Pandemi Corona di Indonesia Diprediksikan Mereda pada Juni
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pandemi Coronavirus Disease (COVID-19) di Indonesia, diprediksi bisa mereda pada bulan Juni Tahun 2020.
Itu setelah dilakukan Uji simulasi pandemi Covid-19 oleh Pusat Kajian Visi Teliti Saksama (Visi), dengan model sistem dinamik menunjukkan perjalanan pandemi Corona.
Hal tersebut ditunjukkan dengan jumlah kasus meninggal akibat COVID-19, dan sembuh di Indonesia yang akan mencapai keadaan konstan, pada hari ke-100 semenjak kasus positif pertama terkonfirmasi.
“Dari pengujian yang dilakukan Visi pada 31 hari sejak kasus positif pertama Covid-19 di Indonesia, ditemukan reproductive number sebesar 19. Hal ini bermakna setiap satu orang terinfeksi dapat menularkan kepada 19 orang lainnya,” kata Peneliti Visi, Widyar Rahman dalam keterangannya, Kamis (23/4/2020).
Kata Widyar, berdasarkan nilai reproductive number dapat diprediksi kontrol sebaran pandemi. Perkembangan jumlah kasus baru Covid-19 akibat penularan dari orang terinfeksi di Indonesia akan berlangsung selama sekitar 50 hari. Rentang waktu ini, dihitung dari hari di mana kasus positif terkonfirmasi pertama kali di Indonesia, yakni 2 Maret 2020. Maka, masa infeksi tersebut diperkirakan akan berjalan kurang lebih hingga 20 April 2020.
"Lantaran masa penularan yang berlangsung selama 50 hari, pada hari ke-100 angka kematian dan sembuh mencapai keadaaan konstan," tegasnya.
Menurutnya, uji sistem dinamik dilakukan Tim Riset Visi melalui proses validasi model pemantauan data historikal yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia periode 2 Maret 2020 hingga 2 April 2020, sebagai data referensi harian. Data ini mencakup jumlah kasus kumulatif, jumlah pasien sembuh, dan meninggal.
Secara umum model yang diusung Visi ini memiliki rentang waktu simulasi selama 180 hari yang akan berakhir pada 31 Agustus 2020.
Lebih lanjut, menurut Widyar, pada dasarnya peninjauan aspek kesehatan Covid-19 dengan pemodelan pandemi yang dilakukan Visi mengikuti pola harian yang terjadi sejak kasus pertama muncul. Dengan kata lain, program self isolation, social distancing, penggunaan masker, cuci tangan menggunakan sabun, dan penggunaan hand sanitizer yang sedang digalakkan pemerintah telah masuk dalam model ini.
"Proses pemantauan ini sebenarnya memiliki batasan tertentu, karena data yang dikeluarkan secara resmi oleh pemerintah setiap harinya boleh jadi masih menyisakan orang-orang yang tidak atau belum terdeteksi," sambungnya.
Beberapa batasan lain yaitu bahwa model ini tidak dapat menentukan ODP dan PDP secara spesifik. Model juga tidak memperhitungkan kejadian reinfeksi virus, dampak sosial pandemi akibat kebijakan pemerintah, dan pengaruh budaya masyarakat dalam merespons keadaan darurat Covid-19.
Analisis yang dirancang Visi bukan tanpa alasan. Sejak kemunculannya di China pada Desember 2019, virus SARS-Cov Tipe 2 penyebab penyakit yang secara resmi disebut WHO sebagai Covid-19 ini telah menjadi pandemi. Di Indonesia sendiri, sejak kasus pertama diumumkan pada 2 Maret 2020, data individu terpapar terus meningkat.
Per 22 April 2020, jumlah temuan positif covid-19 mencapai 7.418 kasus atau bertambah 283 kasus baru yang terkonfirmasi dari pemeriksaan menggunakan Polymerase Chain Reaction (PCR). Dari data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), jumlah meninggal dunia mencapai 635 orang dan 913 pasien dinyatakan sembuh.
Sementara, jumlah orang dalam pemantauan (ODP) bertambah 7.241, menjadi 193.571 orang. Sedangkan akumulasi pasien dalam pengawasan (PDP) mencapai 17.754, atau bertambah 1.091 dari data satu hari sebelumnya.
Selain angka yang dipaparkan BNPB, terdapat kekhawatiran potensi kasus yang lebih besar disebabkan adanya temuan asimtomatik atau orang tanpa gejala. Hal ini mengindikasikan penyebaran virus bersifat sulit terdeteksi dan tidak terkendali.
Sementara itu, Direktur Riset Visi, Nugroho Pratomo menyebut, fenomena tersebut sebagai alarm urgensi pendekatan model sistem dinamik. Ia menilai pengujian model ini bisa memenuhi kebutuhan pengetahuan akan pola sebaran yang prediktif terhadap wabah ini di Indonesia.
“Jumlah individu meninggal akibat virus ini dipengaruhi laju mortalitas yang diperkirakan berkisar di angka 5,8% berdasarkan pemodelan. Tingginya persentase ini sekaligus menunjukkan ada potensi jumlah kasus positif yang jauh lebih besar dibandingkan data resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah,” jelas Nugroho.
Meski analisis menunjukkan pandemi tidak akan bertahan bertahun-tahun di Indonesia, namun upaya mencegah penularan yang dilakukan pemerintah tetap perlu ditingkatkan dan didukung peran aktif seluruh warga negara. Dengan demikian, penurunan jumlah kasus lebih cepat dari perkiraan.
Analisis yang menunjukkan pandemi mereda pada Juni juga bukan berarti penularan tidak akan terjadi di masa depan. Kasus corona gelombang 2 di China yang baru-baru ini banyak diberitakan, menunjukkan hal tersebut.
Nugroho menyebutkan, terdapat rentang waktu delapan hari antara kondisi konstan yang ditunjukkan pada permodelan (8 Juni 2020) dengan batas akhir tanggap darurat yang dilakukan pemerintah yang jatuh pada 31 Mei 2020. Karenanya, Visi menilai, keputusan pemerintah untuk melarang mudik adalah tepat.
“Adalah penting untuk mematuhi keputusan pemerintah. Masyarakat menahan diri untuk tidak mudik sebagai salah satu cara untuk mencegah penyebaran secara lebih luas. Upaya pemerintah melarang mudik dinilai sebagai upaya tepat membatasi penularan selain pemberlakuan PSBB di beberapa daerah, penggunaan masker, rajin mencuci tangan dengan benar, menjaga kebersihan lingkungan dan lain sebagainya,” kata Nugroho.
Hal ini mengacu pada hasil uji analisis Visi yang menunjukkan banyaknya kontak antara individu hingga terinfeksi covid-19 adalah sekitar 34 kali per hari. Terinfeksi di sini belum tentu menunjukkan gejala sakit, termasuk ODP dan asimtomatik. Ini berarti jika tidak dilakukan berbagai intervensi untuk memutus mata rantai penularan, frekuensi paparan per hari dari tiap individu akan terpenuhi dan menyebabkan penularan.
"Individu yang rentan terinfeksi sendiri diperkirakan akan mengalami masa inkubasi selama 6,5 hari hingga menjadi sakit. Sementara itu, durasi penyakit hingga sembuh diprediksi memakan waktu sekitar 20 hari, namun tetap tergantung tingkat imun dan kualitas penanganan," pungkasnya.
Itu setelah dilakukan Uji simulasi pandemi Covid-19 oleh Pusat Kajian Visi Teliti Saksama (Visi), dengan model sistem dinamik menunjukkan perjalanan pandemi Corona.
Hal tersebut ditunjukkan dengan jumlah kasus meninggal akibat COVID-19, dan sembuh di Indonesia yang akan mencapai keadaan konstan, pada hari ke-100 semenjak kasus positif pertama terkonfirmasi.
“Dari pengujian yang dilakukan Visi pada 31 hari sejak kasus positif pertama Covid-19 di Indonesia, ditemukan reproductive number sebesar 19. Hal ini bermakna setiap satu orang terinfeksi dapat menularkan kepada 19 orang lainnya,” kata Peneliti Visi, Widyar Rahman dalam keterangannya, Kamis (23/4/2020).
Kata Widyar, berdasarkan nilai reproductive number dapat diprediksi kontrol sebaran pandemi. Perkembangan jumlah kasus baru Covid-19 akibat penularan dari orang terinfeksi di Indonesia akan berlangsung selama sekitar 50 hari. Rentang waktu ini, dihitung dari hari di mana kasus positif terkonfirmasi pertama kali di Indonesia, yakni 2 Maret 2020. Maka, masa infeksi tersebut diperkirakan akan berjalan kurang lebih hingga 20 April 2020.
"Lantaran masa penularan yang berlangsung selama 50 hari, pada hari ke-100 angka kematian dan sembuh mencapai keadaaan konstan," tegasnya.
Menurutnya, uji sistem dinamik dilakukan Tim Riset Visi melalui proses validasi model pemantauan data historikal yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia periode 2 Maret 2020 hingga 2 April 2020, sebagai data referensi harian. Data ini mencakup jumlah kasus kumulatif, jumlah pasien sembuh, dan meninggal.
Secara umum model yang diusung Visi ini memiliki rentang waktu simulasi selama 180 hari yang akan berakhir pada 31 Agustus 2020.
Lebih lanjut, menurut Widyar, pada dasarnya peninjauan aspek kesehatan Covid-19 dengan pemodelan pandemi yang dilakukan Visi mengikuti pola harian yang terjadi sejak kasus pertama muncul. Dengan kata lain, program self isolation, social distancing, penggunaan masker, cuci tangan menggunakan sabun, dan penggunaan hand sanitizer yang sedang digalakkan pemerintah telah masuk dalam model ini.
"Proses pemantauan ini sebenarnya memiliki batasan tertentu, karena data yang dikeluarkan secara resmi oleh pemerintah setiap harinya boleh jadi masih menyisakan orang-orang yang tidak atau belum terdeteksi," sambungnya.
Beberapa batasan lain yaitu bahwa model ini tidak dapat menentukan ODP dan PDP secara spesifik. Model juga tidak memperhitungkan kejadian reinfeksi virus, dampak sosial pandemi akibat kebijakan pemerintah, dan pengaruh budaya masyarakat dalam merespons keadaan darurat Covid-19.
Analisis yang dirancang Visi bukan tanpa alasan. Sejak kemunculannya di China pada Desember 2019, virus SARS-Cov Tipe 2 penyebab penyakit yang secara resmi disebut WHO sebagai Covid-19 ini telah menjadi pandemi. Di Indonesia sendiri, sejak kasus pertama diumumkan pada 2 Maret 2020, data individu terpapar terus meningkat.
Per 22 April 2020, jumlah temuan positif covid-19 mencapai 7.418 kasus atau bertambah 283 kasus baru yang terkonfirmasi dari pemeriksaan menggunakan Polymerase Chain Reaction (PCR). Dari data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), jumlah meninggal dunia mencapai 635 orang dan 913 pasien dinyatakan sembuh.
Sementara, jumlah orang dalam pemantauan (ODP) bertambah 7.241, menjadi 193.571 orang. Sedangkan akumulasi pasien dalam pengawasan (PDP) mencapai 17.754, atau bertambah 1.091 dari data satu hari sebelumnya.
Selain angka yang dipaparkan BNPB, terdapat kekhawatiran potensi kasus yang lebih besar disebabkan adanya temuan asimtomatik atau orang tanpa gejala. Hal ini mengindikasikan penyebaran virus bersifat sulit terdeteksi dan tidak terkendali.
Sementara itu, Direktur Riset Visi, Nugroho Pratomo menyebut, fenomena tersebut sebagai alarm urgensi pendekatan model sistem dinamik. Ia menilai pengujian model ini bisa memenuhi kebutuhan pengetahuan akan pola sebaran yang prediktif terhadap wabah ini di Indonesia.
“Jumlah individu meninggal akibat virus ini dipengaruhi laju mortalitas yang diperkirakan berkisar di angka 5,8% berdasarkan pemodelan. Tingginya persentase ini sekaligus menunjukkan ada potensi jumlah kasus positif yang jauh lebih besar dibandingkan data resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah,” jelas Nugroho.
Meski analisis menunjukkan pandemi tidak akan bertahan bertahun-tahun di Indonesia, namun upaya mencegah penularan yang dilakukan pemerintah tetap perlu ditingkatkan dan didukung peran aktif seluruh warga negara. Dengan demikian, penurunan jumlah kasus lebih cepat dari perkiraan.
Analisis yang menunjukkan pandemi mereda pada Juni juga bukan berarti penularan tidak akan terjadi di masa depan. Kasus corona gelombang 2 di China yang baru-baru ini banyak diberitakan, menunjukkan hal tersebut.
Nugroho menyebutkan, terdapat rentang waktu delapan hari antara kondisi konstan yang ditunjukkan pada permodelan (8 Juni 2020) dengan batas akhir tanggap darurat yang dilakukan pemerintah yang jatuh pada 31 Mei 2020. Karenanya, Visi menilai, keputusan pemerintah untuk melarang mudik adalah tepat.
“Adalah penting untuk mematuhi keputusan pemerintah. Masyarakat menahan diri untuk tidak mudik sebagai salah satu cara untuk mencegah penyebaran secara lebih luas. Upaya pemerintah melarang mudik dinilai sebagai upaya tepat membatasi penularan selain pemberlakuan PSBB di beberapa daerah, penggunaan masker, rajin mencuci tangan dengan benar, menjaga kebersihan lingkungan dan lain sebagainya,” kata Nugroho.
Hal ini mengacu pada hasil uji analisis Visi yang menunjukkan banyaknya kontak antara individu hingga terinfeksi covid-19 adalah sekitar 34 kali per hari. Terinfeksi di sini belum tentu menunjukkan gejala sakit, termasuk ODP dan asimtomatik. Ini berarti jika tidak dilakukan berbagai intervensi untuk memutus mata rantai penularan, frekuensi paparan per hari dari tiap individu akan terpenuhi dan menyebabkan penularan.
"Individu yang rentan terinfeksi sendiri diperkirakan akan mengalami masa inkubasi selama 6,5 hari hingga menjadi sakit. Sementara itu, durasi penyakit hingga sembuh diprediksi memakan waktu sekitar 20 hari, namun tetap tergantung tingkat imun dan kualitas penanganan," pungkasnya.
(agn)