Harga Komoditas di Indonesia Naik Turun, Ini Penjelasan Ahli Unpad
loading...
A
A
A
BANDUNG - Komoditas makanan di Indonesia tercatat sering kali mengalami fluktuasi harga. Apalagi pada momen jelang Lebaran, harga akan cenderung merangkak naik. Tak hanya harganya tinggi, terkadang komoditas tersebut langka di pasaran.
Menurut Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran Prof Maman Setiawan, S.E., M.T., PhD, kenaikan harga bahan pokok tersebut disebabkan adanya ekspektasi permintaan yang meningkat.
“Akibat peningkatan permintaan tersebut, kita belum siap tata niaganya, rantai pasoknya belum efisien. Akibatnya, ketika permintaan naik ditambah pasokan terbatas, maka harga akan meningkat,” ujar Prof Maman kepada Kanal Media Unpad, Selasa (8/3/2022).
Prof Maman menjelaskan, penyebab utama dari fenomena yang terus berulang setiap tahun ini terletak dari rantai pasoknya. Rantai pasok pangan di Indonesia dinilai belum efisien, karena memiliki jalur distribusi yang panjang. Mulai dari petani, tengkulak, ritel, baru sampai ke tangan konsumen.
Jika tata niaga tersebut diatur dan dikendalikan dengan baik, seharusnya harga bahan pokok tetap stabil, baik menjelang hari raya ataupun di luar hari raya. Dengan tata niaga yang baik, stok pangan pun akan tetap terjaga.
Diakui Prof Maman, beberapa titik rantai pasok didominasi pelaku usaha yang memungkinkan mereka memainkan harga. Hal ini yang kerap disebut sebagai kartel atau mafia pangan. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah mendeteksi bahwa ada koordinasi di antara kartel dalam proses rantai pasok pangan.
Hasil riset yang dilakukan Prof Maman bersama Bank Indonesia pada 2019 menunjukkan, permasalahan di sektor bahan pokok dapat memicu terjadinya inflasi, khususnya di wilayah Priangan Timur. Salah satu penyumbang terbesar dari masalah tersebut ada di rantai pasok.
“Harga di petani sebenarnya aman, ketika masuk ke tengkulak mereka akhirnya mampu memainkan harga. Hal inilah yang harus dibenahi bagaimana agar rantai pasok lebih efisien dan mampu mencegah terjadinya kartel,” ungkapnya.
Untuk itu, Prof Maman mendorong pemerintah perlu melakukan perbaikan terhadap rantai pasok. Pemotongan jalur yang tidak perlu diperlukan agar tidak terjadi manipulasi harga di pasar. Dengan demikian, diperoleh harga jual petani yang wajar dan harga konsumen yang juga wajar.
Dalam menstabilkan harga, pemerintah bisa mengendalikan langsung bahan pokok yang tata niaganya belum beres, seperti membuat harga ecerah tertinggi (HET) untuk sejumlah bahan pokok, menetapkan harga dasar gabah, hingga menentukan harga plafon beras.
Pembentukan Badan Pangan Nasional pada 2021 lalu diharapkan menjadi upaya pemerintah dalam memperbaiki tata niaga. Prof Maman mengatakan, badan ini bisa mengumpulkan data valid mengenai kebutuhan bahan pokok di setiap daerah. Data ini dapat menjadi langkah bagi pemerintah untuk memperbaiki rantai pasoknya.
“Badan Pangan Nasional bisa memetakan kebutuhan pangan di setiap daerah, lalu solusinya seperti apa, kebutuhannya berapa, nanti bagaimana cara memasoknya, sehingga harganya tetap terjaga,” ujarnya.
Prof Maman menilai, impor diperlukan terutama bagi komoditas yang belum bisa dipenuhi di tingkat nasional. Namun, pemerintah juga perlu mengendalikan impor bahan pokok ini. Sebab, bisa jadi impor akan kembali dikuasai oleh kartel. "Kita harus hati-hati dengan masalah tata niaga ini, termasuk masalah mafia pangan,” kata Prof Maman.
Lihat Juga: Sesalkan Kasus Bullying PPDS Unpad di RSHS, Pj Gubernur Jabar: Jangan Ada Lagi Perundungan!
Menurut Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran Prof Maman Setiawan, S.E., M.T., PhD, kenaikan harga bahan pokok tersebut disebabkan adanya ekspektasi permintaan yang meningkat.
“Akibat peningkatan permintaan tersebut, kita belum siap tata niaganya, rantai pasoknya belum efisien. Akibatnya, ketika permintaan naik ditambah pasokan terbatas, maka harga akan meningkat,” ujar Prof Maman kepada Kanal Media Unpad, Selasa (8/3/2022).
Prof Maman menjelaskan, penyebab utama dari fenomena yang terus berulang setiap tahun ini terletak dari rantai pasoknya. Rantai pasok pangan di Indonesia dinilai belum efisien, karena memiliki jalur distribusi yang panjang. Mulai dari petani, tengkulak, ritel, baru sampai ke tangan konsumen.
Jika tata niaga tersebut diatur dan dikendalikan dengan baik, seharusnya harga bahan pokok tetap stabil, baik menjelang hari raya ataupun di luar hari raya. Dengan tata niaga yang baik, stok pangan pun akan tetap terjaga.
Diakui Prof Maman, beberapa titik rantai pasok didominasi pelaku usaha yang memungkinkan mereka memainkan harga. Hal ini yang kerap disebut sebagai kartel atau mafia pangan. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah mendeteksi bahwa ada koordinasi di antara kartel dalam proses rantai pasok pangan.
Hasil riset yang dilakukan Prof Maman bersama Bank Indonesia pada 2019 menunjukkan, permasalahan di sektor bahan pokok dapat memicu terjadinya inflasi, khususnya di wilayah Priangan Timur. Salah satu penyumbang terbesar dari masalah tersebut ada di rantai pasok.
“Harga di petani sebenarnya aman, ketika masuk ke tengkulak mereka akhirnya mampu memainkan harga. Hal inilah yang harus dibenahi bagaimana agar rantai pasok lebih efisien dan mampu mencegah terjadinya kartel,” ungkapnya.
Untuk itu, Prof Maman mendorong pemerintah perlu melakukan perbaikan terhadap rantai pasok. Pemotongan jalur yang tidak perlu diperlukan agar tidak terjadi manipulasi harga di pasar. Dengan demikian, diperoleh harga jual petani yang wajar dan harga konsumen yang juga wajar.
Dalam menstabilkan harga, pemerintah bisa mengendalikan langsung bahan pokok yang tata niaganya belum beres, seperti membuat harga ecerah tertinggi (HET) untuk sejumlah bahan pokok, menetapkan harga dasar gabah, hingga menentukan harga plafon beras.
Pembentukan Badan Pangan Nasional pada 2021 lalu diharapkan menjadi upaya pemerintah dalam memperbaiki tata niaga. Prof Maman mengatakan, badan ini bisa mengumpulkan data valid mengenai kebutuhan bahan pokok di setiap daerah. Data ini dapat menjadi langkah bagi pemerintah untuk memperbaiki rantai pasoknya.
“Badan Pangan Nasional bisa memetakan kebutuhan pangan di setiap daerah, lalu solusinya seperti apa, kebutuhannya berapa, nanti bagaimana cara memasoknya, sehingga harganya tetap terjaga,” ujarnya.
Prof Maman menilai, impor diperlukan terutama bagi komoditas yang belum bisa dipenuhi di tingkat nasional. Namun, pemerintah juga perlu mengendalikan impor bahan pokok ini. Sebab, bisa jadi impor akan kembali dikuasai oleh kartel. "Kita harus hati-hati dengan masalah tata niaga ini, termasuk masalah mafia pangan,” kata Prof Maman.
Lihat Juga: Sesalkan Kasus Bullying PPDS Unpad di RSHS, Pj Gubernur Jabar: Jangan Ada Lagi Perundungan!
(don)