Kisah Perang Saudara Kerajaan Majapahit, Kepala Bhre Wirabhumi Dipenggal oleh Prajurit Raja Suhita

Rabu, 09 Februari 2022 - 05:03 WIB
loading...
Kisah Perang Saudara Kerajaan Majapahit, Kepala Bhre Wirabhumi Dipenggal oleh Prajurit Raja Suhita
Candi Brahu, salah satu peninggalan dari masa kejayaan Kerajaan Majapahit. Foto/dok SINDOnews
A A A
JAKARTA - Politik adalah perang tanpa pertumpahan darah (Mao Zedong). Perang dimulai ketika diplomasi berakhir (Adolf Hitler). Sedangkan perang saudara adalah pemerintahan dari kejahatan (Pierre Corneille).

Boleh jadi benang merah kalimat dari tiga tokoh dunia itu -Mao Zedong (Politikus Tiongkok), Adolf Hitler (Politikus dan Pemimpin Partai Nazi Jerman) dan Pierre Corneille (Dramawan Perancis)- ada korelasinya dengan perang saudara di Kerajaan Majapahit.

Ketika komunikasi politik internal keluarga kerajaan buntu, maka perang jalan satu-satunya untuk merebut kekuasaan. Dan paling menyakitkan dari segala jenis perang adalah perang saudara .

Di Majapahit perang saudara terjadi antara keluarga besar Wikramawardhana dengan Bhre Wirabhumi.Dalam perang saudara yang dikenal dengan perang Paregreg,Bhre Wirabhumi ditangkap dan dipenggal kepalanya oleh Raden Gajah, prajurit Raja Suhita.



Perang Paregreg bermula ketika Wikramawardhana mangkat dan posisinya sebagai raja digantikan putranya, Suhita. Naiknya Suhita memicu pertentangan antara dua keluarga besar di kerajaan Majapahit. Yakni antara keluarga besar Wikramawardhana, dengan Bhre Wirabhumi.

Bhre Wirabhumi adalah anak Hayam Wuruk dari istri selir. Sementara, Wikramawardhana adalah anak dari Dyah Nrtta Rajasaduhitecwari yang menikah dengan Bhre Paguhan. Dyah Nrtta Rajasaduhitecwari merupakan adik Hayam Wuruk. Wikramawardhana juga menantu Hayam Wuruk, suami dari Kusumawardhani, putri Hayam Wuruk.

Sengketa dua keluarga ini, menimbulkan perang saudara selama tiga tahun lamanya, dari 1404-1406. Perang ini dikenal dengan sebutan perang Paregreg, diawali pemberontakan Bhre Wirabhumi terhadap Wikramawardhana pada 1404.

Dalam buku "700 Tahun Majapahit, Suatu Bunga Rampai" keluarga Wikramawardhana disebut sebagai kelompok Keraton Kulon (Barat). Sementara keluarga Bhre Wirabhumi disebut sebagai kelompok Keraton Etan (Timur). Dalam perang Paregreg, Keraton Barat mendapat bantuan dari Bhre Tumapel, Bhre Hyang Parameswara.

Bhre Wirabhumi sendiri akhirnya berhasil ditangkap oleh pemimpin pasukan Keraton Kulon, yakni Raden Gajah. Dan akhirnya kepala Bhre Wirabhumi dipenggal oleh Raden Gajah.

Terbunuhnya Bhre Wirabhumi dengan cara dipenggal, ternyata tidak serta-merta pertentangan dua keluarga tersebut berakhir. Bahkan, Raden Gajah yang memenggal kepala Bhre Wirabhumi pun akhir terbunuh. Suhita akhirnya mangkat pada tahun 1447 masehi.

Karena Suhita belum memiliki anak, akhirnya takhta Raja Majapahit digantikan oleh adiknya, Bhre Tumapel Dyah Kertawijaya. Setelah Bhre Tumapel Dyah Kertawijaya mangkat, posisinya sebagai raja digantikan oleh Bhre Pamotan, dengan gelar Sri Rajasawardhana, dan lebih dikenal dengan nama Sang Sinagara.

Dalam Kitab Pararaton, Sri Rajasawardhana menjadi raja Majapahit yang berkedudukan di Keling-Kahuripan. Dalam tulisannya, Riboet Darmosoetopo menyebutkan, ada dugaan pada masa kepemimpinan Sri Rajasawardhana, terjadi pemindahan pusat kerajaan ke Keling-Kahuripan.

Kondisi ini diperkirakan akibat masih terjadinya pertentangan dua keluarga di pusat kerajaan Majapahit. Kerajaan Majapahit, sempat mengalami kekosongan kepemimpinan selama tiga tahun. Tepatnya, saat Sri Rajasawardhana mangkat pada tahun 1453 masehi.

Hingga akhirnya, pada tahun 1456 masehi Dyah Suryyawikrama Girindrawardhana, anak dari Dyah Kertawijaya, naik takhta. Selama 10 tahun lamanya Dyah Suryyawikrama Girindrawardhana mengisi tampuk kepemimpinan Majapahit, hingga akhirnya mangkat, dan digantikan oleh Bhre Pandan Salas, yang bergelar Dyah Suraprabhawa Sri Singhawikramawardhana.

Dalam prasasti Paminyihan tahun 1473 masehi, Dyah Suraprabhawa Sri Singhawikramawardhana disebut sebagai penguasa tunggal di Jawa yang disebutkan sebagai Jawabhumyekadhipa. Dyah Suraprabhawa Sri Singhawikramawardhana juga disebut dalam Kitab Siwaratrialpa karya Mpu Tanakung, sebagai keturunan wangsa Girindra.

Dyah Suraprabhawa Sri Singhawikramawardhana akhirnya menyingkir dari Keraton Majapahit, karena adanya serangan dari Bhre Kertabhumi yang merupakan anak bungsu dari Sang Suragara. Dyah Suraprabhawa Sri Singhawikramawardhana menyingkir ke Daha, demi menyelamatkan pemerintahannya, hingga akhirnya mangkat pada tahun 1474 masehi.

Posisinya digantikan oleh Dyah Ranawijaya, dengan gelar Girindrawardhana Dyah Ranawijaya. Pada tahun 1478 masehi, Dyah Ranawijaya melancarkan serangan kepada Bhre Kertabhumi di pusat Keraton Majapahit. Dalam peperangan besar ini, Bhre Kertabhumi akhirnya tewas.

Babad Tanah Jawi menyebut, Majapahit runtuh akibat serangan Kerajaan Islam Demak. Hal ini ditandai dengan sengkalan sirna ilang kertaning bumi, bertahun 1.400 saka atau 1478 masehi. Dalam catatan Riboet Darmosoetopo, keberadaan kerajaan Majapahit tidak benar-benar lenyap usai adanya serangan Demak.

Diolah dari berbagai sumber
(don)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.7078 seconds (0.1#10.140)