Mengatur Kebiasaan Baru, Bukan Menekan Warga

Selasa, 16 Juni 2020 - 19:25 WIB
loading...
Mengatur Kebiasaan Baru, Bukan Menekan Warga
Wakil Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Surabaya Irvan Widyanto.
A A A
SURABAYA - Menata kebiasaan baru di tengah pandemi Covid-19 memunculkan banyak tekanan. Sebagian warga beranggapan mereka dibatasi dan dikekang. Namun, penataan kebiasaan baru ini harus dilakukan untuk bisa melewati pandemi Covid-19.

Wakil Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Surabaya yang juga Kepala BPB dan Linmas Surabaya, Irvan Widyanto menuturkan, dalam Perwali yang sudah diteken Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini ingin memberikan kepercayaan kepada masyarakat untuk mendisiplinkan diri dalam menerapkan protokol kesehatan.

"Filosofi dari Perwali itu menaruh kepercayaan kepada masyarakat. Dengan begitu, kesadaran masyarakat akan tumbuh. Nah, ketika kesadaran itu tumbuh, maka itulah arti mitigasi yang sebenarnya," kata Irvan, Selasa (16/6/2020).(baca juga: Sukses Gelar Pemilihan Rektor Secara Daring, Unair Raih Muri )

Ia melanjutkan, saat ini masyarakat tidak butuh ditekan-tekan lagi oleh aparat dan sebagainya. Tapi yang dibutuhkan sekarang ini adalah masyarakat dirangkul untuk mengatur masyarakat yang lain untuk bisa patuh protokol kesehatan di tengah pandemi ini.

Pemkot, katanya, tidak ingin membebani warganya dengan pengenaan denda-denda. Makanya, dalam Perwali itu tidak ada sanksi berupa denda-denda, karena memang yang dibutuhkan saat ini adalah kesadaran masyarakat dan masyarakat perlu dirangkul untuk menertibkan masyarakat yang lain.(baca juga: Kanwil Kemenkumham Jatim Siapkan Protokol Kesehatan di Lapas-Rutan )

Pihaknya juga ingin mengajak semua elemen masyarakat untuk bersama-sama menghadapi pandemi Covid-19 ini. Bahkan, apabila ada yang melanggar protokol kesehatan, diharapkan masyarakat saling mengingatkan.

Irvan pun menjelaskan regulasi pengenaan sanksi tersebut. Ia menjelaskan bahwa sanksi itu dimulai dengan teguran lisan, kemudian ada paksaan pemerintah berupa menghentikan kegiatannya.

"Jika masih ngotot dan masih tetap buka, maka bisa kita usulkan kepada OPD (Organisasi Perangkat Daerah) terkait untuk merekomkan pencabutan izin usaha. Ketika OPD itu melakukan pencabutan izin usaha, maka OPD itu bisa mengirimkan surat Bantip (bantuan penertiban) kepada Satpol PP untuk dilakukan penutupan," katanya.

Pembina Pengurus Daerah Perhimpunan Sarjana dan Profesional Kesehatan Masyarakat Indonesia (Persakmi) Jawa Timur yang juga Ketua IKA FKM Unair, Estiningtyas Nugraheni mengatakan, sanksi yang diberlakukan oleh Pemkot Surabaya lebih konstruktif.

Pasalnya, mereka mengedepankan adalah peningkatan pengetahuan dan pemahaman dengan mengumpulkan seluruh sektor yang terkait untuk sama-sama memahami Perwali ini bakal seperti apa.

“Jadi tidak menitikberatkan pada hal-hal yang sifatnya mengikat secara material. Sebab, hal-hal yang sifatnya material itu hanya sementara. Pada umumnya, mereka mentaati sanksi itu karena takut. Sedangkan jika mereka dibuat mengerti dan memahami serta sadar, maka akan ada hubungan secara psikologis bahwa dia akan mendukung langkah itu,” jelasnya.

Oleh karena itu, ia menilai sanksi yang diberlakukan oleh Pemkot Surabaya dengan meniadakan denda-denda itu akan lebih efektif dan permanen dibanding pemberlakuan denda-denda. Sebab, itu berlandaskan kesadaran dari masing-masing individu warga.
(msd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1251 seconds (0.1#10.140)