webinar kedua dengan tema 'Rakyat Sumber Kebudayaan Nasional' yang digelar dalam rangkaian kegiatan Bulan Bung Karno 2020, Selasa 16 Juni 2020.
Azwar menuturkan, di daerahnya itu dirinya mengedepankan dua strategi kebudayaan. Pertama, ketersediaan ruang kebudayaan yang memberikan kesempatan bagi rakyat memperkuat kebudayaan nusantara. Lalu strategi kedua,pengembangan kebudayaan lokal untuk kesejahteraan masyarakat untuk memperkuat Banyuwangi.
Azwar mengatakan, melalui pendekatan atau strategi kebudayaan itu, pihaknyakemudian merealisasikan ke dalam berbagai kegiatan festival seni dan budaya, yang bukan hanya sekedar peristiwa pariwisata yang mendatangkan orang dan uang, namun juga alat konsolidasi kebudayaan. Sebab di sana terjadi dialog, penyiapan, materi, yang melibatkan masyarakat.
"Tahun sekarang saja ada 123 even. Hampir sebagian besar dibuat oleh rakyat sendiri. Swadaya oleh rakyat, mayoritas dibuat oleh sanggar-sanggar. Bedanya Banyuwangi dengan kabupaten lain adalah kami tidak melibatkan koreografer hebat dari Jakarta. Tak dibuat oleh EO, namun dari kampung-kampung, rata-rata kaum Marhaen," beber Anas.
Dengan itu, tarian Gandrung Sewu dulunya tidak dihitung sebagai pentas seni. Saat ini, dia menjadi salah satu atraksi yang ditunggu dengan melibatkan 1.000 penari. ( )
Berikutnya, pihaknya menjadikan alun-alun, atau tempat utama, tak hanya ditempati orang yang bisa membayar. Alun-alun justru harus menjadi bagian dari panggung budaya bersama yang boleh diakses seluruh kalangan masyarakat.
Di Alun-alun Banyuwangi, dilaksanakan even Banyuwangi Culture Everyday setiap malam, terkecuali hari ebsar seperti Lebaran. Anak-anak muda didorong menunjukkan ekspresi budaya lokal di tempat itu.
"Mereka sebagian kita berikan honor untuk kelompok-kelompok seninya. Sehingga seniman-senimannya menjadi berdaya karena dia menjadi kurator dari kesenian ini dan mendapat honor. Rata-rata kaum marhaen di tempat ini," ujarnya.